Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bolehkah Rumah Subsidi Disewakan? Ini Aturan dan Risikonya

ilustrasi menyewakan rumah (pexels.com/Ivan Samkov)
Intinya sih...
  • Rumah subsidi tidak boleh disewakan, dijual, atau dipindahtangankan dalam lima tahun pertama.
  • Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi memiliki aturan main yang tidak bisa dilanggar.
  • Penyewa tidak memiliki perlindungan hukum yang kuat dan risiko dicabutnya subsidi serta hak kepemilikan.

Rumah bersubsidi menjadi solusi kepemilikan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama bagi mereka yang kesulitan membeli rumah dengan harga pasar. Program ini dirancang pemerintah agar kelompok tertentu bisa tinggal dengan layak tanpa beban biaya yang tinggi. Namun, masih banyak yang belum memahami kalau rumah bersubsidi bukan sekadar rumah murah biasa, tapi memiliki aturan pemanfaatan yang cukup ketat, termasuk soal boleh tidaknya disewakan kepada orang lain.

Isu penyewaan rumah subsidi seringkali membuat calon pembeli atau pemilik merasa bingung, bahkan ragu untuk memanfaatkan propertinya secara fleksibel. Padahal, ada regulasi resmi yang mengikat, dan melanggar aturan bisa berdampak serius. Maka dari itu, penting bagi siapa pun yang tertarik dengan rumah subsidi untuk memahami secara menyeluruh apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Berikut penjelasan lengkap seputar penyewaan rumah subsidi, dari aspek aturan sampai risikonya.

1. Pemerintah mengatur status pemanfaatan rumah subsidi

ilustrasi sewa rumah subsidi (pexels.com/Kindel Media)

Kamu perlu tahu bahwa rumah bersubsidi bukanlah properti biasa yang bisa dimanfaatkan semaumu. Rumah ini diberikan dengan dukungan dana dan regulasi pemerintah, sehingga fungsinya harus sesuai tujuan awal, yaitu tempat tinggal pribadi bagi pemilik. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2019, terutama pada Pasal 74 ayat (5), yang menyebut bahwa rumah subsidi tidak boleh disewakan, dijual, atau dipindahtangankan dalam waktu lima tahun pertama.

Pembatasan ini diberlakukan karena rumah subsidi dirancang untuk menjangkau kebutuhan primer bagi warga yang belum memiliki rumah, bukan sebagai aset investasi. Jika disalahgunakan, misalnya disewakan demi keuntungan pribadi, tujuan sosial dari program ini jadi meleset. Itulah sebabnya pemerintah berhak mencabut subsidi atau mengambil tindakan hukum terhadap pelanggaran tersebut.

2. Penyewaan rumah subsidi melanggar ketentuan kredit

ilustrasi sewa rumah subsidi (pexels.com/RDNE Stock project)

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yang diberikan bank juga punya aturan main yang tidak bisa dilanggar. Saat mengajukan KPR subsidi, kamu telah menandatangani akad dan perjanjian bahwa rumah akan ditempati sendiri dan bukan disewakan kepada pihak ketiga. Jika kemudian terbukti rumah tersebut disewakan, maka bank berhak menindak dengan sanksi administratif, bahkan hingga pembatalan subsidi.

Beberapa bank bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan pengecekan lapangan secara berkala. Jika ditemukan penyimpangan, seperti rumah yang kosong dalam waktu lama atau dihuni oleh bukan pemilik sah, maka kasusnya akan diselidiki. Penyewaan rumah yang dibeli melalui KPR subsidi dianggap wanprestasi karena melanggar syarat penggunaan yang telah disepakati di awal.

3. Penyewa tidak memiliki perlindungan hukum yang kuat

ilustrasi perlindungan hukum (pexels.com/Ron Lach)

Jika kamu tetap menyewakan rumah subsidi kepada orang lain secara diam-diam, posisi hukum penyewa sebenarnya cukup rentan. Karena properti itu tidak seharusnya disewakan, maka tidak ada perlindungan hukum yang mengikat kedua belah pihak. Artinya, jika suatu saat kamu ingin mengambil kembali rumah tersebut, penyewa tidak bisa menuntut atau memperpanjang sewa secara hukum.

Dari sisi penyewa, situasi ini juga merugikan karena mereka menyewa properti yang status hukumnya tidak jelas. Bila pemerintah atau bank mengetahui pelanggaran tersebut dan memberikan sanksi, penyewa bisa saja diminta keluar sewaktu-waktu tanpa kompensasi. Jadi bukan hanya pemilik yang berisiko, penyewa pun bisa terkena dampak dari pelanggaran aturan.

4. Risiko dicabutnya subsidi dan hak kepemilikan

ilustrasi rumah subsidi dicabut (pexels.com/Kindel Media)

Meskipun tampak seperti pelanggaran ringan, menyewakan rumah subsidi bisa berujung serius. Pemerintah dan pihak bank memiliki hak untuk mencabut status subsidi yang diberikan. Dalam beberapa kasus, rumah bahkan bisa ditarik kembali atau pemilik diminta melunasi selisih harga pasar yang semestinya yang mana risiko ini tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh dari uang sewa.

Lebih parah lagi, jika terbukti melakukan penyewaan dalam jangka waktu lima tahun pertama, kamu bisa dimasukkan dalam daftar hitam dan tidak lagi bisa mengikuti program subsidi di masa mendatang. Artinya, kamu kehilangan kesempatan mendapatkan bantuan perumahan dari pemerintah hanya karena satu pelanggaran. Ini adalah risiko jangka panjang yang jarang dipikirkan di awal.

5. Etika sosial menjadi pertimbangan tambahan

ilustrasi rumah subsidi (pexels.com/Khwanchai Phanthong)

Selain dari sisi hukum dan regulasi, ada dimensi etika sosial yang patut dipikirkan. Rumah subsidi dirancang untuk mereka yang benar-benar membutuhkan tempat tinggal, bukan untuk dijadikan sumber penghasilan tambahan. Ketika rumah subsidi disewakan, maka secara tidak langsung kamu mengambil peluang dari orang lain yang lebih layak mendapatkan rumah tersebut.

Program subsidi perumahan ini terbatas, dan permintaannya sangat tinggi. Setiap pelanggaran penggunaan mempersempit akses bagi masyarakat yang lebih membutuhkan. Dengan memahami hal ini, semestinya pemilik rumah bisa melihat lebih jauh bahwa program ini bukan hanya soal hak milik, tapi juga soal keadilan sosial yang perlu dijaga bersama.

Menyewakan rumah bersubsidi bukan hanya melanggar aturan, tapi juga bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebelum memutuskan hal besar terkait properti bersubsidi, pahami terlebih dahulu hak dan kewajibannya agar tidak menyesal di kemudian hari. Rumah subsidi adalah bantuan, bukan investasi. Gunakan sesuai tujuan awalnya agar manfaatnya tetap berkelanjutan dan adil.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us