Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kuota PTN-BH Makin Besar, Ruang Gerak PTS Kian Sempit

Gedung-Kampus-4-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Humas-dan-Protokol-UAD-1.jpg
Kampus UAD. (Dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Perbandingan jumlah mahasiswa PTN dan PTS sangat tidak seimbang, dengan jumlah mahasiswa hampir sama namun PTS jauh lebih banyak.
  • Ruang besar untuk PTNBH dalam penerimaan mahasiswa mempersempit ruang gerak PTS untuk mendapatkan mahasiswa.
  • Tantangan seleksi mahasiswa baru saat ini adalah memastikan bisa menyelami perilaku generasi Z dan persaingan dengan PT lain.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Prof. Sunardi menilai aturan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) khususnya PTNBH mempengaruhi jumlah mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Terlebih dengan kuota PTNBH yang semakin besar.

“PMB PTN khususnya PTNBH berpengaruh terhadap PTS, apalagi terkait kuota yang makin besar, sedemikian banyak jalur bagi calon mahasiswa baru untuk daftar, dan penutupan PMB yang hingga Juli atau bahkan Agustus,” ujar Prof. Sunardi, Jumat (26/9/2025) malam.

1. Perbandingan yang tidak seimbang

Prof.-Ir.-Sunardi-S.T.-M.T.-Ph.D-246x300.jpg
Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Prof. Sunardi. (Dok. Istimewa)

Mengutip berbagai sumber data, Prof. Sunardi menjelaskan PTN di Indonesia sebanyak 125 dengan jumlah mahasiswa sekitar 3,4 juta. Sementara PTS ada hampir 3.000 dengan mahasiswa sekitar 4,5 juta.

“Jumlah PTN dan PTS sangat tidak seimbang, tapi jumlah mahasiswa hampir sama, maknanya PTS sangat banyak dengan mahasiswa yang sedikit, rata-rata 1.500, sangat sedikit apalagi dari mereka sendirilah untuk secara mandiri membiayai operasional pendidikan,” ucapnya.

Prof. Sunardi mengajak melihat lebih jauh, bahwa PTS hadir karena keterbatasan akses pemerintah. Banyak yang lahir sebelum PTN, memberi ruang terbuka bagi setiap anak bangsa untuk tetap dapat mengenyam pendidikan tinggi yang murah, dekat, dan kualitas tentu akan diuji dengan waktu.

“Mestinya tidak dipandang sebelah mata, justru aset yang sangat berharga. Peran pemerintah mestinya untuk membantu agar PTS tetap tumbuh berkualitas meningkatkan angka partisipasi kasar masyarakat dalam mengubah kehidupan lebih baik melalui pendidikan tinggi,” ujar Prof. Sunardi.

Ia memberi saran untuk pemerintah agar PTN dan PTS yang sudah teruji membangun generasi bangsa, misal dengan status terakreditasi unggul untuk bersama-sama didorong, difasilitasi, didanai untuk menjadi mercusuar bangsa dalam pendidikan tinggi yang menghasilkan riset-riset unggulan. Pada akhirnya berdampak langsung pada industri dan masyarakat melalui hilirisasi, teknologi tepat guna, dipenuhi paten-paten yang betul-betul mencerahkan dan menggerakkan ekonomi, berkemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Dengan demikian tidak menjadi ladang pertempuran bebas antara PTN gajah dengan sumber dana pemerintah yang besar, sementara PTS dibiarkan berjuang sendirian untuk tetap bertahan antara hidup dan mati mencari penghidupan sendiri. Terkait persaingan antar-PTS, semua punya hak untuk terus hidup dan berkembang, yang utama ekosistem kompetisi yang sehat dan membangun, semangat bersama untuk maju berkualitas, berlomba-lomba dalam kebaikan dalam mencerdaskan anak bangsa, fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan),” ucap Prof. Sunardi.

2. Ruang besar untuk PTN

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Keira Burton)

Prof. Sunardi mengatakan ruang yang besar untuk PTNBH dalam penerimaan mahasiswa, mempersempit ruang gerak PTS untuk segera mendapatkan mahasiswa. “Sebagian masih menganggap PTN apa pun akreditasinya, unggul atau belum, atau bahkan Prodi baru pun akan tetap dikejar masyarakat,” ujar Prof. Sunardi.

Di sisi lain PTS yang hampir seluruh pembiayaan dari masyarakat, hibah dari pemerintah yang sangat minim dibanding PTN untuk memperoleh akreditasi unggul harus berproses sangat panjang dalam eksistensinya. “Tapi tetap belum menjadi pilihan yang sejajar dengan PTN. Khusus untuk Jogja kompetisi ini makin terasa, karena dalam 1 provinsi ada 5 PTN,” ujarnya.

Diakui Prof. Sunardi bahwa tantangan UAD sangat terasa, karena kompetisi yang tinggi di DIY dengan 5 PTN-BH dan 100 PTS di Jogja. “Kami meyakini salah satu yang menjadi daya tarik perguruan tinggi adalah kualitas, hal inilah yang menjadi penyemangat kami untuk terus berprestasi dalam segala lini. Seperti tagline kami Prestasi adalah Tradisi Kami,” ungkapnya.

Pihaknya melakukan dengan nilai dasar yang kuat, yaitu Inovatif, Profesional, dan Dedikatif. Hal ini selaras yang selalu digaungkan Rektor UAD, Prof. Muchlas untuk selalu mengelola dan mengembangkan universitas dengan keunggulan yang sesungguhnya, keunggulan hakiki. Seperti, prestasi/keunggulan UAD diantaranya klaster Mandiri untuk penelitian dengan capaian hibah penelitian kompetitif tingkat nasional melalui Kemdiktisaintek 3 tahun berturut-turut 2023, 2024, dan 2025 tertinggi untuk PTS se-Indonesia. Demikian juga klaster Mandiri untuk pengabdian masyarakat, juga berbagai kompetisi mahasiswa yang menempatkan UAD menjadi PTS terbaik se-Indonesia.

“UAD juga menjadi PTS dengan guru besar atau profesor terbanyak di LLDIKTI Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta. Strategi dikembangkan UAD adalah dengan menjaga dan mengoptimalkan serta menjadikan capaian/prestasi yang dimiliki melalui promosi offline maupun online melalui berbagai media sosial,” jelas Prof. Sunardi.

3. Tantangan menggaet mahasiswa

Kampus-4-Universitas-Ahmad-Dahlan.jpg
Kampus UAD. (Dok. Istimewa)

Menjadi tantangan juga seleksi mahasiswa baru saat ini adalah memastikan bisa menyelami perilaku generasi Z. Harus cermat mengamati apa yang mereka rasakan, apa yang mereka sukai, apa yang mereka mau. “Kita mesti menyesuaikan diri, mendekati mereka, karena merekalah pasar kita saat ini. Dalam hal promosi misalnya, jangan sampai kita salah tempat untuk "jualan", salah menjual kepada customer, mismatch antara yang camaba inginkan dengan kemasan yang kita jual. Apa yang kita jual betul-betul yang mereka inginkan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri selain persaingan dengan PT lain,” ucap Prof. Sunardi.

Pihaknya bersyukur saat ini, penerimaan maba di UAD terutama dalam 3 tahun terakhir secara umum berjalan normal dan baik, relatif stabil. Tiap tahun memang ada naik-turun, tapi menurut Prof. Sunardi perbedaannya tidak sangat mencolok, masih dalam batas kewajaran.

“Hal ini mungkin terjadi karena ada pengaruh dinamika eksternal yang di luar kontrol kami, kompetisi yang makin tinggi sesama PTS maupun PTN-BH, demikian juga daya beli masyarakat. Maba dari PMB UAD tahun 2025 ini sekitar 4.300. Angka ini naik dari tahun 2024 sekitar 4.000, atau hampir sama dengan maba tahun 2023 sekitar 4.400,” kata Prof. Sunardi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Pemkab Bantul Gencarkan Makan Ikan untuk Turunkan Angka Stunting

27 Sep 2025, 18:01 WIBNews