Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kasus Keracunan MBG di Mlati Sleman, Sampel Makanan Sekolah Diperiksa

ilustrasi penelitian di laboratorium
ilustrasi penelitian di laboratorium (pexels.com/Edward Jenner)
Intinya sih...
  • SPPG Mlati distribusikan MBG ke 14 sekolah di wilayah Sinduadi, hasil uji laboratorium baru keluar minimal 7 hari.
  • Dinkes Sleman terus dorong SPPG kantongi SLHS dan mendorong pengurangan porsi produksi per SPPG serta penerapan pola masak sesuai standar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mengambil dan memeriksa sampel hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diduga memicu kasus keracunan pada tiga sekolah yang terjadi akhir pekan lalu.

Dugaan kasus keracunan ini dialami para siswa MAN 3 Sleman, SMPN 2 Mlati serta SD Jombor Lor. Total korban hingga Jumat (24/10/2025), tercatat mencapai 215 orang.

Selain itu, tujuh guru di SMPN 2 Mlati juga mengalami gejala keracunan karena mengonsumsi hidangan MBG yang tak dimakan siswa.

1. SPPG Mlati distribusikan MBG ke 14 sekolah

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama. IDN Times/Siti Umaiyah

Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Cahya Purnama mengatakan, pihaknya mengambil sampel hidangan MBG yang diproduksi dan didistribusikan sekolah oleh unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Sinduadi, Mlati, Kamis (23/10/2025).

SPPG Mlati mendistribusikan MBG untuk 14 sekolah di wilayah Sinduadi, Mlati. Namun sejauh ini kasus dugaan keracunan baru terjadi di tiga satuan pendidikan.

"Yang diambil sampelnya tahu balado, opor ayam, nasi, acar wortel, anggur," kata Cahya, Selasa (28/10/2025).

2. Hasil uji laborarorium baru keluar minimal 7 hari

Menurut Cahya, hasil uji laboratorium umumnya baru keluar setelah sepekan atau sekitar 10 hari. Alasannya, pemeriksaan butuh waktu untuk membiakkan dan melihat jenis bakteri apabila terdapat patogen pada makanan.

Metode pemeriksaan ini berbeda dengan yang dilakukan setiap SPPG, yang memanfaatkan panca indera manusia seperti mata, hidung, mulut, dan peraba untuk memeriksa warna, bau, rasa, dan tekstur.

"Tapi kalau untuk melihat itu mengandung bakteri, ya harus diambil sampelnya kemudian dibiakkan dulu. Nah itu butuh waktu, tidak bisa serta-merta (instan hasilnya)," terang Cahya.

3. Terus dorong SPPG kantongi SLHS

Ilustrasi MBG. (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Ilustrasi MBG. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Cahya tak menampik kejadian pekan lalu menambah deretan kasus gejala keracunan terjadi di Kabupaten Sleman. Ia meyakini risiko keracunan bisa ditekan dengan pengurangan porsi produksi per SPPG, termasuk penerapan pola masak sesuai standar oleh setiap dapur MBG.

Selain itu, Dinkes Sleman turut mendorong setiap SPPG segera memproses kepemilikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Pemkab pun turut memberikan pelatihan kepada penjamah makanan di setiap dapur MBG dan rangkaian persyaratan lain untuk mengantongi SLHS.

"Baru berproses. Sampai saat ini baru berproses, yang sudah berproses banyak, tapi yang keluar (dapat SLHS) belum," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Malam Ini Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo Ditahan di Lapas Wirogunan

28 Okt 2025, 22:11 WIBNews