Ajak Masyarakat Beradaptasi, Sultan: Kolaborasi atau Mati

Meredakan gelombang hanyalah ilusi 

Yogyakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 telah memengaruhi nyaris seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat dituntut mampu berlaku adaptif terhadap segala bentuk transformasi sosial yang tidak direncanakan.

Setidaknya itu adalah sedikit penggalan yang disampaikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Sapa Aruh di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur, Kota Yogyakarta, Selasa (16/2/2021).

Melalui Sapa Aruh yang bertemakan 'Mengadaptasi Perubahan, Menggugah Semangat Bangkit-Ekonomi', Sultan mengajak masyarakatnya menyesuaikan diri terhadap segala bentuk perubahan, termasuk di bidang ekonomi.

"Konon kata orang bijak, mahkluk yang mampu mempertahankan hidup bukan yang terbesar, terkuat atau terkaya. Tapi mereka yang paling bisa beradaptasi dengan perubahan," demikian penggalan Sapa Aruh Sultan.

1. Belajar dari nelayan dan petani

Ajak Masyarakat Beradaptasi, Sultan: Kolaborasi atau MatiIDN Times/Tunggul Damarjati

Sultan mengajak masyarakat untuk mengubah cara berpikir dan bertindak sekarang juga demi menyongsong situasi yang bisa saja berubah secara total.

"Maka, ubahlah cara berpikir dan bertindak sejak sekarang juga! Kalau dulu, suntikan semangatnya “Merdeka atau Mati!”, kini pilihannya juga tinggal dua: “Kolaborasi atau Mati” –Collabs or Collapse," kata Sultan.

"Kalau kini, diberlakukan Pengetatan Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM), apakah kita cukup dengan bersungut-sungut lalu marah?" sambungnya.

Sultan mengajak masyarakat belajar dari para nelayan tidak bisa melaut walau badai dan gelombang menghadang. Mereka memahami pasang-surut air laut sedang mengantarkan oksigen untuk plankton di dasar laut.

"Benar saja, saat badai reda, plankton tumbuh lebih subur, ikan-ikan berkembang biak. Lalu nelayan bisa kembali mendapatkan ikan dalam jumlah cukup. Para nelayan tidak pernah menghujat gelombang dan badai, tetapi mereka mengetahui kapan saat terbaik untuk istirahat. Tetap 'semangat tanpa sambat'," tegas Sultan.

Demikian pula petani, waktu yang ada dipergunakan memperbaiki alat-alat yang rusak sembari membiarkan lahan beristirahat dan memulihkan diri.

"Yang masih baik dibuat lagi varian yang lebih baik. Sikap-sikap rajin inilah yang mempertemukan kita pada produk-produk jenius. Produk-produk tidak sekali jadi yang terasah oleh mentalitas perajin yang ingin memperbaiki diri dan karyanya," lanjut Ngarsa Dalem. 

2. Meredakan gelombang hanya sebuah ilusi

Ajak Masyarakat Beradaptasi, Sultan: Kolaborasi atau MatiIlustrasi PPKM. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Sektor usaha tak luput dari perhatian Sultan. Dampaknya ke ekonomi membawa ketakutan dan kekhawatiran bagi para pelakunya. Lalu, bagaimana cara menanggulanginya?

"Ada baiknya kita bertanya: Adakah nelayan yang melawan gelombang dan badai, agar reda? Adakah petani yang membiarkan tanahnya terus dipaksa untuk menghasilkan? Jika ada, mereka pasti hanya melakukan hal yang sia-sia. Meredakan gelombang hanyalah sebuah ilusi. Menanam di tanah yang tak punya waktu memulihkan diri untuk menghasilkan lebih banyak, hanyalah solusi jangka pendek tanpa memikirkan kesuburan tanah di kemudian hari," tutur Sultan.

Menurut Sultan, pelaku UMKM maupun pelaku bisnis lainnya semestinya juga mengenal masa jeda. Bukan untuk tidak produktif, tetapi justru untuk lebih produktif dengan memperbaiki piranti-piranti bisnis.

"Belajar dari mereka, saat datangnya wabah corona inilah momentum terbaik bagi para pelaku bisnis untuk memperbaiki fasilitas, meningkatkan kemampuan SDM dan juga menajamkan wawasan bisnis. Di mana pemerintah wajib memberikan insentif dan stimulus ekonomi sebagai modal survival untuk gumrégah-bangkit. Dalam hal ini, saya menyediakan ruang dialog untuk mencari solusi terbaik," ujarnya.

Harus dipahami bersama, Pandemi Covid-19 ini tak ada yang mampu melihat ujungnya. Sultan berujar, situasi sekarang tak sama dengan masa Depresi tahun 1929 berlangsung selama 6 tahunan.

"Karena itu, tidak bisa lain, hadapi dan terima kenyataan. Bisnis harus mencari model atau rekayasa baru yang berbiaya murah dan terima pembayaran cepat. Tentu ini tidaklah mudah seperti halnya membalik telapak tangan," tegasnya.

3. Jangan menghitung apa yang hilang

Ajak Masyarakat Beradaptasi, Sultan: Kolaborasi atau MatiIlustrasi petugas uji swab. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Sultan meyakini hidup ini tak selamanya berjalan mulus. Butuh batu kerikil agar kita berhati-hati, perlu semak berduri supaya kita waspada. 

Masalah ada agar kita punya kekuatan, demikian pula pengorbanan agar kita tahu cara bekerja keras. Butuh melihat orang lain agar kita tahu, tak sendiri.

"Jangan menghitung apa yang hilang, namun hitunglah apa yang tersisa. Sekecil apa pun penghasilan kita, pasti akan cukup, bila digunakan untuk kebutuhan hidup. Sebesar apa pun penghasilan kita, pasti akan kurang, bila digunakan untuk gaya hidup dan memenuhi kepuasan hati," pesan Sultan.

Ia berpesan agar tak menyelesaikan masalah dengan mengeluh atau marah. Namun bersikap sabar, bersyukur, yang menjadi bekal optimisme.

"Teruslah melangkah walau banyak rintangan, dan jangan takut saat tidak ada lagi tembok untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud. Dan, tak kalah penting, kita mendamba petunjuk-Nya, agar punya harapan tentang arah masa depan," pungkasnya.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya