MK Putuskan Pemilu Terpisah, KPU Bantul: Kurangi Beban Kerja

- Putusan MK memisahkan pemilu nasional dan daerah untuk mengurangi beban kerja penyelenggara pemilu.
- Dampak efisiensi anggaran masih bergantung pada revisi undang-undang Pemilu.
- Putusan MK harus diikuti dengan undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur konsekuensinya.
Bantul, IDN Times - Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan bahwa mulai 2029, Pemilu nasional dan Pemilu daerah harus digelar secara terpisah. Pemilu nasional akan memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, serta DPD. Sementara itu, Pemilu daerah akan mencakup pemilihan DPRD provinsi, kabupaten/kota, dan kepala daerah. Putusan ini ditujukan untuk menyederhanakan proses pemilu dan meningkatkan kualitas demokrasi.
1. Putusan MK akan mengurangi beban kerja penyelenggara pemilu

Ketua KPU Kabupaten Bantul, Joko Santosa, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Menurutnya, kebijakan ini akan mengurangi beban kerja penyelenggara pemilu.
"Jadi yang pertama pemilu nasional yang mencakup presiden/wakil presiden, DPR RI, dan DPD. Kemudian dua tahun sesudahnya baru digelar pemilu daerah yakni mencakup DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah. Ini memberi waktu untuk persiapan lebih matang," tuturnya, Minggu (29/6/2025).
2. Dampak efisiensi anggaran tergantung undang-undang

Meski beban kerja penyelenggara pemilu dipastikan berkurang, Joko belum bisa memastikan apakah pemisahan pemilu akan berdampak pada efisiensi anggaran. Menurutnya, hal itu masih bergantung pada revisi undang-undang.
“Efisiensi hanya bisa terjadi jika ada revisi UU Pemilu, termasuk soal pencocokan data pemilih dan tahapan pelaksanaan,” ujarnya.
3. Putusan MK harus diikuti dengan undang-undanf dan peraturan pemerintah

Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharjo, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan dan dihormati. Namun, menurutnya, putusan tersebut perlu diikuti dengan regulasi teknis seperti undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur konsekuensinya, termasuk jeda kekuasaan jika masa jabatan kepala daerah berakhir sebelum pemilu lokal digelar.
"Putusan MK harus ditindaklanjuti dengan payung hukum lainnya," katanya.
Ia menambahkan, putusan MK juga berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Jika kepala daerah habis masa jabatannya, posisinya masih bisa diisi oleh penjabat atau Plt. Namun, untuk kekosongan DPRD, diperlukan dasar hukum yang jelas.
"Kan tidak mungkin anggota DPRD kosong selama dua tahun, nah ini juga butuh payung hukumnya," tandas politisi PDI Perjuangan ini.