12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahaya

Seberapa berbahayanya, ya?

Menjalani operasi bisa menjadi pengalaman yang menakutkan, ya, terutama selama operasi dan pemulihan pascaoperasinya. Juga, hal ini bisa mengakibatkan komplikasi, seperti pendarahan, infeksi, pembekuan darah, emboli paru, atau reaksi alergi terhadap anestesi, sebagaimana yang ditulis John Hopkins Medicine. Belum lagi masalah umum pasca operasi, seperti mual, nyeri, dan sulit tidur.

Ada beberapa jenis operasi lain yang tidak bersifat darurat tetapi masih cukup berbahaya karena komplikasinya, antara lain bypass lambung, operasi tulang belakang, dan revaskularisasi koroner. Berikut adalah beberapa operasi berbahaya karena risiko komplikasinya.

1. Operasi kolektomi

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/National Cancer Institute)

Operasi kolektomi dilakukan untuk pengangkatan sebagian atau seluruh usus besar. Pasien memerlukan tindakan operasi kolektomi untuk kondisi seperti perdarahan yang tidak terkontrol, obstruksi usus, kanker usus besar, penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan divertikulitis.

Selain operasi kolektomi, banyak pasien yang juga memerlukan prosedur pembedahan lain untuk menyambungkan kembali area sistem pencernaan agar kotoran dapat dikeluarkan dari tubuh. Operasi ini membawa risiko komplikasi serius, di antaranya infeksi, pendarahan, trombosis vena dalam (pembekuan darah di kaki), dan emboli paru (pembekuan darah di paru-paru). Komplikasi lain termasuk kerusakan organ di dekatnya, seperti kandung kemih dan usus kecil.

2. Reseksi usus kecil

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/Olga Guryanova)

Reseksi usus kecil dilakukan untuk mengangkat bagian usus kecil yang sakit dan mengobati penyakit Crohn, ungkap Stamford Health Care. Reseksi usus kecil juga dilakukan untuk mengobati penyakit radang usus, divertikulum Meckel, penyumbatan di usus, kanker GI, tumor non-kanker, dan cedera pada usus kecil.

Reseksi usus kecil memiliki komplikasi seperti perdarahan usus, dan sering diare. Selain itu, pasien mungkin mengalami hernia insisional, di mana usus keluar dari area luka operasi. Juga, nanah dapat menumpuk di usus kecil. Jaringan parut dapat menyebabkan penyumbatan usus, atau mungkin berakhir dengan sindrom usus pendek, yakni ketika tubuh tidak dapat menyerap nutrisi yang cukup.

3. Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu)

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi pasien terbaring di ranjang rumah sakit (unsplash.com/Olga Kononenko)

Kantung empedu adalah organ kecil yang terletak di sisi kanan perut untuk menyimpan empedu, yang diproduksi oleh hati dan untuk mengurangi lemak dari makanan. Operasi kandung empedu dilakukan untuk menghilangkan batu empedu, seperti yang dilaporkan Everyday Health.

Prosedur ini relatif umum, tetapi bukan berarti tidak berbahaya, terutama jika dilakukan dalam situasi darurat. Setelah operasi, pasien bisa saja kesulitan untuk mencerna jenis makanan tertentu, terutama yang tinggi lemak dan tinggi serat. Hal ini dapat menyebabkan sakit perut, kembung, dan diare.

Sayangnya, ada beberapa komplikasi berbahaya yang bisa terjadi. Ada kemungkinan untuk mengalami kebocoran kandung empedu. Komplikasi lain termasuk cedera saluran empedu atau kerusakan pembuluh darah di sekitarnya, hati, atau usus. Beberapa pasien juga mengalami pembekuan darah di kaki (deep vein thrombosis) atau paru-paru (pulmonary embolism). Infeksi, pendarahan, bekas luka, mati rasa, dan hernia juga dapat terjadi.

4. Operasi tukak lambung

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/Richard Catabay)

Operasi tukak lambung dilakukan jika tukak lambung mengalami perdarahan, sakit perut yang menyiksa, tukak berlubang dan menyebabkan peritonitis, atau isi di dalam perut tersumbat. Operasi melibatkan beberapa area: kerongkongan, lambung, duodenum, jejunum, dan saraf vagus. Selama prosedur, ahli bedah akan memotong saraf vagus, mengangkat antrum (bagian bawah lambung), atau memperbesar area antara lambung dan duodenum (bagian dari usus kecil).

Selama prosedur pembedahan, komplikasi dapat mencakup perdarahan yang berlebihan, infeksi, dan masalah anestesi. Selain itu, mungkin ada kerusakan pada pembuluh darah besar dan saraf di sekitarnya di leher, paru-paru, saluran toraks, dan saraf laring. Komplikasi pascaoperasi juga dapat mencakup perdarahan dan infeksi yang berlebihan, serta hernia insisional, tukak lambung berulang, malnutrisi, dan diare ekstrem.

Selain itu, pasien juga merasa tidak nyaman setelah makan jenis makanan tertentu. Gejala pasca operasi lainnya dapat mencakup mual, muntah, sembelit, pendarahan dubur, nyeri otot, sakit kepala, pusing, dan banyak lagi. Jika tidak diobati, perforasi tukak lambung, dapat menyebabkan kematian, ungkap National Library of Medicine.

Baca Juga: 6 Penurunan Fungsi Organ yang Dialami Tubuh pada Usia 30

5. Adhesiolisis

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/Olga Kononenko)

Perlekatan abdomen merupakan gumpalan jaringan parut yang menempel di organ dalam perut. Perlekatan ini terjadi akibat infeksi, atau kondisi peradangan. Dikutip Healthline, hal ini dapat menyebabkan nyeri kronis atau masalah pencernaan. Perlekatan ini juga dapat menyumbat usus dan menyebabkan obstruksi usus, masalah reproduksi perempuan, atau hubungan seksual yang menyakitkan.

Cara menghilangkan perlekatan ini adalah dengan prosedur pembedahan yang dikenal sebagai adhesiolisis. Orang dengan penyakit Crohn, endometriosis, penyakit radang panggul, peritonitis, dan penyakit divertikular mungkin mengalami jenis jaringan parut ini. Meskipun operasinya tidak terlalu invasif, komplikasinya dapat mencakup kerusakan organ, pendarahan, infeksi, hernia, dan bahkan perlengketan yang justru memburuk.

6. Operasi usus buntu

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap BerbahayaIlustrasi seorang perempuan yang sedang kesakitan di bagian perutnya. (pixabay.com/unknownuserpanama)

Usus buntu adalah kantong kecil yang terhubung ke usus besar di area kanan bawah perut. Jika usus buntu terinfeksi, ia berubah menjadi radang usus buntu, dan memerlukan operasi usus buntu, yang sering dilakukan selama keadaan darurat. Jika tidak segera diobati, usus buntu bisa pecah. Tingkat kematian dalam operasi darurat ini adalah 5,1 per 1.000 orang, lapor Medical News Today.

Komplikasi dari usus buntu terbuka atau laparoskopi termasuk pendarahan, infeksi, kemerahan, dan pembengkakan di perut yang dapat terjadi jika usus buntu pecah selama prosedur. Selain itu, dapat menyebabkan usus tersumbat dan cedera pada organ di sekitarnya.

Pasien pascaoperasi diminta untuk menghubungi dokter jika merasakan sejumlah gejala, termasuk demam atau kedinginan, masalah di sekitar bekas sayatan operasi, sakit perut, kesulitan bernapas, kehilangan nafsu makan atau muntah, dan terus menerus buang air besar atau diare.

7. Laparotomi (bedah perut)

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/National Cancer Institute)

Operasi perut dapat dilakukan untuk mengangkat usus buntu atau memperbaiki hernia. Namun, terkadang penyebab sakit perut dan masalah lainnya tidak jelas, yang akhirnya memerlukan operasi laparotomi eksplorasi untuk mengidentifikasi masalahnya, seperti yang dilansir Healthline.

Jenis operasi ini sering dilakukan jika terjadi masalah perut yang serius atau jangka panjang dan trauma perut besar terjadi. Ini untuk memeriksa pembuluh darah, usus kecil atau besar, pankreas, hati, kelenjar getah bening, limpa, dan banyak lagi. 

Komplikasi operasi dapat mencakup perdarahan, infeksi, sayatan yang tidak sembuh dengan baik, cedera pada usus atau organ lain, dan hernia insisional. Komplikasi serius dapat disertai dengan demam, peningkatan rasa sakit, infeksi sayatan, nyeri dada, sesak napas, batuk terus-menerus, mual, dan banyak lagi.

Sebuah penelitian terhadap 4.346 pasien yang menjalani operasi perut darurat menemukan bahwa hampir satu dari lima pasien meninggal setelah laparotomi darurat, dan tingkat kematian dalam 24 jam operasi adalah 21 persen.

8. Kraniektomi

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi operasi (unsplash.com/Mehmet Turgut Kirkgoz)

Kraniektomi biasanya dilakukan dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Operasi ini melibatkan pengangkatan bagian tengkorak untuk mengurangi tekanan, pembengkakan otak, dan pendarahan. Biasanya dilakukan setelah cedera otak traumatis, stroke, atau jika ada gumpalan darah atau penyumbatan di arteri otak. 

Operasi ini juga digunakan untuk mengobati edema serebral atau hematoma intrakranial. Pasien yang mengalami tekanan intrakranial, hipertensi intrakranial, atau perdarahan berat dan tidak dilakukan kraniektomi dapat mengalami tekanan atau perdarahan yang dapat menekan otak dan mendorongnya ke arah batang otak, yang dapat menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.

Ada beberapa komplikasi besar yang dapat terjadi setelah operasi invasif ini, diantaranya kerusakan otak permanen, pengumpulan atau cairan yang terinfeksi di otak, dan meningitis (radang otak). Pasien juga dapat mengalami pendarahan antara otak dan kulit kepala, infeksi otak atau tulang belakang, kehilangan kemampuan berbicara, atau kelumpuhan sebagian atau seluruh tubuh.

Lebih buruk lagi, pasien dapat mengalami koma, keadaan vegetatif yang persisten, atau mengalami kematian otak. Meskipun komplikasi ini bisa sangat mengerikan, kraniektomi adalah prosedur penyelamatan jiwa bagi banyak orang yang pernah mengalami cedera traumatis atau stroke, jadi risikonya sepadan dengan banyak situasi.

Baca Juga: Kebanyakan Minum Air Putih, Ini yang akan Terjadi di Tubuhmu! 

9. Pemisahan bayi kembar siam

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayabayi kembar siam (chla.org)

National Center for Biotechnology Information memperkirakan bahwa kelahiran kembar siam adalah satu per 50 ribu hingga 200 ribu. Sekitar 60 persen dari kembar siam ini meninggal saat lahir. Jenis kembar siam yang paling umum yaitu menyatu di dada dan perut. Mereka juga dapat menyatu di sakrum dan perineum, tulang belakang, perut bagian bawah dan panggul, serta kepala ke umbilikus. Selain itu, mereka mungkin menyatu hanya di dada, perut, atau kepala.

Mereka yang berbagi organ vital biasanya tidak dapat dipisahkan karena akan menyebabkan kematian dari salah satu atau keduanya. Jika orang tua memutuskan untuk memisahkan mereka, komplikasinya dapat mencakup kegagalan organ, cacat kulit, infeksi, pendarahan, dan cedera pada organ dalam.

Selain itu, ada dilema etika. Keluarga harus mempertimbangkan skenario terburuk jika salah satu akan meninggal setelah dipisahkan, apakah keduanya akan meninggal setelah dipisahkan, atau apakah keduanya akan meninggal tanpa dapat dipisahkan. Satu studi mengklaim hanya 60 persen dari kasus bayi kembar siam yang dipisahkan melalui pembedahan dapat bertahan.

10. Bypass lambung

https://www.youtube.com/embed/5J2ZbPoO8b8

Beberapa orang yang ingin menurunkan berat badan, diet atau olahraga, mencari solusi dengan bedah yang dikenal sebagai bypass lambung. Operasi ini juga dilakukan bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan yang serius terkait dengan berat badan, seperti penyakit refluks gastroesofageal, penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke, dan kanker. Prosedur ini dilakukan dengan mengecilkan  lambung dan usus.

Pasien bisa kehilangan 50 persen atau lebih dari berat badan mereka, ungkap University of Iowa Hospitals and Clinics. Penurunan berat badan yang cepat setelah operasi dapat menyebabkan gejala dalam waktu tiga hingga enam bulan, seperti nyeri tubuh, kerontokan rambut, atau perubahan suasana hati. Pasien juga merasa seperti sedang sakit flu.

Ada beberapa kemungkinan komplikasi, di antaranya pendarahan, infeksi, pembekuan darah, masalah pernapasan, kebocoran sistem pencernaan, obstruksi usus, batu empedu, hernia, hipoglikemia, maag, muntah, kekurangan gizi, dan perforasi lambung.

11. Operasi tulang belakang

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi dokter melihat layar monitor (nortonhealthcare.com)

National Center for Biotechnology Information menjelaskan bahwa osteomielitis vertebra juga dikenal sebagai osteomielitis tulang belakang atau spondylodiskitis, adalah infeksi yang dapat terjadi karena trauma tulang belakang, infeksi di daerah sekitar tulang belakang, atau karena bakteri yang menyebar dari darah ke tulang belakang. Gejala infeksi dapat meliputi nyeri punggung, demam, kedinginan, penurunan berat badan, kejang otot, nyeri atau sulit buang air kecil, kelemahan atau mati rasa pada lengan atau kaki, dan inkontinensia.

Kondisi ini biasanya terjadi pada orang tua, pengguna narkoba suntik, pengidap HIV, atau orang dengan transplantasi organ atau kanker. Beberapa prosedur gigi juga dapat menyebabkan infeksi tulang belakang karena bakteri dapat memasuki aliran darah selama operasi dan berjalan ke tulang belakang. Penyebab paling umum dari infeksi tulang belakang adalah bakteri staphylococcus aureus atau E. coli.

Operasi untuk mengobati infeksi ini bisa memakan waktu lama, dan komplikasi selama prosedur dapat mencakup kehilangan darah dan kebutuhan untuk operasi tambahan di tempat yang sama. Satu sampai 4 persen dari prosedur menyebabkan infeksi. Komplikasi pasca operasi dapat mencakup kekambuhan infeksi, patah tulang, kelumpuhan, cacat neurologis permanen, nyeri kronis, dan kecacatan. Sayangnya, tingkat kematian satu dan dua tahun setelah operasi adalah 20 persen dan 23 persen, menurut sebuah penelitian di European Spine Journal yang diterbitkan tahun 2020.

12. Revaskularisasi koroner 

12 Risiko Komplikasi Setelah Operasi yang Dianggap Berbahayailustrasi di ruang operasi (tctmd.com)

Penyakit arteri koroner kemungkinan terjadi karena seseorang merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan memiliki diabetes, resistensi insulin, atau gaya hidup yang salah. Jenis penyakit ini disebabkan oleh aterosklerosis, yang mengurangi lebar arteri besar serta suplai darah ke organ vital, tulis Missouri Heart Center.

Berkurangnya suplai darah ke jantung dapat menyebabkan nyeri dada, serangan jantung, dan bahkan kematian. Penyakit arteri koroner dapat diobati dengan pengobatan dan mengubah gaya hidup. Sayangnya, jika arteri tersumbat parah, operasi revaskularisasi diperlukan. Prosedur ini melibatkan implantasi stent (angioplasti) atau operasi bypass.

Dilansir Cardiology Advisor, komplikasi revaskularisasi koroner meliputi infark miokard perioperatif, curah jantung rendah, aritmia jantung, aritmia atrium, dan komplikasi neurologis. Masalah neurologis ini dapat mencakup masalah penglihatan, masalah dengan perhatian, masalah memori, dan komplikasi neurologis perifer. Salah satu komplikasi terburuk adalah infeksi luka dalam sternum. Seorang pasien juga dapat mengalami insufisiensi ginjal.

Terlepas dari kemungkinan masalah pasca operasi ini, revaskularisasi kardiologi diketahui dapat memperpanjang hidup seseorang. Juga kabar baiknya, hanya 2 persen hingga 3 persen orang yang menjalani operasi bypass jantung meninggal akibat prosedur tersebut.

Bagaimanapun, operasi dimaksudkan untuk memperbaiki atau menyelamatkan seorang pasien yang mengalami kondisi tertentu, tapi bukan berarti operasi itu tidak aman, ya. Ini tentunya sesuai prosedur dan ditangani ahlinya.

Baca Juga: Kenali 8 Tanda Penyakit Stroke, Bisa Selamatkan Nyawa

Amelia Solekha Photo Community Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya