Pakar UGM Soroti Penyebab Munculnya Masalah Royalti Lagu: Tak Transparan!

- Pencipta lagu berhak atas hak moral dan ekonomi
- Permasalahan muncul karena kurang transparan
- Pengaturan hukum sudah ditetapkan, tapi praktik masih bermasalah
Yogyakarta, IDN Times – Polemik mengenai pembayaran royalti lagu menjadi sorotan publik. Pelaku usaha mengaku terkejut tentang kewajiban membayar royalti tahunan. Aturan ini merujuk Undang-Undang No28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menetapkan pencipta maupun pemilik hak terkait berhak atas imbalan ketika karya mereka digunakan secara komersial. Tak hanya lagu, hak cipta mencakup karya berupa buku, lukisan, fotografi, hingga bentuk lainnya.
1. Pencipta lagu berhak atas hak moral dan ekonomi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Laurensia Andrini Ph.D., menjelaskan setiap karya cipta memiliki hak royalti. Ia menegaskan pencipta lagu berhak atas dua hal, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral berkaitan dengan pengakuan pencipta lagu, sementara hak ekonomi terkait dengan pemanfaatan karya untuk kepentingan publik.
“Jadi, kenapa seseorang berhak atas royalti, utamanya karena dia punya hak cipta terhadap lagu yang dia ciptakan,” terang Andrini atau kerap disapa Ririn, dikutip laman resmi UGM, Sabtu (23/8/2025).
2. Permasalahan muncul karena kurang transparan

Ririn menilai masalah royalti mencuat karena tidak semua dana sampai ke musisi atau pencipta lagu. Tantangan utama datang dari dua pihak, yaitu lembaga pengelola yang belum transparan serta pelaku usaha yang belum menyadari kewajiban pembayaran.
“Sebenarnya kalau menurut saya ini permasalahan sistemik. Ketidaktransparanan ini bisa disebabkan karena tidak adanya mekanisme transparansi yang ditetapkan. Di sisi lain, pengguna sendiri juga tidak merasa hal ini adalah sebuah kewajiban,” imbuhnya.
Ia menambahkan, meski ketentuan tarif royalti sudah ditetapkan sejak 2016, praktik di lapangan masih menemui kendala. Pihak pengguna seharusnya melaporkan frekuensi pemutaran lagu setiap bulan sebelum membayar royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). “Jadi, secara normatif pelaku usaha yang melaporkan,” ungkap Ririn.
3. Pengaturan hukum sudah ditetapkan, tapi praktik masih bermasalah

Ririn menjelaskan pembayaran royalti diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2021. Mekanisme distribusi dilakukan melalui LMKN yang menyalurkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) musisi terkait. Namun, ia menyebut masih banyak persoalan yang dipengaruhi oleh budaya hukum di Indonesia. “Di Indonesia kolektif komunal jadi kepemilikannya bukan kepemilikan individu,” jelasnya.
Ririn menegaskan, secara hukum LMKN wajib melakukan audit keuangan dan kinerja minimal setahun sekali, lalu hasilnya diumumkan ke publik melalui media cetak nasional dan elektronik.