Spanduk Rakyat Marah Dibentangkan di Depan Gedung Agung

- Massa Aliansi Jogja Memanggil gelar aksi unjuk rasa di Jalan Malioboro dengan spanduk "Rakyat Marah" dan gambar tabung gas LPG 3 kg.
- Massa lakukan long march dari Tempat Parkir Abu Bakar Ali, gelar aksi teatrikal, kritik efisiensi anggaran pemerintah dan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
- Aksi merupakan bagian dari demonstrasi 'Indonesia Gelap' sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintah terkait kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Yogyakarta, IDN Times - Massa Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi unjuk rasa bertajuk #BersamaRakyat di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis (20/2/2025). Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan spanduk besar bertuliskan "Rakyat Marah" di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta atau Gedung Agung.
Spanduk berwarna merah dan putih itu menampilkan gambar sejumlah tokoh yang menyerupai pejabat dan figur publik. Pada spanduk tersebut terdapat gambar tabung gas LPG 3 kilogram dengan tulisan "Ndasmu".
1. Long march hingga aksi teatrikal

Sebelumnya, massa yang mengenakan pakaian serbahitam melakukan long march dari Tempat Parkir Abu Bakar Ali, melewati Jalan Malioboro hingga tiba di depan Gedung Agung. Mereka juga menggelar aksi teatrikal di Jalan Margo Mulyo atau sekitar Tugu Ngejaman dengan memeragakan adegan 'memakan' lampu neon.
Selain spanduk raksasa "Rakyat Marah", terdapat gambar tabung gas LPG 3 kilogram dengan tulisan "Ndasmu". Ada pula kalimat "Bubarkan Kabinet Merah Putih, Indonesia Ben Diurus Cah-cah".
Beberapa tulisan lain di spanduk menyuarakan kritik terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Di seberang Gedung Agung, mereka mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang sebagai bentuk protes.
2. Sorot 'Ndasmu' sampai MBG

Hingga pukul 14.39 WIB, massa masih terlihat berkumpul di depan Gedung Agung yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Orator bergantian menyuarakan orasinya dari atas mobil komando.
"Prabowo, dia anti kritik. Orang yang mengkritik dia malah dijawab 'ndasmu'," ujar salah satu orator.
Kritik dilontarkan terkait kebijakan pemotongan anggaran yang diterapkan pemerintah di berbagai sektor. Kebijakan tersebut dinilai semakin memperparah penderitaan masyarakat, termasuk meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah.
"Hari ini kita melihat begitu banyak kebijakan-kebijakan, kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Mulai dari efisiensi hingga makan bergizi gratis," seru orator lainnya.
Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga menjadi sorotan. Menurut mereka, program ini seharusnya tidak dibiayai dari anggaran pendidikan agar tidak mengganggu alokasi dana untuk peningkatan mutu sektor pendidikan.
3. Pemerintah lakukan pengambilan keputusan ala pemadam kebakaran

Aksi yang dilakukan oleh Aliansi Jogja Memanggil hari ini merupakan bagian dari rangkaian demonstrasi bertajuk 'Indonesia Gelap'. Aksi serupa digelar secara maraton di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Banda Aceh, Jakarta, hingga Makassar.
Demonstrasi ini menjadi wujud ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintah. Salah satu sorotannya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG), tetapi kritik juga mengarah pada kabinet pemerintahan yang dinilai hanya melayani kepentingan politik semata, alih-alih memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, efisiensi anggaran yang tidak menyentuh sektor-sektor dasar yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat dikhawatirkan akan menurunkan kualitas pelayanan publik. Pemangkasan anggaran infrastruktur juga dipandang berdampak buruk karena mengabaikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pemberian konsesi tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan perguruan tinggi dalam bentuk riset serta tenaga ahli dianggap sebagai upaya pembungkaman terhadap kontrol sosial oleh masyarakat sipil dan akademisi.
Peserta aksi juga menyoroti pola pengambilan keputusan reaktif ala pemadam kebakaran (fire management and decision), yang dianggap tidak layak diterapkan oleh pejabat negara level tertinggi. Kebijakan seperti peningkatan tarif PPN menjadi 12 persen, harga gas, dan pemberian konsesi tambang dinilai semakin menyulitkan masyarakat.
Tak hanya itu, Proyek Strategis Nasional (PSN) turut menjadi sorotan. Massa mendesak agar proyek tersebut dihentikan karena dinilai hanya memicu konflik agraria, merusak lingkungan hidup, serta merampas ruang hidup perempuan dan keadilan antargenerasi.
Militerisme sebagai pendekatan dalam pengelolaan negara juga dikritik keras, dengan melihatnya sebagai indikasi kembalinya dwi fungsi ABRI. Di sisi lain, pelanggaran HAM, hukum, dan praktik korupsi semakin dinormalisasi, bukannya diselesaikan secara tegas.