Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gunungan Bromo, Warisan Sakral Penuh Makna dalam Garebeg Mulud Dal

Gunungan Bromo. (Dok. Istimewa)
Gunungan Bromo. (Dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Gunungan Bromo adalah simbol api semangat yang dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi, khusus untuk Raja Keraton Yogyakarta.
  • Prosesi Garebeg Mulud Tahun Dal 1959 menampilkan enam jenis gunungan, dengan Gunungan Bromo sebagai yang paling istimewa dan sakral.
  • Rangkaian sebelum Garebeg Mulud melibatkan prosesi Mbusanani Pusaka, Prosesi Bethak, Pisowanan, dan Prosesi Bedhol Songsong sebagai pengingat akan sejarah, seni, dan spiritualitas Keraton Yogyakarta.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Suasana sakral menyelimuti Kompleks Kedhaton Keraton Yogyakarta ketika prosesi pembagian Gunungan Bromo Hajad Dalem Garebeg Mulud Dal 1959, Jumat (5/9/2025). Gunungan Bromo, sedekah khusus Raja Keraton yang hanya dikeluarkan sekali setiap Tahun Dal yang berlangsung 8 tahun sekali, menjadi simbol api semangat yang dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi, menegaskan kedudukannya yang istimewa dalam tradisi Sekaten.

Kepulan asap kemenyan dari anglo di puncak gunungan menambah nuansa sakral, menghadirkan momen penuh makna. Saat tiba di Kedhaton, ubarampe pareden Gunungan Bromo pertama-tama dihaturkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas, dilanjutkan kepada GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, GKR Bendara, serta para menantu dan cucu. Setelah itu, pareden dibagikan kepada Sentana Dalem dan Abdi Dalem.

1. Gunungan bromo

Garebeg Mulud Dal
Gunungan Bromo. (Dok. Istimewa)

Gunungan Bromo berbeda dari gunungan lainnya. Berbentuk silinder tegak menyerupai Gunungan Estri, tubuhnya dibalut pelepah pisang, dengan puncak menempatkan anglo berisi arang membara untuk membakar kemenyan. Setelah didoakan di Masjid Gedhe, gunungan dibawa kembali ke Cepuri Kedhaton untuk dihaturkan kepada Sri Sultan, keluarga, dan Abdi Dalem.

“Khusus Garebeg Mulud Tahun Dal, Gunungan Bromo dibawa ke Masjid Gedhe untuk didoakan. Setelah itu, gunungan dihaturkan kembali kepada Sri Sultan dan keluarga,” ujar Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro, yang akrab disapa Kanjeng Kusumo.

2. Enam jenis gunungan

Garebeg Mulud Dal
Garebeg Mulud Dal 1959, Jumat (5/9/2025). (Dok. Istimewa)

Menurut Kanjeng Kusumo, prosesi Garebeg Mulud Tahun Dal 1959 menampilkan enam jenis gunungan: Gunungan Kakung, Gunungan Estri/Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, Gunungan Pawuhan, dan Gunungan Bromo. Sementara gunungan lain dibagikan kepada masyarakat, Gunungan Bromo memang khusus untuk Sri Sultan, keluarga, dan Sentana Dalem, menegaskan statusnya yang sakral dan istimewa.

Selain di kawal empat gajah, arak-arakan prosesi Garebeg dimeriahkan oleh 10 Bregada Prajurit Keraton, yang mengawal setiap gunungan dengan disiplin tinggi. Di antaranya, Prajurit Langenkusumo, kesatuan perempuan tangkas yang telah ada sejak 1767, memukau penonton dengan kemampuan olah wotang, keris, panahan, dan berkuda.

Prajurit lain, seperti Sumoatmaja, menjaga Miyos Dalem, Jager bertugas mengawal rombongan dari Magangan menuju Srimanganti, sementara Suranata membuka jalan dan menjadi pagar betis rombongan, menegaskan keseimbangan antara adat, seni, dan disiplin militer Keraton.

3. Rangkaian sebelum garebeg

Garebeg Mulud Dal
Garebeg Mulud Dal 1959, Jumat (5/9/2025). (Dok. Istimewa)

Sebelum Garebeg Mulud, rangkaian Hajad Dalem Sekaten Tahun Dal 1959 juga menghadirkan Prosesi Mbusanani Pusaka pada Kamis (4/9/2025), di mana para Pangeran Sentana merawat pusaka Keraton dengan mengganti busana pelindungnya, persiapan penting menjelang upacara.

Di petang hari, Prosesi Bethak yang dipimpin GKR Hemas menghadirkan momen menyejukkan: menanak nasi dalam periuk pusaka Kanjeng Nyai Mrica dan Kanjeng Kiai Blawong, yang kemudian diberikan kepada Sri Sultan pada Prosesi Pisowanan keesokan harinya. Simbol ini menegaskan kedekatan Raja dengan keluarga dan Abdi Dalem, serta kesinambungan tradisi Keraton.

Puncak prosesi berlangsung Jumat pagi (5/9/2025) saat Sri Sultan melakukan Pisowanan Garebeg Dal 1959 di Kagungan Dalem Bangsal Kencana. Dengan khidmat, Sri Sultan mengepal nasi dari periuk pusaka dan membagikannya kepada GKR Hemas, kerabat, dan abdi dalem, menjadi simbol persatuan, kebersamaan, dan kesinambungan budaya Keraton Yogyakarta.

Malam harinya, rangkaian ditutup dengan Prosesi Bedhol Songsong di Kagungan Dalem Tratag Prabayeksa, menandai selesainya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus Garebeg Mulud Tahun Dal 1959. Prosesi ini tidak sekadar ritual, tetapi pengingat bagi masyarakat akan sejarah, seni, dan spiritualitas Keraton yang terjaga berabad-abad.

Setiap prosesi sarat makna, Gunungan Bromo melambangkan sedekah Raja dan api semangat yang dijaga, Bethak menandai usaha pemimpin mewujudkan kemakmuran rakyat, dan Ngepel menyiratkan keteladanan pemimpin yang bersatu dengan rakyat, golong gilig manunggaling kawula Gusti. Pisowanan mengingatkan di balik kesederhanaan, ada teladan persatuan Raja dan rakyat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Pemda DIY Terima Sedekah Raja, Ubarampe Gunungan Garebeg Mulud

05 Sep 2025, 18:52 WIBNews