Hipmi Siap Kembangkan Potensi Pariwisata Syariah di DIY

- Hipmi Syariah DIY resmi dilantik dengan fokus mendorong pengembangan pariwisata dan ekonomi syariah di Yogyakarta.
- Tantangan utama adalah menurunnya peringkat wisata ramah muslim dan rendahnya literasi keuangan syariah di masyarakat.
- Pemerintah DIY berharap Hipmi Syariah membangun ekosistem syariah yang berdaya saing, berkelanjutan, serta mampu menembus pasar global dengan produk halal berkualitas.
Yogyakarta, IDN Times – Pengurus baru Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ingin berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi syariah. Salah satunya dari sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan bagi DIY.
Ketua Umum Hipmi Syariah DIY, Fajarruddin Achmad Muharom, mengatakan potensi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat besar. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim.
1. Tantangan wisata ramah muslim

Fajarruddin menyebut meski Indonesia memiliki potensi besar penduduk muslim, namun masih ada sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya mengacu Global Muslim Travel Indeks (GMTI) pada tahun 2025 menempati peringkat 5. “Padahal sebelumnya Indonesia itu peringkat 1. Ini menjadi PR bersama. Jangan sampai kita tidak bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri,” ungkap Fajarruddin, saat Pelantikan & Studium Generale Hipmi Syariah DIY, di SM Tower Malioboro, Senin (22/9/2025).
Sementara itu dalam survei Indonesia Muslim Travel Indeks (IMTI) masih berada pada rangking 7. Diharapkan dengan dilantiknya pengurus baru Hipmi Syariah DIY bisa memberi kontribusi membangun ekonomi syariah, wisata ramah muslim. “Sehingga DIY menjadi rangking 1,” ucap Fajarruddin.
Fajarruddin berharap ketika bisnis dijalankan sesuai syariah bisa lebih berkah. Tidak hanya itu, secara eksternal saat ini market global sangat besar. “Sebagai mitra pemerintah, mendorong dan mendukung ekonomi di Indonesia,” ujarnya.
2. Pengembangan ekonomi syariah sangat luas

Ketua Umum Hipmi DIY, Ekawati Rahayu Putri, menegaskan bahwa hadirnya Hipmi Syariah DIY tidak hanya mengejar profit dalam berbisnis, tetapi juga keberkahan. Menurutnya ekonomi syariah ini sangat luas, tidak hanya dalam perbankan atau asuransi. “Ruangnya jauh lebih luas, mencakuop bidang produksi, distribusi, pemasaran, hingga sampai ke end user. Dengan kata lain, ekonomi syariah melingkupi seluruh rantai nilai ekonomi yang kita jalani sehari-hari,” tegas Ekawati.
Senada dengan Fajarruddin, Ekawati juga menyebut bahwa DIY memiliki potensi besar untuk pengembangan ekonomi syariah. Meski begitu, tak bisa dihindari ada tantangan juga yang harus dihadapi. Salah satunya, masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah di masyarakat.
“Data terkini menunjukkan pertumbuhan ekonomi syariah cukup kuat, terutama di sektor perbankan dan pasar modal. Tetapi di sisi lain, literasi dan inklusi keuangan syariah masih menjadi pekerjaan rumah. Masih banyak masyarakat yang belum memahami apa itu ekonomi syariah secara menyeluruh,” kata Ekawati.
3. Gerakan membangun ekosistem syariah di DIY

Kepala Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY, Eling Priswanto mengharapkan pelantikan pengurus Hipmi Syariah DIY tidak hanya menjadi acara seremonial, tetapi juga titik awal lahirnya gerakan besar membangun eksosistem ekonomi syariah di DIY. Hadirnya Hipmi Syariah membawa makna penting di tengah upaya mendorong kemandirian dan daya saing pelaku usaha lokal.
Eling meyakini bahwa hadirnya Hipmi Syariah DIY bisa membawa nilai yang sejalan dengan falsafah luhur DIY, hamemayu hayuning bawana, tekad untuk merawat, menjaga dan menyempurnakan kehidupan. “Bisnis tidak hanya bicara soal untung dan rugi, tetapi juga tentang keberlanjutan, keadilan, dan kebermanfaatan,” ujar Eling.
Eling mengingatkan bahwa ada tantangan yang perlu dihadapi, yaitu soal literasi keuangan syariah. Saat ini tercatat literasi keuangan syariah di Indonesia masih di bawah 10 persen. Instrumen pembiayaan syariah, kerap dianggap rumit dan eksklusif. Kemudian, akses modal syariah masih terbatas, sertifikasi halal bagi UMKM kerap terkendala biaya dan prosedur, tingkat digitalisasi pelaku usaha syariah masih rendah.
Di sisi lain, pasar halal bergerak cepat dengan teknologi, e-commerce, fintech, hingga blockchain. Persoalannya produk halal impor terus membanjiri pasar, menggeser produk dalam negeri yang belum kuat daya saingnya.
Eling meyakini hadirnya Hipmi Syariah DIY yang memiliki modal kuat dalam berjejaring, anggota muda yang adaptif, serta dukungan regulasi yang berpihak pada ekonomi syariah, bisa mengatasi tantangan yang ada. “Saya membayangkan, suatu hari nanti, produk halal dari pengusaha muda DIY menembus pasar global. Bukan hanya karena label halalnya, tapi karena kualitas, keberlanjutan, dan integritas para pelakunya,” ujar Eling.