Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Penelitian UGM: Pekerja Migran Rentan Alami Gangguan Perkawinan

Ilustrasi perceraian (Pixabay/OpenClipart-Vectors)
Ilustrasi perceraian (Pixabay/OpenClipart-Vectors)
Intinya sih...
  • Penelitian PSKK UGM dan CHAMPSEA mengungkap adanya gangguan perkawinan pada keluarga migran Indonesia.
  • Banyak pekerja migran mengalami ketidakharmonisan dalam keluarga akibat terpaksa berpisah dari keluarga.
  • Perlindungan hukum penting bagi PMI di luar negeri, terutama untuk melindungi anak-anak yang ditinggalkan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Penelitian yang dilakukan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) bersama lembaga Child Health and Parent Migration in Southeast Asia (CHAMPSEA) sejak 2008 mengungkap adanya fenomena marital disruption atau gangguan perkawinan pada kalangan keluarga migran Indonesia.

Peneliti PSKK UGM, Prof. Sukamdi, mengungkapkan bahwa meski remitansi yang dikirimkan pekerja migran membantu mereka bertahan selama pandemi dan menjaga stabilitas ekonomi, banyak dari mereka menghadapi ketidakharmonisan dalam keluarga.

“Inilah dampak yang paling signifikan dirasakan rumah tangga pekerja migran Indonesia. Banyak terjadi kasus perceraian akibat mereka harus bekerja ke luar negeri menyebabkan mereka terpaksa berpisah dari keluarga sehingga keharmonisan sudah tidak terbangun,” ujar Sukamdi saat memaparkan hasil penelitian pada 27 Februari 2025 lalu dilansir laman resmi UGM.

1. Anak-anak paling terdampak

ilustrasi depresi (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi depresi (pexels.com/Pixabay)

Sukamdi menyatakan, anak-anak dari keluarga pekerja migran menjadi pihak yang paling terdampak dalam situasi tersebut. Banyak di antara mereka mengalami gangguan kesehatan mental, seperti gejala emosional, perilaku menyimpang, hingga kecenderungan hiperaktif. "Dampaknya sangat berpengaruh pada kesehatan mental anak," paparnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah pekerja migran yang tercatat oleh pemerintah hanya sebagian kecil dari total yang berangkat ke luar negeri. Mayoritas pekerja migran adalah perempuan, dan banyak di antaranya berangkat dengan dokumen tidak resmi atau ilegal. Fenomena ini juga dipengaruhi oleh praktik curang dari majikan yang membutuhkan tenaga kerja tetapi tidak melalui jalur resmi.

“Oknum calon majikan menjanjikan untuk mengurus semua dokumen, tetapi hal tersebut tidak juga terlaksana sehingga pekerja migran tersebut terpaksa menjadi imigran ilegal. Dengan skenario yang diatur sedemikian rupa sehingga kecurangan ini tidak terdeteksi dan dicurigai,” jelasnya.

2. Pandangan tentang pekerja migran bergeser

Keberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PKI)  nonprosedural alis Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal digagalkan. (dok. Kemenaker)
Keberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PKI) nonprosedural alis Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal digagalkan. (dok. Kemenaker)

Peneliti CHAMPSEA, Prof. Lucy Jordan, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama PSKK UGM telah melakukan riset jangka panjang terkait migrasi internasional. Penelitian ini dilakukan di Ponorogo, salah satu daerah dengan jumlah pekerja migran yang cukup besar.

Namun, hasil penelitian terbaru menunjukkan adanya perubahan pola pikir di kalangan masyarakat tentang menjadi pekerja migran. “Banyak masyarakat yang sudah tidak menyarankan untuk pergi ke luar negeri untuk menyelesaikan himpitan kemiskinan. “Perubahan itu terjadi, orang mengubah cara berpikirnya,” ucapnya.

3. Pentingnya perlindungan hukum

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM, Dr. Ely Susanto, menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang semakin meningkat jumlahnya, baik untuk bekerja maupun untuk sekolah di luar negeri. “Jangan sampai mereka dininabobokan dengan istilah pahlawan devisa,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dari Januari hingga Agustus 2024, tercatat 207.090 PMI yang ditempatkan di berbagai negara. Dari jumlah tersebut, 108.477 bekerja di sektor informal, sementara 98.613 lainnya di sektor formal. Sebagian besar pekerja migran adalah perempuan, sebanyak 141.627 orang, sementara laki-laki berjumlah 65.463 orang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us