Pemda DIY Prioritaskan 6 Fokus Pembangunan, Ini Rinciannya
- Pertumbuhan ekonomi DIY diproyeksikan 5,1 persen-5,9 persen
- Pendapatan daerah disepakati Rp5,22 triliun
- KUA dan PPAS menjadi arah serta pedoman bagi seluruh perangkat daerah
Yogyakarta, IDN Times – Pembangunan di Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan diprioritaskan pada 6 fokus di tahun 2026. Adapun enam fokus utama, pertama penurunan tingkat kemiskinan. Kedua, pengembangan kehidupan ekonomi yang layak; ketiga, peningkatan kualitas sumber daya manusia; keempat, pengurangan ketimpangan sosial dan kewilayahan; kelima, penguatan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance); dan keenam, peningkatan kualitas lingkungan hidup yang aman dan berkelanjutan.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal demikian saat menyampaikan Penjelasan atas Rancangan Peraturan Daerah DIY tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DIY Tahun Anggaran 2026 dalam Rapat Paripurna DPRD DIY yang digelar Senin (8/9/2025).
Sri Sultan menjelaskan dengan arah kebijakan yang menitikberatkan pada percepatan pembangunan dan peningkatan kualitas SDM ini, pertumbuhan yang diharapkan bukan sekadar kuantitatif, tetapi juga berkualitas, merata, dan inklusif, sehingga mampu menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
“Peningkatan pertumbuhan ekonomi, dalam rangka mempercepat laju pembangunan agar selaras dengan target nasional. Penguatan produktivitas sektor unggulan, terutama pariwisata, pertanian, dan industri manufaktur. Sementara, optimalisasi pemanfaatan teknologi Informasi, diarahkan pada peningkatan efisiensi dan produktivitas di berbagai sektor strategis,” kata Sri Sultan yang hadir didampingi Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X pada Rapur DPRD DIY yang bertempat di Gedung DPRD DIY.
1. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 5,1 persen-5,9 persen

Sri Sultan menyebut berdasarkan asumsi kondisi regional, proyeksi indikator makro ekonomi DIY Tahun Anggaran 2026 untuk pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,1 persen - 5,9 persen. Sedangkan tingkat inflasi 2,1 persen - 3,5 persen, dan tingkat kemiskinan 9,97 persen - 10,38 persen.
Sri Sultan menambahkan kebijakan umum pendapatan daerah Tahun Anggaran 2026 disusun dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, khususnya dalam hal pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Pendekatan yang digunakan adalah anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) yang berorientasi pada capaian hasil (outcomes), dengan memperhatikan prestasi kerja setiap perangkat daerah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas, efektivitas, serta efisiensi penggunaan anggaran.
Pada aspek belanja daerah, kebijakan pun diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional dan daerah melalui penerapan pendekatan berbasis hasil (outcome-based budgeting) dan fokus pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu juga melalui pemenuhan belanja wajib (mandatory spending) dan pendekatan kewilayahan, dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan spesifik masing-masing kabupaten/kota.
“Sementara itu, kebijakan pembiayaan diarahkan pada penguatan investasi daerah, khususnya melalui pengeluaran pembiayaan yang mendukung kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Orientasi kebijakan ini tidak hanya pada peningkatan profit, tetapi juga pada kualitas layanan publik dan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah,” kata Sri Sultan.
2. Pendapatan daerah disepakati Rp5,22 triliun

Menurut Sri Sultan, garis besar Rancangan APBD DIY Tahun Anggaran 2026 berdasarkan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2026 yang telah disepakati bersama. Dalam RAPBD Tahun Anggaran 2026, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp5,22 triliun yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp1,79 triliun, Pendapatan Transfer sebesar Rp3,41 triliun, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah sebesar Rp7,85 miliar.
Adapun rencana Belanja Daerah sebesar Rp5,50 triliun, terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga dan Belanja Transfer. Belanja Operasi direncanakan sebesar Rp3,60 triliun, Belanja Modal sebesar Rp794,91 miliar. Belanja Tidak Terduga sebesar Rp15 miliar dan Belanja Transfer sebesar Rp1,08 triliun.
Berdasarkan kemampuan keuangan daerah tersebut di atas, Sri Sultan mengutarakan terjadi defisit sebesar Rp282,69 miliar dan direncanakan dibiayai menggunakan penerimaan pembiayaan daerah. Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2026 direncanakan sebesar Rp282,69 miliar, terdiri dari Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp442,69 miliar dan Pengeluaran Pembiayaan direncanakan sebesar Rp160 miliar.
3. KUA dan PPAS menjadi arah serta pedoman bagi seluruh perangkat daerah

Sri Sultan menjelaskan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2026 dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, serta mengacu pada Kebijakan Umum APBD (KUA) sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepakatan Nomor 3/KSP/VIII/2025 Nomor 41/K/DPRD/2025 dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepakatan Nomor 4/KSP/VIII/2025 Nomor 42/K/DPRD/2025, tertanggal 20 Agustus 2025.
Dokumen KUA yang merupakan penjabaran kebijakan pembangunan dalam RKPD Tahun 2026, menjadi acuan dalam penyusunan PPAS. Selanjutnya, KUA dan PPAS menjadi arah serta pedoman bagi seluruh perangkat daerah dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) program, kegiatan, dan subkegiatan yang akan diakomodasi dalam Rancangan APBD Tahun Anggaran 2026.
“Semoga pembahasan lebih lanjut dapat berjalan dengan baik, konstruktif, dan dapat disetujui bersama sehingga menghasilkan keputusan yang berpihak pada kepentingan masyarakat serta kemajuan Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Sri Sultan.