Lestarikan Budaya Jawa, RSUP Dr Sardjito Gelar Pameran Keris

Mengurangi pasien berobat ke luar negeri

Sleman, IDN Times – Ada yang nyeleneh dari seminar dan benda-benda yang dipamerkan di lantai IV Ruang Utama Gedung Diklat Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta pada 28-29 Oktober 2019. Benda yang dipamerkan bukanlah produk alat, makanan dan minuman, ataupun layanan kesehatan, melainkan 150 bilah keris yang digelar di balik kotak-kotak kaca, sekaligus klinik keris yang melayani konsultasi pembuatan keris.

Ada pula pertunjukkan kesenian siter, pameran jemparingan atau alat memanah, hingga fashion show batik. Tema yang diangkat pun membuat alis berkerut. 'Spiritualisme Jawa dalam Menjaga Kesehatan Menuju Rumah Sakit Berbudaya', demikian bunyi tulisan pada spanduk.

“Temanya memang agak dipaksakan. Ini untuk mewujudkan layanan rumah sakit yang mendasarkan budaya Jawa,” kata Direktur Utama RSUP Sardjito Dokter Spesialis Bedah dan Onkologi Darwito saat membuka seminar dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober dan Hari Kesehatan Nasional 12 November, Senin (28/10).

1. Menerapkan filosofi Jawa dalam pelayanan

Lestarikan Budaya Jawa, RSUP Dr Sardjito Gelar Pameran KerisIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Menurut Darwito, RSUP Sardjito mesti menyadari posisinya yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menjadi patron sejarah dan budaya Jawa. Sejumlah filosofi Jawa yang sarat terkandung dalam keris juga semestinya diterapkan dalam memberikan layanan kepada masyarakat di era globalisasi.

Luwes, ora keli, tapi nyantosani,” kata Darwito. Maksudnya, dalam memberikan pelayanan tidak kaku, tidak mudah dipengaruhi budaya asing tetapi menjunjung budaya lokal, serta memberikan kekuatan. Ujud pelayanan berbudaya berdasarkan spirit Jawa yang dimaksudnya seperti bersikap ramah, menjaga sopan santun, serta andhap asor atau rendah hati.

“Ini sekaligus upaya melestarikan budaya Jawa,” imbuh Darwito yang bersama para dokter dan panitia mengenakan busana adat Jawa.

Salah satu Dewan Pengawas RSUP Sardjito, Supriyantoro yang mengawasi pelayanan rumah sakit tersebut menilai ada manfaat yang bisa diambil dari penerapan budaya Jawa di sana.

“Sekaligus bisa mengurangi jumlah pasien yang berobat ke luar negeri karena nyaman di rumah sendiri,” kata Supriyantoro.

Baca Juga: Ribuan Warga Pleret Antusias Saksikan Tradisi Kirab Bedol Projo

2. Memperdengarkan petikan siter di ruang rawat jalan

Lestarikan Budaya Jawa, RSUP Dr Sardjito Gelar Pameran KerisIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Bunyi petikan siter, yaitu alat musik gamelan yang dipetik, mengalunkan tembang-tembang Jawa sepanjang acara digelar. Pemusiknya dua orang yang mengenakan busana adat Jawa berupa surjan, jarik, dan blangkon. Menurut Kepala Bagian Hukum dan Humas Sardjito Banu Hermawan, petikan siter pun diperdengarkan di ruang rawat jalan rumah sakit sejak Januari lalu.

“Saat itu, sistem layanan online belum jalan. Jadi pasien banyak yang antre,” kata Banu.

Untuk menghibur pasien, diperdengarkanlah alunan tembang Jawa melalui medium MP3. Sebelum kemudian menghadirkan dua seniman musik gamelan itu untuk memainkan alat musiknya langsung pada pukul 08.30-11.30.

3. Seni mempengaruhi kesehatan jiwa

Lestarikan Budaya Jawa, RSUP Dr Sardjito Gelar Pameran KerisIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Bunyi siter ternyata juga membantu memancing perkembangan saraf sensorik anak-anak dengan autisme. Mereka yang biasa datang tiap Jumat untuk menjalani terapi di rumah sakit itu, menurut Banu menyukai suara alunan siter.

“Biasanya mereka hanya diam. Tapi setelah mendengar alunan siter ada respon motoriknya,” kata Banu sembari menggoyangkan tangan.

Darwito menambahkan, hal itu selaras dengan upaya pelayanan kesehatan yang tidak hanya memulihkan kesehatan raga, melainkan juga kesehatan jiwa.

“Kalau minum jamu itu preventif, menjaga kesehatan raga. Sedangkan berkesenian untuk mengisi jiwanya,” kata Darwito.

Baca Juga: Menikmati Cerita Sudut-sudut Yogyakarta Lewat Karya Fotografi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya