Mahasiswa UNY Manfaatkan Ampas Tebu Jadi Masker Nanofiber

Diklaim lebih efektif dari masker N95

Sleman, IDN Times - Sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menciptakan masker nanofiber dari bahan ampas tebu. Para mahasiswa tersebut terdiri dari Siti Mustika Ayu, Inten Widyaningrum, dan Dayu Arinda dari Prodi Kimia, serta Intan Tri Wahyuni dan Keysa Havida Nugraha dari Prodi Pendidikan Biologi.

Ayu mengungkapkan, adanya erupsi gunung api di Indonesia seringkali disertai dengan munculnya abu vulkanik yang menyebabkan penurunan kualitas udara di area sekitar gunung. Untuk mengurangi paparan abu vulkanik masyarakat di sekitar gunung api umumnya menggunakan masker salah satunya masker N95.

Namun ternyata masker N95 masih belum efektif dalam menyaring debu vulkanik karena masker N95 hanya mampu menyaring debu dengan ukuran 300 nm. Untuk itu, dirinya bersama tim mengembangkan masker dengan ukuran pori kurang dari 300 nm agar lebih efektif dalam menyaring debu vulkanik.

"Selain itu, kandungan polimer berbahan plastik dalam masker N95 menyebabkan masker sulit terdegradasi dalam tanah. Penumpukan limbah masker medis berpotensi menjadi sumber mikroplastik baru. Untuk itu diperlukan pengembangan masker dari polimer yang mudah terbiodegradasi," ungkapnya.

Baca Juga: Mahasiswa UNY Bikin Dompet Antimaling Berteknologi Bluetooth

1. Kandungan selulosa pada ampas tebu bisa dimanfaatkan untuk pembuatan nanofiber

Mahasiswa UNY Manfaatkan Ampas Tebu Jadi Masker NanofiberIlustrasi tanaman tebu (pixabay.com/joaolimafotografias)

Di lain sisi, Ayu dan tim melihat jika penggunaan limbah ampas tebu jika tidak diolah dengan benar dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Di mana setiap 1 ton tanaman tebu, akan menghasilkan 100 kg ampas tebu kering yang mengandung kadar selulosa 40 persen. Kandungan selulosa sendiri sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nanofiber.

"Nanofiber yang memiliki ukuran permukaan dengan dimensi antara 1-100 nm dapat dijadikan alternatif untuk menyaring debu vulkanik," katanya.

Ayu mengungkapkan, nanofiber dapat dibuat dari selulosa yang berasal dari dinding sel tumbuhan yang diekstraksi menghasilkan serat berukuran nano. Dalam mengubah selulosa menjadi nanoselulosa dapat menggunakan perlakuan awal dengan alkali, kemudian diikuti dengan hidrolisis enzimatik untuk menghilangkan lignin dan membatasi degradasi karbohidrat dibandingkan dengan metode kimia lainnya.

2. Bahan dan alat yang diperlukan

Mahasiswa UNY Manfaatkan Ampas Tebu Jadi Masker NanofiberTebu sebagai pengganti squalane minyak hati hiu yang lebih ramah lingkungan. Ilustrasi (unsplash.com/Victoria Priessnitz)

Keysa Havida Nugraha mengatakan, uji coba pembuatan masker ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA, UNY. Untuk prosedur perlakuan awal dan metode enzimatik, serta riset secara mandiri dilakukan di Bantul.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat masker ini diantarnya ampas tebu, KOH, air deionisasi, buffer asetat, xilanase, tissue, koran bekas, alkohol 70 persen, etanol, tanah, dan kain kasa. Sedangkan alat yang dipakai adalah SEM (Scanning Electron Microscopy), FTIR (Fourier Transformed Infrared Spectroscopy), sentrifugasi, blender, ayakan 150 mesh, hot plate dan magnetic stirrer, penangas, termometer, stopwatch, neraca analitik, keranjang, beaker glass.

"Selain itu alat lain yang diperlukan labu takar, set peralatan refluks, botol flakon, erlenmeyer, loyang, gelas arloji, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, pengaduk, dan spatula," katanya.

3. Langkah pembuatan masker

Mahasiswa UNY Manfaatkan Ampas Tebu Jadi Masker NanofiberMahasiswa UNY menciptakan masker dari bahan ampas tebu. (Dok. Humas UNY)

Untuk pembuatan masker diperlukan langkah sebagai berikut. Pertama, ampas tebu dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan alkohol. Selanjutnya, mengeringkan ampas tebu pada oven pada suhu 60 derajat Celsius selama 24 jam. Ampas tebu yang telah kering diayak menggunakan ayakan 150 mesh. Kemudian, serat ampas tebu didelignifikasi dengan KOH 5 persen 1:20 (ampas tebu : larutan). Pada tahap ini, dihasilkan selulosa kemudian dicuci hingga netral dan dikeringkan dengan penyaring buchner.

Kemudian ampas tebu pada konsentrasi 25% b/v ditambahkan ke buffer asetat dengan pH 6. Enzim xilanase sebanyak 35,24 mg dilarutkan kedalam 70 mL, kemudian setiap 1 menit ditetesi 1 mL larutan xilanase.

"Campuran diaduk pada suhu 45°C yang divariasikan selama 12 jam, 24 jam, dan 48 jam menggunakan hot plate. Setelah itu, suspensi dikenakan penangas termostatik yang diatur ke 80°C selama 30 menit, untuk mendenaturasi enzim," terangnya.

Lalu, pulp yang tersisa dicuci dengan air deionisasi dan dipisahkan dengan sentrifugasi berkecepatan 300 rpm selama 15 menit. Nanofiber ampas tebu dihidrolisis dengan metode enzimatik menggunakan enzim xilanase dengan variasi waktu 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Setelah diberi perlakuan enzimatis, enzim secara efisien dapat menghidrolisis hemiselulosa, memecah struktur serat dan membelah ikatan sehingga terbentuk serat nano, dengan diameter 31.0 ± 10.0 nm.

"Penyaringan debu vulkanik dengan masker berbahan dasar nanofiber selulosa dari ampas tebu melalui metode enzimatik memiliki diameter 31.0 ± 10.0 nm akan lebih efektif dalam menyaring debu vulkanik berskala 2µm-300µm," paparnya.

Menurut Keysa, agar mendapatkan hasil yang maksimal, masih diperlukan penelitian lanjutan berupa uji aktivitas antimikroba pada produk nanofiber selulosa ampas tebu agar didapatkan produk masker yang baik.

Baca Juga: Mahasiswa UNY Rancang Pendeteksi Kerumunan dengan Pengeras Suara 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya