Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pakar Pertanian UGM Sebut Perubahan Ikim Ancam Ketahanan Pangan

Ilustrasi lahan produktif di Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)
Ilustrasi lahan produktif di Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)
Intinya sih...
  • Perubahan iklim mengancam sektor pertanian, mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas hasil panen tanaman pangan.
  • Kenaikan suhu Bumi mengganggu pola tanam dan masa panen petani, serta berdampak pada kualitas hasil panen yang dapat mempengaruhi nilai ekonomi dan aspek gizi.
  • Penurunan produksi tanaman pangan akan berdampak pada ketahanan pangan nasional secara signifikan, memicu inflasi harga bahan pokok dan menurunkan daya beli masyarakat.

Sleman, IDN Times - Perubahan iklim mengancam sektor pertanian, terutama bagi tanaman pangan yang menjadi sumber utama kebutuhan masyarakat di Indonesia. Pakar pertanian, agro-meterorologi, dan perubahan iklim UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho, menyatakan kenaikan suhu Bumi berdampak negatif terhadap tanaman pangan. Banyak tanaman mengalami gagal panen akibat meningkatnya suhu, penyebaran hama penyakit yang lebih luas, serta gangguan metabolisme tanaman yang menghambat pertumbuhan dan kualitas hasil panen.

“Semua komoditas pertanian terdampak, karena setiap tanaman memiliki kondisi lingkungan ideal untuk tumbuh optimal. Misalnya, teh dan kopi yang tumbuh di daerah pegunungan membutuhkan suhu 13-25°C, sementara padi membutuhkan suhu 20-33°C. Jika suhu meningkat melebihi ambang batas, tanaman bisa mengalami kerusakan,” ujar Bayu, Selasa (25/3/2025).

 

 

1. Suhu Bumi mengganggu pola tanam

ilustrasi petani di sawah (pexels.com/ Rosyid Arifin)
ilustrasi petani di sawah (pexels.com/ Rosyid Arifin)

Menurut Bayu, perubahan suhu Bumi tidak hanya berdampak pada pertumbuhan tanaman tetapi juga mengganggu pola tanam dan masa panen petani. Ia menjelaskan peningkatan suhu membuat petani harus menyesuaikan komoditas yang ditanam dengan varietas yang lebih tahan terhadap suhu tinggi dan tidak membutuhkan banyak air.

“Kita tidak bisa lagi menerapkan pola tanam seperti biasa. Dengan suhu yang lebih tinggi, tanaman membutuhkan lebih banyak air, sehingga jadwal tanam dan panen menjadi tidak menentu,” kata Tenaga Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) ini.

2. Penurunan kadar protein

ilustrasi makanan mengandung serat (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi makanan mengandung serat (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Bayu menambahkan selain mengurangi produktivitas, kenaikan suhu Bumi juga berdampak pada kualitas hasil panen secara signifikan yang dapat mempengaruhi nilai ekonomi serta aspek gizi dari hasil pertanian. Bayu menyebutkan suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, seperti penundaan atau percepatan berbunga, serta perubahan ukuran dan kualitas buah atau biji yang dihasilkan. Misalnya, beberapa tanaman mengalami pertumbuhan buah yang lebih kecil, kulit yang lebih tebal, atau tekstur yang lebih keras akibat suhu yang terlalu panas.
Dari sisi kandungan nutrisi, peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan kadar protein dan nitrogen pada tanaman seperti kedelai, yang berakibat pada turunnya nilai gizi yang dikonsumsi masyarakat.

Selain itu, peningkatan suhu juga bisa mempercepat proses pematangan tanaman secara tidak normal, yang berujung pada penurunan kualitas rasa, aroma, serta ketahanan hasil panen terhadap penyimpanan dan distribusi.

“Akibatnya, tidak hanya petani yang dirugikan secara ekonomi, tetapi juga konsumen yang akan mengalami keterbatasan akses terhadap pangan berkualitas tinggi,” ungkap Bayu.

 

3. Penurunan produksi pangan berdampak pada ketahanan pangan

ilustrasi sayur bayam (pixabay.com/balouriarajesh)
ilustrasi sayur bayam (pixabay.com/balouriarajesh)

Bayu menambahkan penurunan produksi tanaman pangan akan berdampak pada ketahanan pangan nasional secara signifikan, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak dapat ditunda. Pangan, kata Bayu, adalah penentu stabilitas suatu negara, karena ketersediaannya sangat memengaruhi kesejahteraan rakyat dan stabilitas ekonomi nasional.
Jika produksi menurun secara drastis, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mencukupi stok pangan, baik melalui peningkatan efisiensi produksi, diversifikasi pangan, impor bahan pangan dari negara lain, maupun penerapan inovasi di sektor pertanian guna meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang ada.

“Tanpa upaya mitigasi yang tepat, krisis pangan dapat memicu inflasi harga bahan pokok, menurunkan daya beli masyarakat, serta berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi di tingkat nasional,” jelasnya.

4. Langkah hadapi perubahan iklim

ilustrasi teknologi pangan dan agribisnis (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi teknologi pangan dan agribisnis (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Bayu menekankan langkah utama menghadapi dampak perubahan iklim adalah dengan reboisasi dan adaptasi dalam sistem pertanian. Hal ini bisa dilakukan melalui adaptasi dengan menanam varietas yang lebih toleran terhadap suhu tinggi dan mengurangi ketergantungan pada tanaman yang membutuhkan banyak air. Selain itu, inovasi dan teknologi pertanian juga berperan penting dalam menghadapi tantangan ini. Beberapa peneliti UGM telah menghasilkan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap suhu tinggi, serta pengembangan bangunan pertanian seperti greenhouse dan plant factory yang dapat mengontrol suhu. Namun, Bayu mengakui penerapan teknologi ini masih terkendala oleh biaya yang tinggi.

Dalam menghadapi ancaman terhadap ketahanan pangan, akademisi dan pemerintah tentunya memiliki peran penting. Menurut Bayu, akademisi harus terus mengembangkan varietas yang lebih tahan terhadap suhu tinggi, sementara pemerintah perlu meningkatkan pendampingan bagi petani agar mereka dapat menyesuaikan jadwal dan pola tanam. Penyuluhan mengenai teknik bertani yang lebih adaptif, seperti hidroponik dan pemanfaatan lahan pekarangan, juga harus diperkuat.

“Dengan begitu, ketahanan pangan nasional dapat tetap terjaga dalam jangka panjang, baik dari segi ketersediaan bahan pangan, distribusi yang merata ke seluruh daerah, maupun kualitas hasil pertanian yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di negeri ini,” pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us