Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pakar Hukum UII: DPA Wujud Post Power Syndrome Penguasa

Presiden Joko Widodo membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Jakarta, Rabu (10/7/2024). (Dok. BPMI Setpres/Vico)

Yogyakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Allan Fatchan Gani Wardhana, menyoroti pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tengah menyusun Perubahan UU 19/2006 tentang Wantimpres, yang substansinya akan menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung dinilai tidak relevan secara ketatanegaraan, dan dinilai wujud post power syndrome penguasa.

"Pembentukan DPA (Dewan Pertimbangan Agung) sebagai lembaga negara tersendiri, di luar kekuasaan pemerintah jelas ahistoris, dan tidak relevan secara ketatanegaraan," ujar Allan, Jumat (12/7/2024).

1. Pembentukan DPA tidak relevan

Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, Allan menjelaskan ahistoris karena DPA sendiri keberadaannya sudah dihapus dalam UUD, dihapus pada amandemen keempat tahun 2002. Tidak relevan secara ketatanegaraan, karena keberadaan DPA tidak dibutuhkan. 

"Untuk apa dan apa fungsinya? Jika DPA dimaksudkan sebagai lembaga negara yang akan memberi pertimbangan atau memberi masukan/nasihat ke presiden, sudah ada Wantimpres sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUD dan UU 19/2006," ujar Allan.

2. Pemerintah berusaha mencengkeram dan intervensi lembaga kepresidenan

Istana Negara, Jakarta (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Allan juga mengungkapkan bahwa pembentukan DPA menjadi lembaga negara tersendiri di luar kekuasaan pemerintah merupakan bentuk kepanikan. Pemerintah juga dinilai ingin terus mencengkeram lembaga kepresidenan.

"Juga post power syndrome penguasa saat ini yang ingin terus mencengkeram dan intervensi lembaga kepresidenan," kata Allan.

3. Pembantu presiden sudah banyak

Presiden Jokowi kunjungi petani di Desa Bandan Hurip, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Lebih lanjut, Allan mengatakan jika DPA dimaksudkan untuk membantu presiden, ini pun tidak perlu. Pembantu presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan sudah banyak. 

"Sudah ada wantimpres jika tujuannya hanya memberikan nasihat. Kalau ada tujuan lain seperti membantu program-program presiden atau hal-hal lain sifatnya membantu, Presiden sudah punya banyak pembantu. Ada menteri, wamen, stafsus, KSP, dan lain-lain," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us