PSAD UII Soroti Kebijakan Pemangkasan Anggaran Pemerintah

- Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII soroti pemangkasan anggaran pemerintah sebesar Rp306,69 triliun
- Transparansi minim dalam keputusan penghematan anggaran dan agenda politik di baliknya
- Kebijakan pemangkasan anggaran dapat mengancam hak warga negara, kinerja aparatur sipil negara, dan lembaga negara strategis
Yogyakarta, IDN Times – Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Islam Indonesia (PSAD UII) soroti kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah.
Direktur PSAD UII, Prof. Masduki mengatakan, menandai satu tahun Pilpres 2024 yang dimenangkan Presiden Prabowo Subianto, muncul kebijakan kontroversial pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga negara yang mencapai Rp306,69 triliun. Perintah penghematan anggaran dikeluarkan dalam Instruksi Presiden No. 1/2025 dan Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK-02/2025.
Inpres memerintahkan penghematan anggaran dari total belanja tahun 2025 yang mencapai Rp3,621,3 triliun, yang dipotong selain anggaran belanja kementerian/lembaga Rp256 triliun, juga transfer ke daerah Rp50,6 triliun. PSAD UII menilia ada banyak implikasi kebijakan pemerintah ini terhadap hak warga negara dalam negara demokrasi.
1.Transparansi publik minim hingga kontradiksi kebijakan

Masduki mengatakan, transparansi publik minim atas keputusan penghematan dan agenda politik di balik rencana penggunaan anggaran negara yang dipangkas. “Apakah untuk publik atau kepentingan pencitraan pemerintah melalui program karitatif,“ ungkap Prof, Masduki, Jumat (14/2/2025).
Terdapat persepsi umum, bahwa kebijakan pemangkasan anggaran untuk pembiayaan program ambisius janji politik berupa makan bergizi gratis dan pelunasan beragam utang proyek infrastruktur era mantan Presiden Jokowi. “Artinya, ada beban hutang rezim masa lalu yang ugal ugalan dan dampak negarifnya justru harus ditanggung masyarakat,“ ucapnya.
Masduki juga menyebutkan adanya kontradiksi kebijakan penghematan atau pemangkasan anggaran dengan postur kabinet Merah Putih yang sangat gemuk. Ada fenomena inkonsisten dalam kebiajakan dan tindakan Pemerintah, yang memangkas anggaran pada satu sisi, namun sangat boros pada postur anggaran yang lain, mulai dari jumlah menteri dan wakil menteri mencapai 100 personel yang disertai pengangkatan staf khusus, staf ahli, hingga perjalanan dinas presiden berserta rombongan ke luar negeri.
2.Banyak yang merespon dengan salah

Masduki menambahkan pemangkasan anggaran ini direspon dengan salah, baik oleh dunia usaha maupun instansi pemerintahan lainnya, misalnya fenomena PHK massal di beberapa lembaga negara/kementerian maupun swasta yang menunjukkan hilangnya hak warga untuk bekerja dan memperoleh pendapatan, menurunkan kinerja aparatur sipil negara, termasuk di dalamnya kebijakan pengurangan atau penundaan beragam gaji/honor pendidik, beasiswa, dan lain-lain. “Pemerintah harus bertanggung jawab langsung atas situasi ini,“ tegas Prof. Masduki.
Ia juga menyebut ada ancaman lumpuhnya lembaga negara strategis seperti Komnas HAM, MA, Komisi Yudisial; Mahkamah Konstitusi, BRIN dan sebagainya sebagai pilar demokrasi dan layanan hak dasar perlindungan hukum dan informasi publik, baik sebagai akibat dari pemangkasan anggaran maupun pilihan politik yang tidak memprioritaskan lembaga negara itu ditempat yang strategis. “Munculnya kebijakan responsi Pemda yang tidak seragam, dadakan dengan memotong beragam dana proyek layanan publik di tingkat lokal, mengurangi jam kerja layanan hingga pemutusan kerja pegawai honorer,“ ujar Prof. Masduki.
Ia juga menyebut adanya penurunan kualitas dan kuantitas siaran publik menyusul ancaman PHK atas ratusan kontributor lembaga media publik RRI dan TVRI di seluruh Indonesia. “Meskipun sudah dianulir, isu PHK dan keputusan memangkas anggaran kedua media membuktikan prioritas kepada perut ketimbang kepada otak,“ ungkapnya.
3.Pemangkasan anggaran penting tapi perlu kajian

Di satu sisi, PSAD sepakat dengan kebijakan penghematan anggaran negara, sebab selama lebih dari dua dekade pasca reformasi 1998, budaya kerja birokrasi pemerintahan cenderung boros, mengutamakan pos perjalanan dinas, administratif, dan lain-lain. Penghematan juga penting agar anggaran dapat diredistribusi ke sektor yang lebih memerlukan dan langsung berkait layanan publik.
“Namun, PSAD memandang kebijakan ini belum diawali kajian yang mendalam dan komprehensif, menunjukkan kepanikan untuk penyediaan anggaran program populis Makan Bergizi Gratis yang angkanya fantastik. Adalah tidak bijak, memotong anggaran pendidikan yang menjadi tulang punggung generasi masa depan bangsa dan menggantinya dengan sekedar isi perut. Alokasi anggaran tahun 2025 yaitu Rp71 triliun tidak cukup sehingga harus diambil dari pos kementerian/lembaga lain,“ ujar Prof. Masduki.