Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkeu Purbaya Tarik Rp200 Triliun Dana BI, Apa Risikonya?

Menkeu Purbaya Tarik Rp200 Triliun Dana BI, Apa Risikonya?
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Menkeu Purbaya tarik Rp200 triliun dana pemerintah dari BI ke perbankan untuk mendorong kredit dan lapangan kerja.
  • Ekonom UGM ingatkan risiko depresiasi rupiah, karena likuiditas berlebih bisa membuat investor tarik modal.
  • Semester I 2025, neraca transaksi defisit USD3,2 miliar dan neraca finansial defisit USD5,6 miliar akibat keluarnya investasi portofolio.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times – Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan rencana menarik dana Rp200 triliun dari simpanan pemerintah di Bank Indonesia (BI) untuk ditempatkan di perbankan. Kebijakan ini bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Dana tersebut merupakan bagian dari total Rp430 triliun simpanan pemerintah di BI. Purbaya menegaskan langkah ini sudah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto, dan menjadi salah satu kebijakan awal sejak ia resmi menggantikan Sri Mulyani sebagai Menkeu setelah reshuffle kabinet pada Senin (8/9/2025).

Menanggapi rencana tersebut, Ekonom UGM, Denni Puspa Purbasari, pun angkat bicara terkait risikonya.

1. Ekonom UGM ingatkan risiko depresiasi rupiah

Ekonom UGM, Denni Puspa Purbasari, Ph.D. (feb.ugm.ac.id)
Ekonom UGM, Denni Puspa Purbasari, Ph.D. (feb.ugm.ac.id)

Denni menilai rencana kebijakan yang digagas lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Menurutnya, hal ini identik dengan upaya mencapai keseimbangan internal. Salah satu langkah yang ditempuh adalah menambah likuiditas atau ketersediaan uang tunai dalam perekonomian.

Namun, ia mengingatkan, peningkatan likuiditas yang diikuti dengan penurunan suku bunga dapat menimbulkan konsekuensi lain. Investor berpotensi menilai Indonesia kurang menarik untuk menempatkan modal.

“Akibatnya, dana mereka berpotensi dialihkan ke luar negeri. Apabila kondisi ini terjadi, kurs Rupiah akan terdepresiasi, yakni melemah terhadap mata uang asing,” kata Denni, Kamis (11/9/2025) dilansir laman resmi UGM.

Merujuk statistik Neraca Pembayaran yang diterbitkan oleh BI, hingga semester I 2025, neraca transaksi berjalan Indonesia mencatat defisit 3,2 miliar dolar AS, sementara neraca finansial defisit 5,6 miliar dolar. Kondisi ini berbeda dibanding 2024, ketika neraca finansial masih mencatat surplus meski tipis.

2. Keseimbangan internal dan eksternal perlu dijaga

Ilustrasi rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)
Ilustrasi rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)

Dari sudut pandang ilmu ekonomi, Denni menilai kebijakan pemerintah sebaiknya diarahkan untuk mencapai keseimbangan internal maupun eksternal. Ia menjelaskan, keseimbangan internal berarti tercapainya stabilitas ekonomi makro domestik yang ditandai dengan kondisi tenaga kerja penuh (full employment) dan inflasi yang stabil. Sementara itu, keseimbangan eksternal ditunjukkan dengan stabilitas antara neraca transaksi berjalan dan aliran modal internasional.

Namun, menurutnya, kedua tujuan tersebut kerap saling bertentangan. “Ketika negara menerapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas internal, hal itu bisa berdampak negatif terhadap stabilitas eksternal. Atau sebaliknya, kebijakan untuk mengejar stabilitas eksternal justru dapat mengganggu stabilitas internal,” jelasnya.

Denni menambahkan, perilaku membandingkan keuntungan (returns) dalam penanaman modal merupakan hal rasional. Modal akan mengalir ke tempat yang memberikan imbal hasil tertinggi dengan tingkat risiko yang sama. “Pak Purbaya perlu menimbang hal ini, agar depresiasi yang terjadi tidak terlalu drastis hingga defisit neraca transaksi berjalan tidak lagi bisa dibiayai,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa kebijakan terkait likuiditas perekonomian berada dalam ranah kebijakan moneter. Sesuai mandat Undang-Undang, Bank Indonesia bertanggung jawab menjaga stabilitas Rupiah, baik dari sisi inflasi maupun nilai tukar terhadap mata uang asing.

3. Neraca finansial dan transaksi sama-sama defisit

Kantor Bank Indonesia (BI). (IDN Times/Hana Adi Perdana)
Kantor Bank Indonesia (BI). (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Berdasarkan statistik Neraca Pembayaran Bank Indonesia, terjadi perubahan pada neraca transaksi dan finansial Indonesia tahun ini. Pada semester I 2025, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar 3,2 miliar dolar, sedangkan neraca finansial juga defisit 5,6 miliar dolar. Angka tersebut berbeda dengan 2024, ketika neraca transaksi berjalan defisit tetapi neraca finansial masih membukukan surplus meski tipis.

Defisit pada neraca finansial dipicu oleh keluarnya investasi portofolio, baik obligasi maupun saham, yang nilainya mencapai 8 miliar dolar. Arus keluar ini tak tertutup oleh masuknya investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) yang hanya 5 miliar dolar. “Investasi portofolio sangat dipengaruhi oleh sentimen investor,” ujar Denni.

Sepanjang 2025, nilai Rupiah memang hanya melemah 1,44 persen terhadap dolar AS. Namun, pelemahan lebih dalam tercatat terhadap Yuan 4,62 persen, dolar Singapura 8,17 persen, dolar Australia 8,68 persen, dan Euro 14,42 persen.

4. Dorong perputaran uang dan peran BI

WhatsApp Image 2025-09-09 at 15.57.49 (1).jpeg
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sebelumnya, Purbaya menjelaskan dana tersebut akan masuk ke rekening pemerintah di bank-bank umum. Meski tidak langsung disalurkan, ia optimistis perbankan akan menggerakkan dana tersebut melalui kredit. “Dari Rp430 triliun, saya pindahkan Rp200 triliun ke sistem perbankan, agar bisa menyebar di sistem dan ekonomi bisa tumbuh,” ujar Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).

Menurutnya, bank tidak mungkin membiarkan dana pemerintah mengendap begitu saja. “Bank pasti punya cost, sehingga mereka akan mencari return yang lebih tinggi dari cost itu. Dari situlah kredit akan mulai tumbuh,” kata dia.

Purbaya menilai kondisi keuangan dalam setahun terakhir cukup kering, yang membuat masyarakat kesulitan mencari kerja. Ia menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter agar pemulihan ekonomi lebih cepat.

“Begitu saya masuk ke Kemenkeu, saya lihat sistem finansial kita agak kering. Satu tahun terakhir orang susah cari kerja, karena ada kesalahan kebijakan, antara moneter dan fiskal,” ujarnya.

Ia juga meminta Bank Indonesia tidak menyerap kembali likuiditas yang masuk ke perbankan. “Kalau dana itu masuk ke sistem, saya sudah minta ke bank sentral jangan diserap kembali,” tegasnya.

Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ini akan terus dievaluasi. Purbaya menegaskan, jika terbukti memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian, langkah ini akan dilanjutkan.

“Ini percobaan pertama. Akan berlanjut sampai terlihat dampak signifikan di sistem. Saya juga akan bicara dengan Gubernur BI agar mendukung kebijakan ini,” katanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Jembatan Pandansimo Segera Beroperasi, Ini Persiapan Dispar Bantul

11 Sep 2025, 19:27 WIBNews