Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pemalsuan Sertifikat Berjamaah hingga Mark Up Rapor Warnai PPDB 2024

Orang tua calon siswa mendatangi Posko PPDB SD Negeri Pekunden Semarang karena kesulitan mendaftar secara online, Selasa (18/6/2024). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Intinya sih...
  • Disporapar Jateng ungkap aksi pemalsuan piagam marching band untuk seleksi PPDB di tiga SMA favorit di Kota Semarang.
  • Ombudsman Banten temukan kecurangan dalam PPDB, termasuk pengubahan nilai rapor dan kejanggalan pada jalur prestasi.
  • Sekolah negeri masih kekurangan siswa, ribuan bangku kosong meski kuota PPDB belum terpenuhi. Siswa difabel juga tidak terakomodasi di sekolah favorit.

Pihak pelatih sudah membuat surat pernyataan bahwa piagam itu tidak sesuai dengan hasil yang diraih di Malaysia. Yakni seharusnya peraih bronze, dia nulisnya mendapat emas atau peringkat pertama. Maka dia juga sudah mencabut penggunaan piagam itu untuk PPDB

Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jateng mengungkap aksi pemalsuan piagam marching band.

Surya Deta Syafrie, Pelaksana Harian Kepala Disporspar Jateng mengatakan dari hasil klarifikasi sejumlah pihak termasuk ke pelatih marching band, dinyatakan piagam marching band yang dibawa untuk seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidak sesuai dengan hasil yang diumumkan panitia penyelenggara lomba. 

Akhirnya Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana memutuskan menganulir penggunaan poin prestasi untuk piagam marching band palsu

Data Disdikbud Jateng, terdapat 69 piagam palsu, yang digunakan untuk mendaftar SMA Negeri sebanyak 65 orang dan SMK Negeri sebanyak 4 siswa. Seluruhnya tersebar di SMAN 1 Semarang, SMAN 3 Semarang, SMAN 5 Semarang, SMAN 6 Semarang,  SMAN 14 Semarang, SMKN 7, dan SMKN 6.

Tak hanya di Jawa Tengah, sejumlah kecurangan juga terjadi dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Meski sudah ada pengetatan aturan di sejumlah daerah seperti soal penggunaan Kartu Keluarga, toh tindakan tak terpuji orangtua masih saja dilakukan.

Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) nomor 1/2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan juga Keputusan Sekjen Kemendikbud Nomor 47/M.2023 dimana persyaratan zonasi yaitu KK harus lebih dari 1 tahun dan KK dengan status “family lain” tidak lagi diakomodir. Namun di sejumlah daerah kasus numpang KK masih saja ditemukan. Mengapa masih terdapat masalah dalam pendaftaran sekolah tahun ini? Apa saja temuannya? 

 

1. Terjadi pemalsuan piagam di 3 SMA di Semarang

Ilustrasi posko pengaduan PPDB. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Puluhan siswa dipastikan gagal lolos seleksi PPDB di tiga SMA favorit di Kota Semarang lantaran terlibat pemalsuan piagam marching band. Piagam yang dipalsukan ditemukan di SMAN 1 Semarang, SMAN 3 Semarang dan SMAN 5 Semarang. 

Surya menuturkan piagam marching band tersebut diragukan keabsahannya walaupun dikeluarkan oleh penyelenggara lomba tingkat internasional. "Dari informasi teman-teman yang melakukan seleksi ada 60 orang ini," ungkapnya. 

Diakui pihaknya sudah berusaha membantu semua calon siswa agar bisa diterima di sekolah favoritnya. "Kami sebenarnya sudah ada juknisnya. Sesuai persyaratan sudah dipenuhi semua. Mulai dokumen sudah dilegalisir sekolah, juga dari pengurus provinsi dari persatuan drum band Indonesia. Membawa piagam yang seolah-olah asli. Kami kan positive thinking, niatnya bantu saja. Di tengah jalan ada pengaduan diklarifikasi muncul piagam yang diragukan keabsahannya. Pelatih sudah buat surat pernyataan ke disdik untuk ditarik saja. Piagamnya ora cetho (tidak jelas)," ujar Surya. 

2. Nilai-nilai rapor di-mark up

Ilustrasi PPDB. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Tindakan kecurangan menggunakan sertifikat dalam PPDB juga ditemukan di Provinsi Banten. Ombudsman Banten menerima laporan kecurangan dan kejanggalan dalam proses PPDB, salah satunya, di jalur Prestasi. Dari sampling yang ditemukan Ombudsman Banten, pihak sekolah sempat meloloskan calon peserta didik yang memiliki sertifikat prestasi. Namun, kejanggalan justru terlihat karena beberapa calon peserta didik yang tidak dapat membuktikan kemampuannya saat dilakukan uji keterampilan.

"Calon peserta didik yang melampirkan sertifikat Tahfidz, namun ketika diuji hafalan dan sambung ayat tidak dapat melanjutkan atau blank," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi, Rabu (10/7/2024).

Tak hanya itu, kata dia, Ombudsman juga menemukan kasus di mana calon peserta didik sampai mengubah nilai rapat agar lolos. "Pada PPDB tingkat SMP, kami menerima aduan mengenai dugaan marknup nilai rapor pada jalur prestasi," kata dia. Calon peserta itu berasal dari sebuah sekolah dasar di Kabupaten Tangerang. 

Kemudian, Ombudsman melakukan random sampling terhadap Kartu Keluarga (KK) siswa yang diterima jalur zonasi beberapa SMA negeri di Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan. "Masih ditemukan 2 KK yang terbit kurang dari 1 tahun dan 1 KK yang masih mencantumkan status siswa sebagai 'Famili Lain'", kata Fadli.

Hal itu, kata dia, bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) nomor 1/2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. 

"Selain itu, juga melanggar Keputusan Sekjen Kemendikbud Nomor 47/M.2023 dimana persyaratan zonasi yaitu KK harus lebih dari 1 tahun dan KK dengan status “famili lain” tidak lagi diakomodir," katanya.

3. Banyak sekolah masih kekurangan siswa

ilustrasi sekolah (unsplash.com/Ed Us)

Di tengah tindakan kecurangan dengan tujuan agar siswa bisa masuk ke sekolah yang dianggap favorit, sejumah sekolah negeri masih kekurangan siswa. Ombudsman Provinsi Banten mencatat masih ada ribuan bangku kosong atau kuota yang belum terisi meski PPDB sudah berakhir.

Dari hasil seleksi SMA Negeri yang telah diumumkan pada Senin tanggal 8 Juli 2024, yang diterima dari empat jalur yang dibuka--yakni Afirmasi, Zonasi, Perpindahan Orang Tua (PTO) dan Prestasi masih tersisa 4.683 kuota."Terbanyak berada pada jalur prestasi non akademik yaitu 1.431 kursi dan jalur perpindahan orang tua sebanyak 1.464 kursi kosong," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi.

Kondisi yang sama terjadi di Madiun Jawa Timur. SMP Negeri Satu Atap Gemarang yang terletak di pelosok Kabupaten Madiun Jawa Timur ini hanya berhasil mendapatkan 4 murid dari 32 pagu yang disediakan. Rinciannya, dua murid mendaftar melalui jalur Zonasi, dan dua lainnya dari jalur Afirmasi. Kondisi ini membuat jumlah peserta didik tahun ini tak lebih dari sepuluh orang. 

Kepala Sekolah SMP Negeri Satu Atap Gemarang, Bambang Sugiarto, menyebutkan beberapa faktor penyebab minimnya pendaftar, seperti letak geografis sekolah yang terpencil dan jarak tempuh yang jauh."Di sekitar sekolah kami, ada MTs Miftahul Ulum Batok. Kebanyakan calon siswa lebih memilih SMPN 1 Gemarang, SMPN 2 Gemarang, dan MTs untuk melanjutkan pendidikan," ujar Bambang pada Senin (1/7/2024).

Selain itu, Bambang juga menyebutkan kendala yang dihadapi saat PPDB online. "Jaringan internet sering bermasalah dan banyak orang tua kurang paham teknologi. Akhirnya, calon siswa harus datang langsung ke sekolah untuk minta bantuan pendaftaran," jelasnya.Tahun lalu, SMP Negeri Satu Atap Gemarang juga hanya mendapatkan 4 murid. Namun, seiring waktu, ada tambahan murid melalui mutasi dari sekolah lain. 

Meski demikian, sekolah tetap berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan dengan menjaga standar mutu belajar dan kedisiplinan tenaga pendidik."Kami berharap siswa yang mendaftar bisa meningkatkan prestasi dan mengangkat nama baik sekolah serta masyarakat sekitar," tutup Bambang dengan optimis.

4. Siswa difabel tak terakomodasi

Program Officer SIGAB Indonesia, Ninik Heca. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Permasalahan lainnya yang muncul saat PPDB tahun ini adalah masih banyak siswa difabel yang tidak terakomodasi di sekolah yang ingin dituju. Salah satunya, terjadi di DIY. Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin (8/7/2024).

Pengaduan lantaran sejumlah calon siswa difabel di Kota Yogyakarta tidak diterima di sekolah negeri dengan sistem PPDB jalur afirmasi disabilitas yang diberlakukan tahun ini. Program Officer SIGAB Indonesia, Ninik Heca, menjelaskan terdapat 39 siswa difabel di Kota Yogyakarta yang tidak diterima di SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Salah satu orang tua dari puluhan siswa itu meminta bantuan SIGAB dan ORI DIY untuk mencari solusi.

Orangtua merasa khawatir jika anak di sekolah swasta, maka biaya pendidikan akan terasa berat. "Kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan menyekolahkan di sekolah swasta yang relatif mahal begitu," ujar Ninik. 

Ninik mengungkapkan meski ada informasi dari Unit Pelaksana Teknis Layanan Disabilitas (ULD) ada dana bantuan Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) Rp4 juta setiap tahun, namun nominal tersebut dirasa kurang. "Rp4 juta itu setahun. Nah sedangkan di swasta rata-rata masuknya itu mahal. Kemudian untuk biaya satu tahun itu masih cukup berat," ungkap Ninik.

Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Yogyakarta mengaku sulit meloloskan 39 siswa tersebut dengan sistem PPDB sudah terkunci karena tahapannya telah selesai. "Kalau sudah ditutup ya sudah, selesai. Ketika mungkin saja dibuka lagi, tentunya ada kebijakan baru, artinya itu betul-betul kebijakan, menyimpang dari sistem PPDB online," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Centre Disdikpora Yogyakarta, Aris Widodo, di Kantor Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Berbah, Sleman, DIY, Jumat (5/7/2024).

Aris pun menjelaskan perbedaan antara sistem PPDB SMP Negeri jalur afirmasi disabilitas tahun ini dan tahun sebelumnya. Aris menambahkan 39 siswa yang gagal lolos PPDB Negeri jalur disabilitas secara otomatis 'terdepak' karena dengan sistem real time online sudah memilih tiga sekolah, kemudian diseleksi berdasarkan jarak dan ketiga sekolah itu terpenuhi kuotanya.

"Ketika pengajuan pendaftaran, itu di sana memilih tiga sekolah. Lalu mencetak bukti berkas, ada lampiran persyaratan, asesmen, C1 kuota, ASPD dikirimkan kami ke ULD, tapi kami sudah tidak klarifikasi. Kami cuma cek syarat ini ada, ada, ada dan ketika dia sudah masuk sistem sudah tidak bisa mengundurkan diri. Sampai pilihan ketiga tidak lolos, habis," kata Aris.

Lagipula, lanjut Aris, peserta juga tidak bisa mengubah pilihan sekolahnya atau mereka akan dianggap mengundurkan diri dan tak masuk sistem online di seluruh Kota Yogyakarta.

5. Sekolah favorit masih jadi pilihan

ilustrasi sekolah (freepik.com/freepik)

Persepsi 'sekolah favorit' masih menjadi problem dalam setiap PPDB. Akibatnya, sejumlah orangtua calon siswa rela bertindak curang agar anaknya bisa diterima di sekolah yang dianggap favorit. Contohnya, pada dua SMP Negeri di Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun Jawa Timur, yakni SMPN 1 dan SMPN 2. Para orangtua lebih memilih menyekolahkan anaknya di SMPN 1 karena dianggap favorit.

Ketua Panitia PPDB 2024 SMPN 2 Imbang Sutrisno, mengatakan pada tahun ajaran baru 2024-2025, SMPN 2 hanya menerima 167 calon siswa baru dari pagu 192, dengan 5 siswa di antaranya berasal dari SMPN 1 karena tidak diterima saat seleksi.'

"Stigma sekolah favorit masih melekat di benak orangtua, sehingga mereka lebih memilih SMPN 1 meskipun SMPN 2 juga memiliki kualitas pendidikan yang baik," kata Sutrisno, Jumat (12/7/2024).

Menurutnya, sosialisasi terkait zonasi sekolah masih belum dipahami dengan baik oleh orangtua, sehingga banyak yang memaksakan anaknya untuk masuk ke SMPN 1 meskipun tidak sesuai dengan zonasi mereka. "Minimnya pendaftar dari jalur perpindahan orangtua dikarenakan prosesnya yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini membuat para orang tua berpikir ulang untuk mendaftarkan anaknya ke SMPN 2 melalui jalur tersebut," ujarnya. 

Ia berharap dengan adanya informasi ini, stigma sekolah favorit dapat dihilangkan dan masyarakat dapat memahami pentingnya zonasi sekolah dalam PPDB. "Jelasnya begini, stigma sekolah favorit masih menjadi faktor utama banyaknya orangtua yang memilih menyekolahkan anaknya. Kemudian zonasi sekolah masih belum dipahami dengan baik oleh orang tua," jelasnya.

Ia juga mengimbau kepada orangtua untuk tidak memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah tertentu dan memilih sekolah yang sesuai dengan zonasi dan kemampuan mereka.

Kepala Ombudsman Lampung, Nur Rakhman Yusuf, mengakui sekolah favorit masih menjadi kendala dalam setiap PPDB. Untuk mengatasinya, ia mengusulkan adanya pemerataan pendidikan. Nur Rakhman Yusuf menjelaskan, sistem zonasi pada intinya memastikan masyarakat bisa sekolah. Namun, tidak meratanya jumlah sekolah serta fasilitas tidak sama membuat sebagian masyarakat masih berkeinginan terutama SMA untuk masuk ke sekolah yang dianggap favorit atau unggulan.

“Mekanisme PPDB sebenarnya menghilangkan stigma sekolah favorit atau unggulan, jadi semua sekolah dianggap sama. Tapi dalam praktiknya ada sekolah bertaraf internasional fasilitasnya lengkap, jadi beda dengan sekolah lain. Pada akhirnya yang katanya sekolah sama kan ya gak juga karena stigma sekolah favorit masih ada. Itu yang kemudian masih menjadikan beberapa orangtua berkeinginan untuk memasukkan di sekolah tertentu,” jelasnya, Sabtu (13/7/2024).

Menurut Nur Rahman Yusuf, persoalan tersebut harus menjadi perhatian karena semakin tinggi jenjang pendidikan, akses pendidikan semakin jauh. Sehingga ruang untuk melakukan kecurangan atau mensiasati aturan supaya bisa masuk sekolah diinginkan semakin terbuka lebar.

“Banyak cara akhirnya untuk mensiasati aturan. Saya bilang kalau masih seperti ini, tahun depan pun mau dibentuk satgas juga ketika supply and demand gak imbang, akan ada upaya-upaya mensiasati itu. Mereka akan melakukan berbagai cara supaya bisa masuk ke sekolah tersebut. Sejak awal perlu ada turunan lebih jelas terkait mekanisme PPDB. Sehingga bukan semata jarak, zonasi kan wilayah jadi itu yang harus dirumuskan kembali karena akhirnya orang cari kontrakan dekat sekolah,” ujarnya.

Berita ini merupakan hasil kolaborasi yang ditulis oleh: Herlambang Jati (Yogyakarta), Faris Fardianto (Jawa Tengah), Khaerul Anwar (Banten), Hamdani (Kalimantan Timur), Riyanto (Jawa Timur), Silviana (Lampung).

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us