Prevalensi Balita Stunting di Sleman Lebih Rendah dari Angka Nasional

- Prevalensi balita stunting di Sleman 12 persen, lebih rendah dari nasional (21,5%) dan DIY (18%).
- Pemerintah Kabupaten Sleman upayakan penurunan stunting melalui RPJPD 2024-2045.
- Workshop Rembug Stunting diikuti 130 peserta, termasuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten.
Sleman, IDN Times – Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, menunjukkan prevalensi balita stunting di Kabupaten Sleman tercatat 12 persen. Angka itu lebih rendah dari angka nasional yang tercatat 21,5 persen, sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 18 persen.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana, Wildan Solichin, menjelaskan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman terus mengupayakan angka stunting di wilayahnya turun.
“Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan tingkat nasional maupun DIY, upaya percepatan penurunan stunting tetap harus dilakukan secara berkelanjutan,” ujar Wildan Solichin saat acara Workshop Rembuk Stunting Kabupaten Sleman Tahun 2025 di Merapi Ballroom Prima SR Hotel & Convention, Sleman, Selasa (25/3/2025).
1. Penurunan angka stunting menjadi prioritas

Wildan menjelaskan penurunan angka stunting menjadi salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sleman 2024-2045.
“Stunting tidak hanya menjadi permasalahan kesehatan, tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menurunkan angka stunting melalui berbagai kebijakan terpadu,” ujar Wildan.
2. Workshop stunting diikuti 130 peserta

Sekretaris Daerah Sleman, Susmiarto, menegaskan workshop ini merupakan bentuk komitmen bersama dalam menekan angka stunting di Sleman. “Melalui evaluasi capaian program dan penyusunan strategi baru, diharapkan angka stunting di Kabupaten Sleman dapat terus menurun secara signifikan,” katanya.
Susmiarto juga menyebut pentingnya program prioritas dari Bupati dan Wabup Sleman yaitu Bergas Waras Cerdas, yang mencakup jaminan gizi 1.000 hari pertama kehidupan serta peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak.
Workshop Rembug Stunting ini diikuti oleh 130 peserta, termasuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten, Kapanewon, dan Kalurahan Lokus Stunting, akademisi, organisasi profesi, serta perwakilan pengusaha dan forum kemasyarakatan.
3. Penanganan stunting perlu berkesinambungan

Sementara itu, Kepala Perwakilan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Provinsi DIY, Muhammad Iqbal Apriansyah, menekankan pentingnya penanganan stunting yang berkesinambungan dan melibatkan semua unsur pentahelix, yaitu pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media massa, dan masyarakat.
“Rembug Stunting ini menjadi gong awal bagi kita dalam berkontribusi menurunkan angka stunting sesuai peran masing-masing,” ujarnya.
Sebagai bentuk komitmen bersama, acara ini juga diisi dengan penandatanganan komitmen oleh seluruh pemangku kepentingan guna menekan angka prevalensi stunting di Kabupaten Sleman. Langkah ini sejalan dengan visi Sleman 2025-2030 untuk menciptakan masyarakat yang maju, adil, makmur, lestari, dan berkeadaban, serta mendukung target nasional menuju Indonesia Emas 2045.