Atasi Dinasti Politik, KISP Dorong Perbaikan Sistem Partai Politik

- Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) soroti politik dinasti yang masih bayangi Indonesia.
- Ketua KISP, Moch Edward Trias Pahlevi, menyoroti perubahan sistem partai politik untuk melahirkan calon pemimpin yang berkualitas.
- Edward menyarankan revisi UU Partai Politik untuk mengatur pendanaan, kaderisasi, dan transparansi dana Parpol.
Yogyakarta, IDN Times - Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) menyoroti politik dinasti yang masih membayangi Indonesia hingga saat ini. Perubahan sistem partai politik perlu dilakukan untuk melahirkan calon-calon pemimpin yang memiliki kapasitas yang mumpuni.
Ketua KISP, Moch Edward Trias Pahlevi, mengatakan ketika membicarakan politik dinasti, maka kaitannya akan panjang, menyangkut hak baik dipilih maupun memilih. "Dalam aspek ini harus jeli melihatnya, yang kita larang itu proses (yang tidak benar) penentuan kaderisasi kepemimpinan dan proses keterpilihan," ujar Edward, Kamis (11/7/2024).
1. Sistem partai dinilai bermasalah

Edward mengatakan secara pribadi, ia lebih menyoroti dari sisi sistem yang ada. Dalam aspek ini tidak bisa ada larangan keluarga, anak atau istri jika memang dirinya memiliki kapasitas untuk mengisi kepemimpinan kepala daerah.
“Melihatnya dari sistemnya. Masalah saat ini sistem kaderisasi partai kita, pendanaan partai kita, proses pilkada, pemilu, masih cukup jauh untuk mendorong masyarakat kita cerdas, dalam melihat aspek pemimpin dari visi misi. Dalam arti saya ingin melihat bahwa tidak ada soal untuk politik dinasti, yang jadi persoalan internal partai tersebut,” ujar Edward.
2. Penentuan kandidat dari partai menjadi persoalan

Penentuan kandidat partai menurutnya menjadi persoalan. Baik masyarakat maupun NGO sendiri banyak yang menyayangkan politik dinasti dengan kondisi sistem yang seperti saat ini. “Gak bisa dipungkrii politik dinasti datang, karena faktor partai kita, satu pendanaan partai kita minim, maka politik dinasti masuk. Kedua cosh politik mahal. Mau gak mau, pada akhirnya yang punya duit yang akhirnya punya kekuatan,” ucap Edward.
Kondisi tersebut membuat, ketika ada anak dari orang tua yang mampu atau memiliki kekuasaan bisa memotong kompas. Hal tersebutlah yang menjadi persoalan. “Bukan mengecam politik dinasti. Saya disitu idealitasnya. Kalau Tarik filosofi, tata kelola Pemilu gak ada pelarangan terhadap politik dinasti,” ucap Edward.
3. Undang-undang partai politik harus direvisi

Melihat kondisi yang ada, Edward menyarankan agar ada revisi Undang-Undang Partai Politik. Hal ini menjadi poin penting untuk mengatur pertama detail proses pendanaan Parpol. Kedua, mengatur proses kaderisasi. Kader bisa jadi pejabat publik harus berapa tahun, mesti ada patokan.
“Kemudian bagaimana proses transparansi dana Parpol kepada public, agar supaya kita mengetahui Parpol ini berfungsi sebagai pendidikan politik di masyarakat maupun internal. Tiga aspek ini perlu diperhatikan untuk menghasilkan output kepala daerah yang kompeten,” ujar Edward.