Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bagaimana Cuaca Memengaruhi Emosi Kita? Ini Penjelasannya

ilustrasi hujan di malam hari (unsplash.com/masahiro miyagi)
Intinya sih...
  • Persepsi subjektif terhadap cuaca memengaruhi suasana hati lebih dari kondisi cuaca itu sendiri.
  • Cuaca ekstrem seperti suhu tinggi atau rendah, kelembapan tinggi, hujan, dan kabut dapat memperburuk suasana hati serta meningkatkan tingkat stres.
  • Cuaca juga berdampak pada kesehatan mental, terutama pada kondisi seperti seasonal affective disorder (SAD) dan dapat memicu perilaku agresif.

Cuaca sering dianggap sebagai salah satu faktor yang memengaruhi suasana hati. Ketika matahari bersinar cerah, kita merasa lebih antusias. Sebaliknya, hujan atau udara dingin sering dikaitkan dengan suasana hati yang murung.

Tapi, apakah hubungan ini benar-benar sedalam itu? Beberapa penelitian memberikan perspektif yang menarik tentang bagaimana cuaca memengaruhi emosi kita, dan ternyata jawabannya lebih kompleks dari yang kita duga. Yuk, kita ulas lebih lanjut!

1. Perbedaan persepsi terhadap cuaca

ilustrasi melihat cuaca (pexels.com/Fernanda Latronico)

Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada BMC Psychology menunjukkan bahwa persepsi subjektif seseorang terhadap cuaca lebih memengaruhi suasana hati dibandingkan kondisi cuaca itu sendiri. Dalam studi ini, peserta diminta melaporkan bagaimana mereka merasakan suhu dan kenyamanan saat berada di luar ruangan, sementara data cuaca objektif seperti suhu, kelembapan, dan tekanan udara dicatat secara bersamaan.

Hasilnya mengejutkan. Meskipun suhu mencapai lebih dari 32°C, beberapa peserta merasa nyaman, sedangkan pada suhu 23°C, ada yang merasa tidak nyaman. Penelitian ini menemukan bahwa ketidaknyamanan terhadap suhu sering kali dikaitkan dengan emosi negatif seperti kelelahan dan stres.

Namun, penting dicatat bahwa ini hanya berlaku jika seseorang merasa terganggu oleh suhu tersebut. Jadi, panas terik tidak selalu membuat semua orang merasa tidak nyaman.

Dilansir Psychology Today, temuan ini menegaskan bahwa persepsi dan kenyamanan individu lebih besar pengaruhnya daripada kondisi cuaca objektif. Faktor-faktor seperti komposisi tubuh, usia, kebugaran fisik, hingga hormon turut berperan dalam bagaimana kita merasakan cuaca.

2. Cuaca ekstrem dan dampaknya pada emosi

ilustrasi cuaca panas (pexels.com/Oleksandr P)

Cuaca ekstrem, seperti suhu yang terlalu tinggi atau rendah, tidak hanya memengaruhi kenyamanan tetapi juga suasana hati secara signifikan. Menurut PsychCentral, suhu ekstrem di bawah 10°C atau di atas 21°C sering diasosiasikan dengan suasana hati yang negatif. Kelembapan tinggi, hujan, dan kabut juga dapat memperburuk suasana hati seseorang.

Selain itu, cuaca ekstrem dapat meningkatkan tingkat stres. Misalnya, hujan deras di daerah rawan banjir dapat memicu kecemasan, sementara panas berlebihan sering dikaitkan dengan meningkatnya agresi. Sebuah penelitian tahun 2018 menemukan bahwa kekerasan cenderung meningkat seiring naiknya suhu. Bahkan, hipotesis “heat hypothesis” menyebutkan bahwa suhu tinggi dapat memengaruhi fungsi kognitif dan menambah ketegangan sosial.

3. Seasonal affective disorder (SAD) dan faktor biologis

ilustrasi seasonal affective disorder (SAD) (pexels.com/Renato)

Cuaca juga dapat berdampak pada kesehatan mental, terutama pada kondisi seperti seasonal affective disorder (SAD). Dilansir PsychCentral, SAD merupakan gangguan suasana hati yang muncul secara musiman, biasanya selama musim hujan atau panas. Penurunan paparan sinar matahari pada musim hujan, misalnya, dapat mengganggu ritme sirkadian tubuh, mengurangi produksi serotonin, dan meningkatkan melatonin, yang semuanya berkontribusi pada perasaan depresi.

Namun, tidak semua orang merasakan dampak yang sama. Beberapa orang lebih sensitif terhadap perubahan cuaca, yang disebut meteoropati. Sensitivitas ini dapat memicu gejala seperti sakit kepala, insomnia, dan iritabilitas.

Dalam beberapa kasus, cuaca bahkan dapat memengaruhi perilaku agresif, seperti yang dijelaskan dalam studi terbaru dari Korea Selatan tahun 2023.

4. Tidak ada "cuaca yang ideal"

ilustrasi bahagia saat hujan (pexels.com/Yan Krukau)

Dengan semua data ini, satu hal yang jelas: tidak ada “cuaca yang ideal” yang cocok untuk semua orang. Persepsi kita terhadap cuaca sangat subjektif dan dipengaruhi oleh faktor biologis, kepribadian, hingga budaya. Sebagai contoh, budaya yang mengaitkan hujan dan dingin dengan sesuatu yang “buruk” dapat membuat kita lebih mudah merasa sedih saat cuaca mendung.

Pada akhirnya, tidak ada cuaca yang ideal untuk semua orang. Persepsi kita terhadap cuaca dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi fisik, kepribadian, dan budaya. Kenyamanan dan kebahagiaan kita sangat subjektif, dan cuaca hanya salah satu dari banyak faktor yang memengaruhinya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us