Petani Muda dan Perempuan Jadi Kunci Keberlanjutan Padi Organik

- Petani muda dan perempuan berperan penting dalam keberlanjutan usaha padi organik, baik dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial.
- Harga jual produk organik masih menjadi kendala karena konsumen belum memahami perbedaan kualitasnya.
- Sebanyak 31 persen petani organik rawan pangan, menegaskan perlunya pengembangan pertanian organik untuk meningkatkan produksi tanaman yang sehat.
Bantul, IDN Times - Seminar Nasional dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) 2025 menjadi panggung pemaparan riset pertanian berkelanjutan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (2/8/2025). Dosen Program Studi Agribisnis UMY, Zuhud Rozaki, mempresentasikan hasil penelitiannya tentang keberlanjutan usaha tani padi organik di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.
Penelitian tersebut meliputi aspek produksi hingga kebijakan, serta melibatkan 150 petani dari lima kabupaten yang tersebar di dua provinsi. Zuhud menyampaikan bahwa skor rata-rata keberlanjutan padi organik berada di angka 2,94, atau masuk dalam kategori “cukup berkelanjutan”. Skor ini diukur dari tiga aspek: ekonomi, ekologi, dan sosial.
1. Petani muda dan perempuan berperan penting dalam keberlanjutan

Dari aspek ekonomi, Zuhud menyebut manajemen keuangan sebagai faktor penentu keberlanjutan usaha tani. Petani dengan manajemen finansial yang baik dinilai lebih mampu mempertahankan kesinambungan usahanya.
Sementara dari aspek ekologi, praktik rotasi tanaman terbukti efektif menjaga kesuburan tanah dan mendukung sistem pertanian organik secara menyeluruh. “Temuan kedua dari segi ekologi adalah rotasi tanaman. Praktik ini terbukti efektif dalam menjaga kesuburan tanah dan mendukung pertanian organik,” papar Zuhud dilansir laman resmi UMY.
Zuhud menyampaikan bahwa keberadaan petani muda menjadi aspek krusial dalam aspek sosial. Regenerasi petani masih menjadi tantangan besar, namun partisipasi generasi muda memberikan harapan baru.
Selain itu, ia juga menemukan bahwa perempuan turut berkontribusi signifikan dalam mendukung keberlanjutan pertanian organik. Keterlibatan mereka dinilai strategis dalam menopang sistem usaha tani di level rumah tangga maupun komunitas.
2. Harga masih jadi kendala

Meskipun tren keberlanjutan meningkat, Zuhud menyoroti kendala harga jual produk organik yang belum sesuai harapan petani. Ia menyebut bahwa banyak konsumen belum memahami perbedaan kualitas antara padi organik dan padi konvensional, sehingga tidak bersedia membayar lebih mahal.
“Banyak konsumen yang tidak merasa ada perbedaan harga saat membeli padi organik, padahal kualitasnya lebih baik,” jelasnya. Kondisi ini dinilai menyulitkan petani dalam memperoleh keuntungan yang setimpal.
3. Sebanyak 31 persen petani rawan pangan

Dalam aspek ketahanan pangan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen petani organik termasuk dalam kategori aman pangan (food secure). Namun, 31 persen lainnya berada pada kondisi cukup rawan pangan. Zuhud menegaskan bahwa pertanian organik harus terus dikembangkan bukan hanya demi aspek ekologis, tetapi juga untuk meningkatkan produksi tanaman yang sehat.
Selain memaparkan hasil temuan lapangan, Zuhud juga menjelaskan bahwa penelitian ini menghasilkan delapan luaran, terdiri dari lima jurnal yang telah terbit, satu diterima untuk diterbitkan, dan dua lainnya masih dalam tahap peninjauan. Ia berharap jurnal-jurnal tersebut dapat dijadikan rujukan oleh akademisi dan praktisi yang tertarik dengan isu pertanian berkelanjutan.
“Jurnal-jurnal ini relatif mudah untuk diakses, semoga bisa menjadi referensi yang bermanfaat,” tutup Zuhud menutup sesi pemaparannya di Student Dormitory UMY.