Pemkot Respons Menteri LH yang Dongkol Lihat Tumpukan Sampah di Jogja

- Pemerintah Kota Yogyakarta merespons rencana Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq untuk memanggil pejabat pemkot guna mengusut polemik sampah di Depo Mandala Krida, Umbulharjo.
- Depo sampah di Kota Yogyakarta tak terelakkan karena keterbatasan lahan, hanya ada 4 tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) yang mampu mengolah 140 ton dari total 200 ton sampah per hari.
- Pemkot enggan membuat warganya terusik dengan keberadaan TPST yang dekat pemukiman warga, namun klaim sudah menunjukkan kemajuan dibanding saat awal-awal penutupan TPA Piyungan.
Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota Yogyakarta buka suara merespons Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, yang dongkol melihat buruknya kondisi pengelolaan sampah di Kota Gudeg, khususnya depo Mandala Krida, Umbulharjo.
Pj Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, tak ambil pusing soal pernyataan Hanif yang akan memanggil pejabat pemkot guna mengusut polemik sampah ini. "Ya nggak apa-apa, kami kan nanti bisa klarifikasi. Kami udah berbuat sudah berusaha cuma belum bisa meng-clear-kan," kata Sugeng saat dihubungi, Senin (18/11/2024).
1. Lahan terbatas, cuma bisa punya empat TPST

Sugeng menjelaskan, masalah sampah di Kota Yogyakarta cukup rumit. Dia menyebut situasi penumpukkan sampah di depo saat ini tak terelakkan.
Dia menyebut, ada faktor keterbatasan lahan di wilayah Kota Yogyakarta sehingga pihaknya cuma bisa mendirikan empat tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) saja, yakni Nitikan, Kranon, Karangmiri, dan Sitimulyo.
"Sampah di Jogja ini kan 200 ton per hari, sementara untuk tempat pengelolaan sampah ini kan kami sulit, kami enggak punya lahan untuk itu, (TPST) yang ada sekarang itu baru mampu (mengolah) sekitar 140 ton," jelas Sugeng.
"Jadi kalau depo masih ada (sisa sampah), kami kira ya memang kondisi saat ini kami mohon maaf karena memang sebagai transit poin kekurangan kemampuan penyelesaian sampah itu kan masih ada di depo," sambungnya.
2. Tiga TPST dekat pemukiman warga
Faktor lain, jelas Sugeng, adalah karena pemkot juga enggan membuat warganya terusik dengan keberadaan TPST. Lokasi TPST yang dekat pemukiman warga membuat pemkot harus bekerja dengan penuh kehati-hatian. Salah satunya, membatasi pengangkutan sampah ke TPST.
Salah langkah, kata Sugeng, bisa-bisa warga justru malah menolak keberadaan TPST tersebut. "Tempat ini berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk, kami juga tidak mungkin memproses sampai 24 jam karena ada kebisingan lah ada ini," ucapnya.
3. Klaim sudah jauh lebih mendingan

Terlepas dari segala kendala itu, Sugeng mengklaim Pemkot Yogyakarta sudah cukup menunjukkan kemajuan dibandingkan saat awal-awal penutupan TPA Piyungan. Sugeng pun membeberkan buktinya. Antara lain, situasi sampah yang tak lagi terlalu menumpuk di depo-depo.
Selain itu, kata dia, pengambilan sampah sekarang ini sudah bisa dilakukan setiap hari, sementara dahulu memakai sistem penjadwalan atau berkala.
"Yang terpenting kan kami sudah tidak seperti dulu di depo itu sampai menggunung, sekarang kan sudah tiap hari selalu kita kondisikan," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bakal memanggil pejabat Pemkot Yogyakarta dan bahkan mengerahkan tim penyidik serta pengawas lingkungan hidup guna menyelidiki masalah sampah di Kota Yogyakarta.
Dia geram usai melihat tumpukan sampah di Depo Mandala Krida, Senin (18/11/2024) pagi tadi. Menurutnya, pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta semrawut.
Eks Dirjen Planologi KLHK itu pun tak segan akan menyeret pihak yang bertanggung jawab atau lalai atas permasalahan ini ke jalur hukum mengacu pada regulasi pengelolaan sampah.
"Jika terbukti ada pelanggaran, saya akan menyeret pihak yang bersalah ke jalur hukum sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008," kata Hanif.