[WANSUS] Keresahan Yos Suprapto Menyadarkan Bangsa lewat Karya

- Yos mengkhawatirkan karyanya diambil paksa dan dihilangkan karena diturunkan saat pameran tunggal di Galeri Nasional.
- Pelukis berusia 72 tahun ini jatuh sakit pasca pembredelan, dirawat beberapa hari di rumah sakit Jogja karena terkena stroke ringan.
- Sejak adanya revolusi hijau pada tahun 1967, tanah produktif pertanian Indonesia menjadi gersang, Yos ingin mengembalikan kondisi alam seperti dulu.
Sleman, IDN Times - Suasana sejuk di kediaman seniman Yosef Suprapto, langsung terasa saat IDN Times berkunjung di rumahnya yang terletak di pojok sebuah desa di kawasan Kaliurang, Senin (6/1/2025) sore. Rumah dua lantai itu didominasi kayu, berada di tepi sebuah sungai dengan pepohonan rindang tumbuh liar di sekitar rumah.
Beberapa lukisan karyanya menghiasi beranda milik seniman yang baru-baru ini santer diperbincangkan lantaran karyanya dipaksa diturunkan saat melangsungkan pameran tunggal di Galeri Nasional, Jakarta, pada 19 Desember 2024.
Kepada IDN Times, pelukis berusia 72 tahun ini menceritakan, pascapemberedelan ia mengaku tak berani membawa pulang enam lukisan yang dipaksa diturunkan. Ia merasa khawatir, catatan sejarah yang dibuatnya akan diambil paksa dan dihilangkan.
“Ada (karya-karya yang dilarang), tapi tidak saya tempatkan di sini. Saya mengkhawatirkan ada hal-hal yang tidak saya kehendaki. Ya (kekhawatiran diambil paksa). Itu catatan sejarah yang suatu saat milik bangsa Indonesia, gak boleh dihilangkan untuk kepentingan pribadi,” tutur Yos.
Kekhawatiran itu dinilainya cukup beralasan, lantaran sebelumnya terdapat seseorang yang mengaku tertarik membeli hasil karyanya yang diberedel berjudul Konoha 1 dan Konoha 2 hingga dihargai Rp1 miliar per lukisan.
“Setelah ditelusuri orangnya tidak jelas. Saya gak tergiur dengan uang. Saya kepengin bangsa saya, bangsa Indonesia jadi bangsa cerdas. Mereka harus dibangkitkan. Saya memang sengaja angkat tema 'Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan' itu harus sampai kepada hati dan pikiran bangsa saya,” ungkapnya.
1. Keresahan tentang tanah, pangan, hingga pemerintahan Jokowi

Yos pun mengaku pascaperistiwa pemberedelan, dirinya jatuh sakit, hingga dirawat beberapa hari di rumah sakit di Jogja. Dokter menyatakan ia terkena stroke ringan. Beruntungnya saat berbincang sore itu, ia mampu bercerita dengan peristiwa yang baru satu kali dialaminya selama menjadi seorang pelukis.
“Sebetulnya kalau kita mau jujur, kita ini dibuat menjadi tanah gersang, padahal Indonesia adalah tanah yang subur di Khatulistiwa dan itu tanah pertanian kita. Dari hasil penelitian saya selama 15 tahun, itu yang tanah produktif pertanian kita menjadi tanah-tanah yang gersang,” ucapnya memulai pembicaraan.
Menurutnya, persoalan pangan dan Jokowi menjadi sebuah pertautan, satu kronologi. Negara ini disebut Yos, pernah menjadi independen sebelum mengenal pupuk kimia, orang bisa menanam bahkan ikan dan belut bisa hidup di sawah.
Namun, sejak adanya revolusi hijau yang diprakarsai tahun 1967, tidak ada lagi anak-anak menemukan belut dan ikan di sawah. Hewan-hewan mati keracunan. “Saya ingin mengembalikan lagi kondisi alam kita seperti itu. Di bawah Jokowi itu tidak mungkin,” ujar Yos.
Yos menyebut lukisannya menjadi satu tema sejak dengan yang selama ini dikerjakan. Lukisan dan instalasi yang hendak dipamerkan di Galeri Nasional beberapa waktu lalu merupakan hasil dari sebuah perenungan panjang.
“Kenapa saya memamerkan kali ini dengan judul 'Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan', ini gak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Kita harus bangkit. Kita membutuhkan kebangkitan di negeri ini, kalau kita tidak mau memiliki masa depan yang suram,” ucapnya.
2. Yos ungkapkan makna lukisannya yang diberedel

Yos pun membeberkan pemberedelan terhadap lukisannya tidak beralasan. Sebanyak enam lukisannya diturunkan dengan alasan yang tidak jelas. Ia menceritakan ada orang dari Kementerian Kebudayaan meminta lukisan yang menggambarkan wajah Jokowi diturunkan.
Pertama lukisan berjudul Konoha 1 yang menggambarkan ‘Raja Jawa’ berwajah Jokowi duduk di tahta menginjak kepala orang. Raja itu juga dilindungi orang berpakaian cokelat dan hijau. Lukisan kedua berjudul Konoha 2 yang digambarkan dua orang tidak menggunakan baju sedang makan dengan berbagai hidangan.
Yos mengungkapkan dua orang tersebut bukan bersenggama, seperti yang dituduhkan dan menjadi salah satu alasan karyanya disensor. Ketelanjangan baginya merupakan simbol yang menunjukkan kepolosan, kejujuran seseorang.
“Dengan ketelanjangan, orang serakah hanya makan dan makan. Orang lahir gak pakai baju. Tuhan menciptakan itu kepolosan, kejujuran. Itu ketelanjangan simbol dari kejujuran,” kata Yos.
"Sebelum dipamerkan saya pun sudah mengusulkan wajahnya ditutup memakai topeng, kemudian ditutup tirai hitam," lanjutnya.

Karya lainnya yang dilarang yaitu Jokowi yang digambarkan seperti tokoh pewayangan Sukrasana terbang membawa tahta IKN, melewati laut. Sukrasana adalah putera Resi Suwandani, ia berwujud raksasa kerdil, namun memiliki kesaktian luar biasa.
Yos mengaku tidak mendapat alasan yang jelas mengapa karyanya dilarang. Lukisan yang diminta diturunkan dinilai mengganggu publik dengan persepsi mereka. “Alasan gak masuk akal pokoknya,” tuturnya.
“Merasa ada sesuatu yang aneh, sabotase. Betul, mereka bikin pengumuman pembukaan pameran ditunda. Nah, saya tunggu. Itu kan hari Jumat, Sabtu, Minggu, Senin saya datang belum dibuka. Padahal wartawan sudah kumpul begitu banyak. Kita menunggu sabar, karena direkturnya dipanggil Pak Menteri Fadli Zon. Kita nunggu dengan sabar sampai jam 3 sore datang para wartawan gak boleh ngikuti ke direktur. Saya dipanggil ke kantor direktur, di kantor direktur itu mulai bicara banyak pesan-pesannya Pak Fadli Zon,” cerita Yos.
3. Tak akan berhenti akan terus bersikap kritis

Yos menduga ada tendensi terhadap karya lukisnya, berupa penghentian komunikasinya ke rakyat Indonesia. “Karena saya percaya, Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan itu penting sekali buat masa depan, generasi kita ke depan. Bangsa kita butuh makan itu penting. Itu kenapa saya mengemas pameran ini tidak hanya sekedar lukisan yang lalu, tapi instalasi ini penting, karena ini dibutuhkan oleh seluruh anak bangsa negeri ini,” kata Yos.
Namun, Yos juga enggan terus melihat ke belakang. Ia menyebut juga sudah ada tawaran memamerkan karya-karyanya yang diberedel.
Merasa kecewa, ia mengaku sikap kritisnya tidak akan pernah padam. Enggan terus melihat ke belakang, ia mengaku sudah mendapat tawaran untuk memamerkan karya-karyanya yang diberedel.
“Dalam kepala saya tidak akan berhenti, saya gak berhenti sebelum ajal menjemput. Saya akan buat karya baru. Kalau tepat waktunya kan terbongkar, kebusukan apa toh yang disimpan di manapun gak akan kecium itu? Jadi saya gak apa-apa diperlakukan seperti ini, tapi kasihan bangsa saya,” tutup Yos.