Edukasi Dinilai Berhasil, Kasus Isoman Meninggal di Sleman Menurun

Sempat sentuh nol kasus dalam sehari

Sleman, IDN Times - Kasus pasien COVID-19 meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah di Kabupaten Sleman mengalami penurunan pada bulan Agustus 2021.

Koordinator Posko Dekontaminasi COVID-19 BPBD Sleman, Vincentius Lilik Resmiyanto, menerangkan jika pada Juli 2021 ada sekitar 15–20 orang pasien isoman di rumah meninggal dunia per hari, pada Agustus ini paling banyak 6–7 pasien dalam satu hari.

Baca Juga: Sleman Pertahanan Penyekatan di Sejumlah Titik, Ini Rinciannya

1. Penanganan pasien berpotensi alami perburukan semakin cepat

Edukasi Dinilai Berhasil, Kasus Isoman Meninggal di Sleman Menurunilustrasi seorang pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Menurut Lilik, secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan kasus kematian isoman ini. Di antaranya edukasi yang terus dilakukan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Masyarakat sekarang mulai lebih sadar dengan protokol kesehatan. Penanganan terhadap pasien yang berpotensi mengalami perburukan juga semakin cepat," ungkapnya pada Sabtu (14/2021).

2. Sempat sentuh nol kasus

Edukasi Dinilai Berhasil, Kasus Isoman Meninggal di Sleman MenurunIlustrasi tim Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 mengusung jenazah pasien positif COVID-19. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman, Makwan, mengungkapkan jika pada Jumat (13/8/2021) kali pertama selama Juli-Agustus tim pemulasaraan jenazah COVID-19 Sleman tak memakamkan pasien COVID-19 yang meninggal saat menjalani isoman.

"Alhamdulillah layanan pemulasaran isoman meninggal dunia (MD) di rumah sebanyak 0 jenazah. Tidak ada yang MD di rumah," terangnya.

3. Tidak mau dibawa ke selter

Edukasi Dinilai Berhasil, Kasus Isoman Meninggal di Sleman MenurunSelter Isolasi COVID-19 di University Club (UC) Hotel Universitas Gadjah Mada. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Lebih lanjut, Makwan mengungkapkan jika kebanyakan pasien isoman yang meninggal dunia di rumah merupakan mereka yang sejak awal tidak mau dibawa ke selter isolasi terpadu dan memilih isolasi di rumah.

Padahal menurutnya, ketika menjalani isoman di rumah, akses layanan pasien terbatas. Di mana ketika terjadi perburukan mereka kesulitan karena tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan sesegera mungkin, hingga akhirnya meninggal dunia.

Kondisi ini berbeda saat pasien menjalani isolasi di shelter terpadu, yang mana akses ke rumah sakit bisa lebih cepat karena selter terkoneksi dengan rumah sakit rujukan.

"Harapan kami, masyarakat isolasi di shelter, sehingga tidak terjadi klaster keluarga. Masuk isoter itu bukan dihinakan tapi dimuliakan," paparnya.

Baca Juga: Kisah Satya (1): Terpanggil Antar Pasien Isoman dengan Mobil Pribadi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya