Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Cara Perguruan Tinggi di Jogja Perkuat Pencegahan Kekerasan di Kampus

Ilustrasi kekerasan seksual di lingkungan universitas (commons.wikimedia.org/Junejunia)
Ilustrasi kekerasan seksual di lingkungan universitas (commons.wikimedia.org/Junejunia)
Intinya sih...
  • Universitas di Yogyakarta memperkuat pencegahan kekerasan dengan melibatkan lintas unsur, termasuk pelatihan tim Satgas PPKPT dan Biro Layanan Psikologi.
  • Satgas PPKPT bekerja secara independen dalam menangani berbagai jenis kekerasan di lingkungan kampus, dengan mekanisme yang diatur oleh Permendikbudristek.
  • Mekanisme pelaporan dilakukan melalui hotline dan form pengaduan online, serta mendapatkan pendampingan psikologis jika diperlukan, namun masih dihadapi hambatan dari pihak luar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Tindak kekerasan di lingkungan kampus masih menjadi sorotan. Sejumlah perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengutamakan upaya pencegahan tindak kekerasan melalui Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).

Salah satunya Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta yang terus memperkuat langkah pencegahan terhadap kekerasan di lingkungan kampus, melalui berbagai strategi edukatif dan sistem pendampingan yang berkelanjutan.

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) Unisa Yogyakarta, Wantonoro, menegaskan upaya pencegahan menjadi fokus utama agar kampus tetap menjadi ruang aman bagi seluruh civitas akademika.

“Prinsip kami adalah mencegah sebelum terjadi. Pencegahan dilakukan melalui edukasi, sosialisasi, serta membangun budaya saling menghargai di lingkungan kampus. Belum terdapat laporan dugaan kekerasan secara resmi ke Satgas PPKPT periode ini,” ujar Wantonoro, Jumat (24/10/2025).

1. Libatkan lintas unsur

ilustrasi psikolog
ilustrasi psikolog (freepik.com/wayhomestudio)

Dijelaskan Wantonoro bahwa ada pelatihan yang diikuti tim Satgas PPKPT terkait dengan manajemen penanganan dan krisis. Anggota PPKPT juga terdiri dari beberapa unsur keilmuan, termasuk psikolog dan unsur lainnya, sehingga memberikan perlakuan yang komprehensif dan sesuai dengan prioritas masalah yang muncul. “Ditambah dengan Biro Layanan Psikologi Unisa Yogyakarta untuk memberikan pelayanan kepada semua sivitas yang memerlukan pelayanan,” ungkap Wantonoro.

Dirinya menyebut sejauh ini tidak ada hambatan dalam kerja PPKPT. Pihaknya pun berharap jika terjadi kekerasan, korban berani untuk memberikan keterangan yang sesuai dan bisa diadvokasi oleh organisasi kemahasiswaan jika diperlukan, dengan berita acara dan informed consent yang sesuai.

“Jika ada laporan, maka harus jelas siapa pelapor dan terduga yang dilaporkan, serta kronologi kejadian dan dokumen pendukung yanga da. Terkait dengan privasi, hanya Satgas PPKPT yang memiliki akses untuk hal tersebut, sehingga privasi akan terjaga sesuai dengan etika anggota Satgas,” ujar Wantonoro.

Saat disinggung soal independensi, Wantonoro mengatakan bahwa Satgas PPKPT ditugaskan (SK) oleh rektor, sehingga dalam melaksanakan tugas akan berkoordinasi dengan rektorat, tetapi Satgas ini bersifat independen dalam melakukan tugas secara teknis. “Tanpa intervensi dari Rektor dan hasil penelaahan akan menjadi rekomendasi yang diberikan kepada pimpinan untuk menjadi pertimbangan/dasar pengambilan keputusan pada terduga,” kata Wantonoro.

2. Bekerja secara independen

Gedung UNISA Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Gedung UNISA Yogyakarta. (Dok. Istimewa)

Ketua Satgas PPKS/PPKPT UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Ida Susi Dewanti, mengungkapkan berdasarkan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 satgas PPKS berubah nama menjadi satgas PPKPT. “Satgas PPK ini tugas dan tanggung jawabnya lebih luas  karena menangani tidak hanya kekerasan seksual namun juga jenis kekerasan yang lain (kekerasan seksual, fisik, psikis, perundungan, intoleransi, dan diskriminasi),” ujar Ida.

Tugas utama satgas PPK(S) mencegah dan menangani kekerasan (seksual) di lingkungan kampus dan mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan (seksual), melalui edukasi, penanganan laporan, pendampingan, dan rekomendasi sanksi kepada pimpinan.

“Struktur satgas dibentuk melalui mekanisme seperti yang terdapat dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang satgas PPKS (dahulu)  dan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang satgas PPK,” ujar Ida.

Mekanisme pembentukan satgas PPK(S) hampir sama. Dimulai pembentukan sekretariat atau tim seleksi yang membuka  pendaftaran calon, seleksi, penetapan calon, mengirim nama calon ke kementrian untuk dilakukan assessment dan penetapan hasil seleksi anggota satgas. “Satgas bekerja secara independen, kendali dari pihak rektorat berkaitan dengan anggaran dan sarpras,  karena satgas berada di bawah koordinasi Warek 3 bidang kemahasiswaan dan kerja sama,” ucap Ida.

3. Mekanisme pelaporan hingga tantangan

ilustrasi laporan (Pexels.com/Pixabay)
ilustrasi laporan (Pexels.com/Pixabay)

Ida menjelaskan untuk mekanisme pelaporan melalui hotline yang disediakan oleh satgas dan mengisi form pengaduan secara online. Laporan yang masuk akan diidentifikasi oleh satgas apakah masuk kategori yang bisa ditangani oleh satgas atau pihak lain, misal komisi etik atau jurusan. Jika masuk kategori yang bisa ditangani satgas, satgas akan melakukan pemanggilan dan klarifikasi kepada pelapor, selanjutnya memerikasa terlapor, menganalisis hasil pemeriksaan dan mengklasifikasi dalam kelompok pelanggaran berat, sedang atau ringan. Selanjutnya melaporkan hasil dan rekomendasi ke pimpinan fakultas atau iuniversitas berkenaan dengan rekomendasi sanksi yang diberikan. “Laporan yang diterima dua tahun terakhir relatif turun, kurang dari 10 kasus,” ungkap Ida.

Diungkapkan Ida, Satgas di UPN ‘Veteran’ Yogyakarta juga mendapatkan pelatihan psikologis dan bisa mengajukan untuk mendapatkan pendampingan psikologis jika diperlukan. Sejauh ini hambatan utama yang dihadapi adalah seringkali datang dari pihak luar, misalnya pelapor atau terlapor yang justru membuka kasus tersebut secara luas. Pimpinan universitas sendiri tidak banyak intervensi bahkan sangat mendukung ketugasan satgas.

“Untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan pelapor atau korban, satgas tidak membuka identitas dari korban bahkan pimpinan juga tidak tahu siapa korbannya secara detail. Seringkali yang membuka justru teman-teman korban dan terlapor, atau justru korban sendiri yang membuka dirinya ke publik,” kata Ida.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
Paulus Risang
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Amanda Eka Lupita Mahasiswa UGM Lulus S2 Termuda, Ini Rahasianya

24 Okt 2025, 18:15 WIBNews