GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama 

Rutin berkomunikasi dengan masyarakat Jogja

Hidup di dalam benteng kraton tidak membuat GKR Hemas hidup berleha-leha. Bahkan kata istirahat jauh dari kehidupan per harinya.
Saat IDN Times bertemu pada Senin (6/3/2023), Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta ini mempunyai jadwal yang sangat padat.
Dimulai pukul 10.00 WIB, jadwal GKR Hemas baru berakhir pada pukul 16.00 WIB. "Tadi pagi, saya ada acara dalam rangka Hari Kartini mengajak ibu-ibu untuk belajar tulisan dan bahasa Jawa. Jadi untuk mengembangkan tulisan Jawa. Saat ini kan sudah digital, Jadi mudah dipelajari, nah ibu-ibu kan harus mengajari putra-putrinya, sehingga dengan mudah mereka bisa belajar," papar GKR Hemas.

1. Rutin berkomunikasi dengan masyarakat

GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama ANTARA FOTO/Luqman Hakim

GKR Hemas bertutur menjadi ibu rumah tangga saja tidak cukup baginya. Untuk itu harus tetap bisa berkomunikasi dengan masyarakat. Hal ini untuk mencari tahu, apa saja keinginan dan bantuan yang dibutuhkan oleh warga secara langsung.

"Saya harus tetap bisa berkomunikasi dengan masyarakat di luar. Jadi begitu ke dalam (kraton), saya tahu bahwa kebutuhan masyarakat luar itu banyak. Sehingga saya mencoba membawa anak-anak untuk bisa mengerti bahwa di luar sana itu masih banyak orang yang membutuhkan."

2. Mulai organisasi di Yayasan Sayap Ibu

GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama Anggota DPD RI dan Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas (kiri), dan Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis (kanan). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).

Di awal tahun 80-an, ibu dari lima putri ini memulai kegiatan beroganisasi di Yayasan Sayap Ibu. Tak hanya seorang diri, GKR Hemas memprakarsai pendirian Rumah Singgah bagi perempuan korban kekerasan yang diberi nama Rekso Dyah Utami. Ia juga mengajak putrinya untuk terjun langsung menolon perempuan dan anak. 

Tak hanya aktif di bidang sosial, mulai tahun 2004, perempuan bernama asli Tatiek Dradjad Suprihastuti ini mulai terjun di bidang politik sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

"Ternyata banyak kepentingan politik yang lain untuk Jogja, sehingga saya mengatakan masih ada celah yang dimainkan secara politis. Saya berjuang di Mahkamah Konstitusi dan berhasil. Juga UU Keistimewaan itu tidak boleh ada kepentingan politik, selain untuk kepentingan masyarakat Jogja."

Baca Juga: GKR Hemas Ingatkan Warga Cangkringan untuk Tak Menambang Pasir Merapi

3. Berjuang mengesahkan UU Keistimewaan

GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama ANTARA FOTO/Agus Salim

GKR Hemas menerangkan posisinya sebagai permaisuri tidak langsung bisa memuluskan perjuangannya. Ia memberi contoh perjuangan pengesahan UU Keistimewaan.

"Tahun 2010 sampai 2012 itu penuh perjuangan. Sebetulnya (draft UU Keistimewaan) diajukan dari tahun 2000, berarti 12 tahun, baru kami dapatkan. Cukup panjang, 2 periode anggota legislatif dan presiden yang sudah berganti," terangnya.

4. Perjuangan mahasiswa luar DIY peroleh Vaksin COVID-19

GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai istri Gubernur DIY, GKR Hemas ikut berpartisipasi dalam penanggulangan pandemik COVID-19. Perempuan yang biasa dipanggil dengan Ibu Ratu itu menceritakan pemberian vaksinasi COVID-19 yang sulit didapatkan para mahasiswa yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Mahasiswa yang belum divaksin banyak, karena mereka gak punya KTP Jogja. Saya buka waktu itu, saya dapat 1.600 mahasiswa akhirnya mereka mau vaksin pakai pakaian daerah. Mereka mencirikan ini lho saya orang Aceh, saya orang daerah yang lainnya. Jadi dia punya identitas kebanggaan yang luar biasa, sebagai anak Indonesia yang sekolah di Jogja," tutur GKR Hemas. 

5. Perjuangan sejumlah hal menyangkut DIY

GKR Hemas, Jalankan Peran Permaisuri, Ibu dan Senator secara Bersama Ilustrasi Tugu Pal Putih Yogyakarta (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

GKR Hemas menuturkan saat ini DIY masih mempunyai sejumlah masalah yang harus diperjuangkan. Pertama adalah undang-undang yang tidak ramah dengan daerah. "Istilahnya ramah dengan daerah. Masih banyak gitu lho, gak perlu saya sebutkan berapa undang-undangnya, tapi ke depan sebenanrya tinggal kita melakukan apa ya."

Kedua, sebagai kota pariwisata masih membutuhkan pengembangan, antara lain infrastruktur yang belum bisa terpenuhi. "Jogja bukan satu tempat yang sudah diprediksi jadi kota besar, gak bisa. Karena memang dulu tidak pernah direncanakan jadi kota besar, sehingga jalan gak bisa dilebarkan, ya kan kebutuhan kota untuk taman parkir saja susahnya setengah mati. Nah ini kan hal-hal seperti ini apa sih solusinya." 

GKR Hemas menuturkan yang ketiga adalah kehidupan generasi muda. Hal ini berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja di Jogja. "Anak-anak lulusan SMK Ini mau diapakan, lapangan kerja harus dibangun terus. Jangan dilarikan ke negara lain, akhirnya mereka hanya diperdaya ilmunya dan disekap, tanpa ada izin kerjanya. Jadi ini sangat menakutkan buat saya, dengan iming-iming saja mereka bisa keluar dari Indonesia."

Baca Juga: Yuk, Jalan-jalan di Kampung Wisata di Kawasan Keraton Yogyakarta   

Baca Juga: Ultah, GKR Hemas Dikado Sepeda Lokal Asal Bandung

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya