Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Digigit Anjing di Daerah Endemis Rabies, Ini Penanganannya menurut Pakar

ilustrasi anjing liar (pexels.com/Kalpesh Patel)
ilustrasi anjing liar (pexels.com/Kalpesh Patel)
Intinya sih...
  • Rabies adalah penyakit infeksi akut yang menyerang sistem saraf pusat
  • Pertolongan pertama gigitan hewan adalah mencuci luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit
  • Vaksinasi hewan kunci utama pencegahan rabies, terutama di daerah endemis seperti NTT
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, termasuk Kota Kupang, sekitar 130 ribu dari 200 ribu populasi anjing diketahui belum menerima vaksinasi rabies.

Dosen Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), drh. Heru Susetya, mengingatkan bahwa rabies masih menjadi masalah serius di sejumlah daerah di Indonesia. Apalagi mengingat penyakit ini sangat mematikan bagi manusia.

1. Pertolongan pertama gigitan hewan

ilustrasi vaksinasi (unsplash.com/Ed Us)
ilustrasi vaksinasi (unsplash.com/Ed Us)

Heru menjelaskan, rabies merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang sistem saraf pusat akibat virus rabies (Lyssavirus). Penyakit ini bisa menjangkiti semua mamalia, termasuk manusia, dan hampir selalu berakhir fatal setelah gejala klinis muncul. Penularannya umumnya melalui gigitan hewan terinfeksi, terutama anjing, namun juga dapat terjadi lewat kucing, monyet, atau satwa liar sejenis anjing.
“Dalam kasus yang jarang, rabies dapat menular lewat udara di gua kelelawar, transplantasi organ dari donor yang terinfeksi, atau saat memproses daging hewan positif rabies,” ujar Heru belum lama ini dilansir laman resmi UGM.

Ia menekankan, jika tergigit anjing di wilayah endemis rabies, pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah mencuci luka dengan sabun dan air mengalir setidaknya selama 15 menit. Langkah sederhana ini penting untuk menurunkan risiko infeksi.

Penanganan medis selanjutnya menyesuaikan kategori luka. Pada kategori II, yaitu gigitan atau luka ringan tanpa perdarahan, atau jilatan pada kulit lecet, korban wajib segera mendapatkan vaksin rabies. Sedangkan pada kategori III, yakni gigitan yang menembus kulit hingga berdarah, jumlah luka banyak, atau terjadi di area berisiko tinggi dekat otak, pasien harus segera menerima vaksin rabies disertai Serum Anti Rabies (SAR) atau rabies immunoglobulin (RIG). Vaksin rabies untuk manusia diberikan dalam beberapa dosis, biasanya pada hari ke-0, 7, serta 21 atau 28, tergantung jenis vaksin yang dipakai.

2. Hewan penggigit harus diobservasi

Sterilisisasi kucing jantan lokal di Jakbar
Sebanyak 400 ekor kucing jantan dilakukan sterilisasi dan vaksinasi Hewan Penular Rabies (HPR) secara gratis di GOR Tanjung Duren, Grogol, Petamburan, Jakarta Barat, Sabtu (13/9/2025). (Dok. Pemkot Jakbar)

Menurut Heru, hewan penggigit yang diduga rabies wajib diobservasi. WHO menetapkan masa observasi selama 10 hari, sementara di Indonesia diperpanjang menjadi 14 hari. Jika hewan tetap sehat dalam periode tersebut, vaksinasi pasca-pajanan (PEP) pada manusia bisa dihentikan sebelum dosis terakhir (hari ke-21/28) karena korban dipastikan tidak tertular. Namun, bila hewan menunjukkan gejala rabies atau mati, vaksinasi harus diselesaikan hingga akhir.

Heru juga menegaskan, vaksinasi pada manusia tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil observasi. Jika hewan penggigit hilang dan tidak dapat diamati, korban wajib menerima vaksinasi lengkap. “Jangan menunda vaksinasi ke manusia karena rabies hampir selalu fatal bila gejala sudah muncul sehingga pencegahan harus segera dilakukan,” ujarnya.

3. Vaksinasi hewan kunci utama pencegahan rabies

Pemkot Yogyakarta sediakan 3.000 vaksin rabies gratis September 2025. (dok. Pemkot Yogyakarta)
Pemkot Yogyakarta sediakan 3.000 vaksin rabies gratis September 2025. (dok. Pemkot Yogyakarta)

Heru menjelaskan Pulau Timor tergolong rawan rabies karena memiliki riwayat kasus sebelumnya. Dari hasil penelitiannya, wilayah di Indonesia dibagi dalam tiga kategori: Daerah endemis seperti NTT, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku; daerah bebas rabies pasca pemberantasan seperti DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; serta daerah bebas rabies secara historis seperti Bangka Belitung dan sebagian besar Papua.

Ia menyebut, vaksinasi pada anjing liar tidak lagi diperlukan di daerah bebas rabies, terutama yang historis. Namun, di wilayah endemis cakupan vaksinasi pada anjing dan kucing harus diperluas. “Terutama jika banyak hewan dipelihara secara dilepasliarkan,” kata Heru.

Menurutnya, vaksinasi hewan adalah kunci utama pencegahan rabies karena tidak hanya melindungi hewan peliharaan, tetapi juga mencegah penularan ke manusia. Ia mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai perubahan perilaku hewan yang tiba-tiba menjadi agresif, takut cahaya, menolak makan, atau mengeluarkan liur berlebih. “Selain itu, anak-anak juga harus diajarkan untuk tidak mendekati atau mengganggu hewan asing,” pesannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Forkom UKM UGM Adakan Doa Lintas Iman untuk Indonesia

15 Sep 2025, 13:19 WIBNews