Pengecer Jadi Subpangkalan, Pangkalan Gas LPG Khawatir Merugi

- Pemerintah mencabut larangan pengecer menjual gas LPG 3 kilogram atau gas melon.
- Kebijakan ini dinilai tidak akan mudah diterima oleh pangkalan karena keuntungan mereka berpotensi berkurang hingga 10 persen.
- Salah satu pengecer mengaku bingung dengan prosedur dan tidak sanggup mengeluarkan uang Rp2 juta untuk membeli tabung gas kosong sebagai syarat menjadi sub pangkalan.
Bantul, IDN Times - Pemerintah mencabut larangan pengecer menjual gas LPG 3 kilogram atau gas melon. Namun, pengecer harus mendaftar sebagai subpangkalan agar bisa memperoleh kuota 10 persen dari pangkalan LPG.
Kebijakan ini dinilai tidak akan mudah diterima oleh pangkalan karena keuntungan mereka berpotensi berkurang hingga 10 persen. Sementara itu, bagi pengecer, menjadi subpangkalan juga bukan perkara mudah, mengingat mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli tabung gas kosong sebelum bisa berjualan.
1. Urus izin pangkalan gas elpiji butuh modal yang tidak sedikit

Salah satu pemilik pangkalan gas elpiji di Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Eko Yulianto, mengungkapkan bahwa proses perizinan untuk menjadi pangkalan membutuhkan modal besar, terutama untuk membeli tabung gas elpiji tiga kilogram sebagai syarat utama.
"Ya awalnya saya mengeluarkan modal lebih dari Rp20 juta untuk membeli tabung gas elpiji tiga kilogram," ucapnya.
2. Keuntungan pangkalan akan berkurang sedangkan pengecer jualan tanpa modal

Saat ini, Eko mengaku menerima pasokan 160 tabung gas LPG setiap dua hari sekali. Seluruh tabung tersebut sudah memiliki konsumen tetap, mulai dari rumah tangga hingga pelaku UKM, dengan harga eceran tertinggi Rp18 ribu per tabung.
"Nah kalau yang 10 persen kuota tabung gas saya berikan ke sub pangkalan tentu keuntungan saya berkurang hingga 10 persen dan diberikan kepada sub pangkalan," ucapnya. "Padahal keuntungan yang kita dapat paling tinggi Rp 2 ribu per tabung. Sebab ada biaya penurunan gas LPG dari truk agen gas LPG sebesar Rp500 per tabung. Apa ya kita untung yang dapat diberikan begitu saja kepada sub pangkalan?" tambahnya.
Ia juga mempertanyakan kesiapan pengecer untuk menjadi subpangkalan, mengingat mereka selama ini hanya mengambil pasokan dari pangkalan tanpa modal awal, tetapi tetap mendapat keuntungan minimal Rp2 ribu per tabung.
"Apa ya pengecer ini mau keluarin uang cukup banyak untuk menjadi sub pangkalan? Sebab mereka juga harus membeli tabung gas LPG dalam kondisi kosong yang kini harganya lebih dari Rp100 ribu per tabung," tandasnya.
3. Tak paham urus izin subpangkalan dan tidak punya uang untuk beli tabung gas melon kosong

Salah satu pengecer gas elpiji di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Agus Santoso, mengaku setiap hari menjual sekitar 20 tabung gas melon yang diperoleh dari beberapa pangkalan langganannya.
Jika harus mengurus izin sebagai sub pangkalan, Agus mengaku bingung dengan prosedurnya. Selain itu, ia juga tidak sanggup mengeluarkan uang Rp2 juta untuk membeli tabung gas kosong sebagai syarat menjadi sub pangkalan.
"Ngurusnya izinnya saja bingung. Apalagi harus keluar uang," katanya. "Pemerintah mbok jangan buat aturan yang bikin pelaku usaha kecil repot dan terancam rejekinya," tambah dia.
4. Pengecer menjadi sub pangkalan akan memunculkan sub pangkalan 'bodong'

Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP) Bantul, Zona Paramitha, mengatakan hingga saat ini stok gas melon di Bantul masih aman. Tidak ada gejolak kelangkaan seperti yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia.
"Stok gas melon aman dan masyarakat masih bisa membeli gas melon di pangkalan atau pengecer. Apalagi pemerintah telah mencabut larangan pengecer tidak boleh menjual gas melon," ucapnya.
Namun, kebijakan yang mewajibkan pengecer mendaftar sebagai sub pangkalan agar mendapat jatah 10 persen kuota dari pangkalan dinilai sulit diterapkan di lapangan.
"Para pengecer itu awam urus izin, wong urus Nomor Induk Berusaha atau NIB saja belum tentu tahu. Apalagi urus izin atau mendaftar sebagai sub pangkalan. Selanjutnya jika diwajibkan untuk membayar tabung gas melon kosong apa mereka kuat membayar?" ucapnya.
"Bagi pangkalan memberikan kuota 10 persen untuk sub pangkalan tentu berat karena keuntungan berkurang. Apalagi memberi kuota 10 persen gratis tabung gas melonnya. Pangkalan keluar uang banyak untuk membeli tabung gas melon kosong," ungkapnya.
Zona menambahkan, jika Pertamina tetap mewajibkan pangkalan memberikan 10 persen kuotanya untuk sub pangkalan, dikhawatirkan muncul praktik sub pangkalan "bodong." Di mana jatah subpangkalan diberikan kepada kerabat terdekat saja.
"Akan banyak muncul sub pangkalan 'bodong' hanya untuk memenuhi aturan saja," tambahnya lagi.