Trah Sri Sultan HB II Minta Inggris Kembalikan Manuskrip Kuno

Yogyakarta, IDN Times - Akademisi hingga trah keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono II, serta perwakilan pemerintah menggelar seminar nasional terkait naskah kuno masa Sri Sultan HB II yang dirampas kolonial Inggris. Diskusi ini mendorong agar naskah-naskah tersebut dapat kembali, dan masuk prioritas di Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 - 2029.
1. Manuskrip milik Sri Sultan HB II penting untuk identitas diri bangsa

Guru Besar FIB Universitas Lancang Kuning Riau, Prof. Junaidi menilai repatriasi warisan budaya Sri Sultan HB II merupakan Nation Rigth (Hak Negara). "Manuskrip milik Sri Sultan HB II penting untuk identitas jati diri bangsa yang akan memperkokoh nasionalisme, sekaligus membangkitkan dan menggelorakan semangat kita sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya," kata Prof. Junaidi.
Naskah kuno sangat penting bagi peradaban bangsa, dan harus bisa didapatkan kembali dengan langkah-langkah strategis. "Sebagai warisan intelektual, naskah telah mencatat identitas, karakter, budaya dan sejarah bangsa Indonesia," jelas Prof Junaidi, pada Kamis (18/7/2024).
Pengembalian (repatriasi) aset dan manuskrip milik Sri Sultan HB II sangat penting sebagai sumber sejarah yang dapat dipelajari. "Kita harus strategis, diplomasi dengan negara asing untuk mengembalikan naskah kuno ke Indonesia," ujarnya.
2. Berbagai pihak diharapkan mengambil peran dalam pengembalian naskah

Perwakilan Trah Sri Sultan HB II, Ananta menambahkan pengembalian naskah kuno bisa diserahkan kembali ke Keraton. Namun, untuk penyimpanan dan perawatan, disebutnya negara harus bisa mengambil peran. Sementara itu Yayasan Vasatii mengambil peran sebagai pengusul bersama negara dan didukung Keraton untuk pengembalian naskah ini.
"Jika berjalan baik, saya pikir yang berhak menerima manuskrip adalah Keraton, karena Keraton yang pernah dijarah atau diambil. Ya itu maksudnya agar bisa terealisasi dengan baik. Keraton sebagai penerima, namun untuk penyimpanan itu kan sebaiknya negara berperan besar. Ya yaitu diserahkan kepada Perpustakaan Nasional karena tempat yang sudah sangat memadai infrastruktur, yang juga sudah sangat bagus serta tata cara penyimpanannya," ujar Ananta.
3. Perlu didorong kebijakan masif pengembalian manuskrip kuno

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas RI, Adin Bondar menjelaskan perlunya kebijakan negara yang utuh, yang dituangkan dalam program prioritas pembangunan di Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 - 2029. Kebijakan yang lebih masif perlu didorong.
"Supaya kita punya rencana aksi nasional dan kita turunkan nanti pada peta jalan dan itu revitalisasi naskah manuskrip kuno tadi ada khususnya misalnya mengembalikan naskah yang ada di luar negeri tentang naskah kuno. Repatriasi naskah-naskah kuno, lokal genius, kearifan lokal, perlu menjadi bagian sebuah karakter bangsa yang kuat," jelasnya.
Adin menyebutkan jika desain nasional yang dituangkan dalam RPJMN nantinya pemerintah dan masyarakat berkolaborasi sehingga bisa akan lebih cepat pengembalian naskah naskah kuno tersebut. Ia menambahkan jika semua terealisasi akan memberi multiplier effect, dimana akan terus dikaji melalui riset, dikembangkan buku-buku konten penguatan karakter di sekolah-sekolah berbasis pada budaya tadi.
Seminar nasional diinisiasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) mengangkat tema 'Repatriasi Naskah Kuno: Mengembalikan Identitas, Menjaga Warisan', dan digelar secara hybrid pada Kamis (18/7/2024).
Seminar menghadirkan pembicara Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas RI, Adin Bondar. Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Munawar Holil, Prof. Oman Faturahman, lalu Ketua Manassa, Munawar Holil, Deputi Bidang Pengembangan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami. Lalu, Guru Besar FIB Universitas Lancang Kuning Riau, Prof. Junaidi, dan perkwalian dari Yayasan Vasatii Socaning Lokika (Trah HB II), Ananta Hari Noorsasetya.