Terindikasi Judol, Bansos 7 Ribu Penerima PKH di DIY Disetop

- Penyaluran bansos PKH di DIY dihentikan sementara bagi 7.001 penerima manfaat terindikasi judol.
- Data menunjukkan penerima manfaat PKH yang terindikasi judol paling banyak ditemukan di Gunungkidul, Bantul, dan Sleman.
- Pemerintah memberikan kesempatan kepada penerima manfaat PKH untuk menyampaikan klarifikasi jika terindikasi judol.
Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Sosial setempat menyetop sementara aliran bantuan sosial (bansos) bagi 7.001 penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Penyaluran bansos dihentikan untuk mereka yang terindikasi terlibat praktik judi online alias judol.
"Sementara kita berhentikan," kata Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, Minggu (16/11/2025).
1. Gunungkidul paling banyak

Endang menjelaskan, data terduga penyalahguna bansos diterima dari Kementerian Sosial berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Data menunjukkan, penerima manfaat PKH yang terindikasi terlibat judol paling dominan ditemukan di wilayah Kabupaten Gunungkidul, yakni sebanyak 2.397 orang penerima manfaat. Disusul Kabupaten Bantul (1.711); Sleman (1.106); Kota Yogyakarta (938); dan Kulon Progo (849).
"Maka ini memang kami meminta Dinas Sosial kabupaten/kota untuk menindaklanjuti," kata Endang.
2. Beri ruang untuk klarifikasi

Endang melanjutkan, dinas sosial tingkat kabupaten/kota selanjutnya menyampaikan informasi kepada penerima manfaat PKH yang diputus sementara aliran bansosnya karena terindikasi judol tersebut.
Verifikasi akan dilakukan dengan bantuan dari pendamping PKH, mengingat temuan PPATK hanya didasarkan pada data nomor induk kependudukan dan nomor rekening.
"Karena itu memang diberhentikan sementara dengan memberi peluang masyarakat untuk menjelaskan ke kita, begitu. Emang benar enggak dia judol, begitu," terangnya.
Endang juga memastikan bahwa pemerintah memberikan kesempatan kepada penerima manfaat PKH yang masuk dalam daftar terindikasi terlibat judol untuk menyampaikan klarifikasi.
"Ketika tidak ada penjelasan, tidak ada komplain, ya sudah. Berarti memang ini benar, kan, seperti itu," imbuh Endang.
3. Pelaku judol tak selalu warga terdaftar bansos

Lebih jauh, Endang menyebut bahwa pihaknya memberlakukan verifikasi berlapis sehingga tak serta merta menerima begitu saja laporan dari pendamping nantinya.
Musababnya, banyak temuan kasus bahwa pelaku judol tidak selalu warga yang terdaftar sebagai penerima bansos pemerintah.
"Istrinya mungkin enggak judol, tapi yang judol suaminya atau anaknya. Kan sama, mereka memakai itu untuk judi, kan gitu. Walaupun dia tidak mengakui, tapi ternyata terbukti, yang judol adalah keluarga dia, anaknya atau suaminya, gitu. Sama saja, kan, yang kita bantu ini keluarga, cuma untuk memastikan menerima itu, kan, satu NIK," jelasnya.
Endang menegaskan, penerima bantuan dinilai tidak lagi layak menjadi penerima manfaat program bantuan sosial pemerintah apabila nantinya benar-benar terbukti menyalahgunakan bantuan dana dari pemerintah untuk aktivitas ilegal seperti judol.
Endang menekankan bahwa tujuan utama pemerintah menyalurkan bantuan sosial kepada warga yang membutuhkan agar mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga daya beli, terutama saat menghadapi tantangan ekonomi.
"Ketika itu digunakan untuk judol, berarti memang dia tidak perlu bantuan. Masa kita, pemerintah membantu untuk dia judi," pungkasnya.


















