Pakar Desak Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

- Perlu peningkatan kesadaran soal risiko konsumsi gula, terutama terkait diabetes dan hipertensi
- Belajar dari pengalaman internasional Filipina yang menerapkan cukai gula berhasil menurunkan konsumsi minuman berpemanis sekaligus meningkatkan pendapatan negara
Sleman, IDN Times – Konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula kian meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes dan hipertensi. Sayangnya, promosi produk makanan dan minuman berpemanis itu sering menyamarkan kadar gula yang tinggi.
Dalam seminar bertajuk “Si Manis Bikin Krisis: Menelisik Dampak Cukai MBDK dari Sisi Ekonomi, Kesehatan, & Hukum” di FEB UGM, Selasa (23/9/2025), sejumlah pakar mendorong pemerintah segera menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Kebijakan ini dinilai mampu menekan beban kesehatan sekaligus memperkuat sistem jaminan sosial.
1. Perlu peningkatan kesadaran soal risiko konsumsi gula

Ketua Health Promoting University (HPU) UGM, Prof. Yayi Suryo Prabandari, menegaskan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak konsumsi gula berlebih. “KIta perlu mendorong kesadaran hidup sehat di kalangan mahasiswa dan masyarakat, terutama terkait konsumsi gula yang tinggi karena berisiko terkena penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi semakin meningkat,” katanya dilansir laman resmi UGM.
Nadia Putri Febriansyah dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menambahkan, isu cukai MBDK harus menjadi perhatian bersama karena menyangkut kepentingan masyarakat luas dan memerlukan kolaborasi lintas sektor.
2. Industri dituding gunakan strategi pemasaran menyesatkan

Nida Adzillah Auliani menyoroti praktik industri yang kerap menonjolkan vitamin atau kalsium dalam promosi produk, tapi mengabaikan kadar gulanya. “Lingkungan kita sudah membentuk obesogenic environment yang membuat masyarakat semakin mudah mengkonsumsi produk tinggi gula,” jelasnya.
Menurut Nida, kebijakan cukai MBDK bukan hanya instrumen fiskal, melainkan upaya kesehatan masyarakat untuk menekan prevalensi obesitas dan diabetes yang terus meningkat.
3. Belajar dari pengalaman internasional

Maria Fatima A. Villena dari Action for Economic Reform (AER) Filipina membagikan pengalaman negaranya menerapkan cukai gula. Ia menyebut kebijakan itu berhasil menurunkan konsumsi minuman berpemanis sekaligus meningkatkan pendapatan negara. “Cukai MBDK terbukti membawa dampak ganda, menekan beban kesehatan sekaligus memperkuat jaminan sosial,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Supriyati mengingatkan bahwa penyakit tidak menular kini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, dengan gula berlebih sebagai faktor risiko. Dari sisi ekonomi, Dr. Novat Pugo Sambodo menjelaskan, cukai bertujuan utama mengendalikan konsumsi, bukan sekadar menambah penerimaan negara. Sedangkan Dr. Arvie Johan menekankan perlunya kepastian hukum agar kebijakan ini efektif dan berkelanjutan.
Meski didorong banyak pihak, pemerintah memutuskan menunda penerapan cukai MBDK yang semula direncanakan pada 2025. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan kebijakan baru akan dijalankan pada 2026. Akibat penundaan ini, negara diperkirakan kehilangan potensi penerimaan Rp3,8 triliun.
DJBC memastikan akan mencari kompensasi dari pos penerimaan lain, termasuk bea keluar CPO yang tengah naik. “Kami akan mencari dari sumber penerimaan lain, baik dari cukai maupun bea masuk dan bea keluar. Kebetulan, harga CPO (crude palm oil) terus naik, sehingga bisa meningkatkan penerimaan dari bea keluar,” ujar Nirwala di Gedung Bea Cukai, Senin (23/6/2025).