Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi Pelaku

Ketika kos tak lagi menjadi ruang privat yang aman

Yogyakarta, IDN Times - Awal 2022, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Gunawan Budianto, memberhentikan dengan tidak hormat salah satu mahasiswanya yang seorang aktivis kampus. Berdasarkan hasil investigasi dan pemeriksaan yang melibatkan Komite Disiplin dan Etik Mahasiswa UMY, perkosaan yang dilakukan terduga pelaku terhadap dua mahasiswi dilakukan di kos pada September 2021 dan Desember 2018.

Temuan kasus kekerasan seksual di UMY menambah daftar panjang kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi di kos. Direktur Rifka Annisa Women’s Crisis Centre, Diferintia One Muharomah, mengungkapkan dalam lima tahun terakhir, 130 kasus dari 267 kasus kekerasan seksual di DIY menimpa mahasiswa.

“Tahun 2021, kami riset kecil-kecilan. Temuan kami, banyak responden menyebut tempat kejadian peristiwa seksual itu di kos-kosan,” ungkap One dalam wawancara daring, 12 Januari 2022.

Hal ini dikuatkan pula oleh data Bidang Advokasi HopeHelps Universitas Indonesia yang mencatat 31 kasus laporan kekerasan seksual sepanjang Mei 2020-Juni 2021. Sebanyak 11 kasus berlangsung di luar kampus, meliputi rumah korban atau pelaku (3 kasus), kos (4 kasus), bioskop (1 kasus), restoran (2 kasus) dan mobil (1 kasus). Artinya, Prilia Kartika Apsari dari HopeHepls UI 2021 menjelaskan, ranah privat seperti kos, rumah, atau kamar juga menjadi lokasi kejadian kekerasan seksual. Apalagi selama pandemik COVID-19 ini.

“Banyak korban yang tidak bisa pergi sehingga terpaksa berada dalam ruangan tertutup bersama pelaku,” kata Prilia dalam ringkasan tahunan HopeHepls UI 2021.

Pelakunya bisa siapa saja. Pemilik kos, penghuni kos, tetangga kos, juga orang tak dikenal. Mengapa kos menjadi tempat yang rawan bagi korban sekaligus ruang ‘nyaman’ bagi pelaku untuk melakukan kekerasan seksual?

Tim Kolaborasi Liputan Kekerasan Seksual di Indekos yang terdiri dari IDN Times Jogja, Jaring.id, Koran Tempo, Konde.co, dan Suara.com mengulik modus pelaku dari kisah lima penyintas dengan nama samaran yang mengalami kasus itu saat indekos di Yogyakarta, Jakarta, juga Jember. Harapannya, siapapun waspada, korban berani suara, pelaku jera, dan publik tidak menghakimi korban.

Baca Juga: UII Pilih Aturan Internal untuk Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus

1. Pemilik kos mencium dengan dalih menganggap seperti cucu sendiri

Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi PelakuSuasana salah satu jalan menuju lokasi kos di Yogyakarta. (Dok. Kolaborasi Liputan KS di Kos)

Pukul 21.00 WIB, 20 November 2021, Lina, sebut saja demikian, tersentak. Tak hanya disebabkan suara tangis adiknya, Angela (21 tahun), mahasiswi universitas swasta di Yogyakarta yang sesenggukan dari ujung telepon, tetapi juga kisah yang dibeberkannya malam itu.

“Adikku dipeluk, dicium pipinya oleh bapak kos. Dia ketakutan. Kondisinya tak stabil dan histeris,” ungkap Lina kepada tim kolaborasi melalui daring, 2 Desember 2021.

Kejadian bermula ketika pemilik kos, Erminto (79 tahun) mengajak Angela makan. Dalihnya, syukuran karena bangunan kos miliknya yang lain sudah terisi lima orang. Terduga pelaku ini adalah pemilik tiga indekos di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Pensiunan pegawai pabrik gula itu pernah dua kali menjadi Ketua RT, termasuk ketua pemilik kos di kawasan itu.

Saat kejadian, keduanya makan di ruang tamu indekos lain miliknya yang berjarak sekitar 300 meter dari indekos yang dihuni Angela. Usai makan, Erminto menyatakan keinginannya menjodohkan Angela dengan anak bungsunya. Angela menolak dan menangis.

“Aku berusaha membuat adikku tak panik. Dan memintanya untuk segera pindah kos,” kata Lina.

Malam itu juga, bersama temannya, Angela mengemas barang dan meninggalkan kos yang sudah ditempati sejak 2018 itu. Seorang petugas keamanan yang melihat kepergiannya sempat menegur.

“Kenapa, ada pelecehan ya? Laporkan saja, sudah biasa kok di sini,” kata petugas itu ditirukan Lina.

Lina pun pernah indekos di sana saat menempuh pendidikan S-2. Sejauh itu, dia merasa nyaman. Pemilik kos juga biasa mengajak anak-anak kos makan bersama. Namun sejak kejadian yang menimpa adiknya, Lina curiga ada korban lain. Dia mencoba mengontak teman-teman yang pernah indekos di sana. Ternyata ada kisah temannya yang diraba pantatnya. Ada juga teman yang kakinya terluka, lalu diurut pemilik kos dalam kondisi pintu kamar ditutup.

“Teman itu langsung menghubungi saudaranya. Saya syok dengan kejadian-kejadian itu,” kata Lina. 

Usai kejadian, Angela mengalami trauma sehingga perlu pendampingan psikolog. Dia sering mimpi buruk dan sesak napas karena serangan panik. Dia tak mau tinggal di indekos yang induk semangnya laki-laki, apalagi sudah tua.

“Yang paling dia takutkan adalah disalahkan orang lain karena menganggapnya buruk,” kata Lina.  

Mengingat Angela masih di Yogyakarta, untuk mencegah hal-hal tak diinginkan, Lina pun meminta bantuan temannya yang seorang pengacara untuk bertemu Erminto. Pengacara itu menyusun surat yang isinya antara lain, Erminto menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya, baik terhadap Angela maupun anak kos lainnya. Surat pernyataan itu ditandatangani Erminto.

Sementara saat ditemui di kos, Erminto berdalih tindakan mencium dan memeluk untuk menenangkan Angela yang menangis.

“Jangan nangis, kalau enggak mau ya enggak apa-apa. Jadi menenangkan seperti kepada cucu saya kalau lagi nangis,” kata Erminto, 28 Desember 2021.

Dan dia membantah pernah memijit kaki anak kos yang terluka. Melainkan hanya membantu memanggilkan tukang pijit.

Baca Juga: Tim Investigasi Temukan Bukti Perkosaan, UMY Pecat Mahasiswa MKA 

2. Meski pemilik kos, bolehkah mengintip dan masuk kamar tanpa izin?

Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi PelakuUnsplash/Chris Nguyen

Perilaku pemilik kos sebagai terduga pelaku pelecehan seksual juga dialami Anggun, mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) yang indekos di wilayah Depok, Sleman antara 2013-2017. Saat istirahat siang, Anggun dibuat terkejut ketika pemilik kos tiba-tiba nyelonong masuk ke kamarnya. Alasannya untuk mengecek kondisi kamar mandi yang berada di dalam kamar kos. Sementara Anggun hanya mengenakan baju tanpa lengan dan celana pendek saat itu.

“Aku kaget banget. Terus bapaknya bilang, sudah sih, biasa aja. Saya juga pernah lihat kok,” kata Anggun saat mengisahkan secara daring, 14 Desember 2021.

Jawaban itu membuat Anggun kian kaget. Teman-teman yang indekos di sana pun mengaku tak nyaman. Rupanya, pemilik kos suka mengintip penghuni kos dari balik jendela kamar. Acap kali menegur dengan menyebut sapaan “cantik” atau “sayang”, juga suka merangkul pundak. Istrinya pun tak menunjukkan reaksi apapun.

Pernah juga, pemilik kos menatap penghuninya dari ujung kaki ke ujung kepala.

“Ketika ditanya, kenapa, Pak? Kamu sekarang badannya gemukan ya,” kata Anggun yang tinggal di lantai dua.

Namun sejak peristiwa masuk ke kamar Anggun tanpa permisi, kegenitan pemilik kos membuat para penghuninya waswas. Jika pemilik kos datang, maka penghuninya langsung mengunci jendela dan pintu kamar. Anggun pun memasukkan sandalnya ke dalam kamar agar dianggap tak ada dalam indekos.

“Kalau mau keluar, aku selalu nanya anak di bawah. Bapak kos ada di bawah gak? Kalau ada, aku ga bakal pergi,” papar Anggun yang takut bertemu dan disapa pemilik kos.

Diakui Anggun, pemilik kos tersebut ramah dan supel dengan penghuninya. Meski tak tinggal dalam satu bangunan, pemilik kos suka datang sepekan tiga kali untuk mengecek kondisi di sana. Kadang kala bersama istrinya. Suka membuatkan jemuran, rak sepatu, memperbaiki kamar. Saat datang, mereka biasa ngobrol akrab.

Sebelumnya, sikap pemilik kos itu hanya dianggap para penghuninya sebatas kegenitan atau sok kenal sok dekat saja. Mereka pun tak melapor, semisal kepada Ketua RT.

“Kami juga gak kepikiran. Mungkin kami gak tahu kalau sikap-sikap itu adalah pelecehan ya,” kata Anggun yang mengalami trauma. Dia acap kali keluar keringat dingin ketika lewat dekat di bekas indekosnya.

Sementara menurut Sekretaris Rektor UGM, Gugup Kismono telah ada 15 laporan yang masuk ke Unit Layanan Terpadu (ULT) Khusus Penanganan Kekerasan Seksual UGM. Dia mengklaim, kondisi itu menunjukkan penyintas mulai aman untuk melaporkan kasusnya.

“SOP yang ada bisa digunakan untuk pedoman dan menumbuhkan harapan, bahwa kasusnya akan ditangani serius,” kata Gugup melalui pesan WhatsApp, 12 Januari 2022.

Baca Juga: Viral, Mahasiswa UMY Diduga Lakukan Kekerasan Seksual 

3. Korban harus berani speak up!

Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi PelakuIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, Jelita, mahasiswi Angkatan 2019 dari universitas di Jember juga mempunyai pengalaman buruk dengan pemilik kos. Pada 8 Januari 2022, Jelita turun dari kamar kos di lantai 2. Dia membawa banyak barang untuk dibawa pulang ke kampung halaman. Ada pemilik kos di ruang tamu. Jelita naik ke kamar lagi karena ponselnya tertinggal.

Namun saat turun dan melewati lorong, Jelita dicegat pemilik kos di sana. Dia bertanya Jelita akan ke mana dan dijawab akan pulang ke Banyuwangi. Tiba-tiba pemilik kos mengelus dahi dan rambutnya.

Dan pelecehan kembali menimpa Jelita di kos tersebut pada 15 Januari 2022. Dia juga bersiap pulang ke rumah. Tasnya diletakkan di anak tangga untuk mengambil helm yang tertinggal. Saat turun, dia kembali bertemu pemilik kos dan bertanya dengan pertanyaan yang sama.

Tiba-tiba, terduga pelaku itu mendesis, "Sssstt..." sembari menarik tubuh Jelita dan menciumnya. Jelita kaget. Dalam beberapa saat, dia tak bisa teriak, mulutnya berasa kaku.

“Namun aku bisa melawan. Aku mendorong dia pakai helm. Baru dia lepas,” kata Jelita.

Dia pun langsung lari ke depan kos untuk menunggu pacarnya yang akan menjemput. Dan pemilik kos itu datang mendekati gerbang kos. Sembari melekatkan telunjuk tangan ke bibir dengan maksud agar Jelita tak bicara kepada siapapun.

“Aku gak gubris dia. Aku telpon-telpon cowokku. Aku bingung itu,” kata Jelita dalam kronologi yang ditulis dan dikirim kepada tim kolaborasi, 15 Januari 2022.

4. Menjadi korban berulang kali, korban butuh dukungan

Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi PelakuIlustrasi pencabulan. (IDN Times)

Dengan berat hati, Andini membonceng motor kakak tingkatnya, sebut saja Joni, sembari memangku sekotak kabel untuk dikembalikan siang itu. Bukan ke tempat pemilik kabel, mereka berhenti di kos kakak tingkat ini dengan alasan mengambil tas. Kos itu masuk ke gang sempit yang diingatnya di wilayah Kapanewon Depok, Sleman. Mahasiswi Angkatan 2019 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini memilih menunggu di luar, tapi dipaksa masuk ke kamarnya.

Pintu kamar dikunci. Andini ketakutan. Dia teringat peristiwa beberapa malam di kos Joni. Malam itu, Andini terpaksa menginap di kos Joni bersama temannya karena pintu kosnya sudah dikunci. Saat tersadar dari tidur, Joni sudah menindih tubuhnya. Namun Andini mengaku tak tahu secara pasti apa yang dilakukan Joni terhadapnya.

Dan siang itu, kondisi kos sepi. Pintu-pintu kamar kos yang saling berhadapan itu menutup rapat. Saat masuk, Andini tak melihat penghuni lainnya. Tapi dia mendengar ada yang menyetel musik dengan suara kencang. Seolah tak menggubris peristiwa dugaan perkosaan yang tengah dialami Andini di salah satu kamar kos itu.

“Aku juga bilang kalau lagi mens. Tapi dia tetap maksa,” kata Andini saat mengisahkan kepada tim kolaborasi di sebuah kafe di Sleman, 4 Desember 2021.

Dia tak mampu berteriak, apalagi melawan. Tubuhnya serasa membeku. Andini hanya mampu menolak dengan mengucap “enggak mau” berulang kali, tapi tak digubris. Tubuh senior itu sudah menindihnya.

“Aku kecewa dia bohongin aku. Dia jahat banget,” keluh Andini.

Beberapa waktu kemudian, peristiwa yang sama berulang kembali. Terduga pelakunya adalah kakak tingkat satu jurusan, sebut saja Raul. Usai mengajak nonton film sore hari, Raul mengajak Andini mampir ke kosnya yang ekslusif di Jalan Kaliurang. Ada barang yang tertinggal dan menunggu teman yang akan datang. Andini memilih menunggu di ruang tamu. Namun Raul memintanya masuk ke kamar.

Namun Raul pun menutup pintu dan mengeluarkan sekotak kondom dari lemari. Andini ketakutan dan meringkuk di pojok kamar. Dia merasa dijebak, apalagi sudah ada kondom yang seolah sudah disiapkan.

“Aku enggak mau gitu-gitu. Enggak bisa lari keluar,” keluh Andini. Dan kejadian dugaan perkosaan itu berulang kembali tanpa bisa dilawan tubuhnya yang seolah membeku.
Sejak tiga peristiwa kekerasan seksual itu terjadi, Andini tak lagi aktif dalam kegiatan kampus empat bulan lamanya. Dia memilih diam.

“Enggak tahu mau ngomong gimana. Kalau aku bilang, aku nanti dilihat apa sama teman,” kata Andini.

Selama itu pula, Andini mengalami trauma hebat. Sering terbangun dan tiba-tiba menangis saat tidur. Dan di bawah alam sadarnya, dia melukai tangan dengan silet.

“Saat membeli silet, sadar. Tapi enggak tahu buat apa. Tahu-tahu sudah berdarah,” kata Andini.

Hingga kini, dia kebingungan untuk mengadu ke mana. Ruang aman yang dibentuk di teman-teman di kampusnya untuk mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual, ternyata tak aman buat dia.

“Pelaku ada di sana. Dia salah satu pendirinya,” kata Andini merujuk pada Joni.

Sementara trauma itu masih dialaminya. Belum lagi trauma masa kecil yang menjadi korban kekerasan oleh ayahnya. Dia hanya bisa meringkuk saat dipukul.

“Mungkin itu yang membuat saya nge-freeze (serasa membeku, tak bisa menggerakkan anggota tubuh),” kata Andini menggambarkan kondisinya saat mengalami kekerasan seksual. Bahkan ketakutan itu masih dirasakan ketika Andini tak sengaja bertemu Joni di kampus.

Andini sempat mendapat pendampingan psikolog, tetapi terhenti pada masa pandemik COVID-19 dan putus kontak. Untuk mengadu pihak kampus, dia takut.

“Takut kampus tak mendukung. Nanti malah enggak bisa kuliah lagi,” kata Andini yang merasa berjuang sendirian.

Rektor UNY Prof Sumaryanto menyatakan belum mendapat laporan tertulis terkait kasus-kasus kekerasan seksual di kampusnya hingga 2021 lalu.

“Tapi saya dengar, ada suara-suara miring tentang kekerasan seksual,” kata Sumaryanto, 22 Januari 2022.

Bermula dari kunjungan Badan Ekseskutif Mahasiswa (BEM) dan perwakilan fakultas lain yang mengajak diskusi tentang komitmen UNY soal pencegahan dan penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual pada akhir 2021. Ada beberapa informasi yang akan digali karena korban takut melapor.

“Saya bilang, nanti sampaikan ke saya. Kalau perlu ajak orangnya supaya saya bisa menggali lebih lanjut," kata Sumaryanto.

Dia juga menjanjikan akan merevitalisasi peraturan rektor untuk diturunkan dalam peraturan teknis operasional agar bisa ditindaklanjuti.

“Jadi ada ketentuan komprehensif untuk memberi sanksi bagi pelaku dan melindungi pelapor,” kata Sumaryanto.

5. Pelecehan seksual tak hanya fisik, juga bisa secara verbal

Predator Seksual di Kos-Kosan (1): Siapa pun Bisa Jadi PelakuIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)
  • Tetangga kos pun tak menutup kemungkinan menjadi predator seksual. Hal itu dialami Anita yang indekos di Jakarta Pusat untuk kuliah pada 2015. Lantaran belum mengenal tempat-tempat di sana, dia banyak mengandalkan bantuan, sebut saja Sam, tetangga kos. Pemilik kos pun sering meminta bantuan Sam untuk menjaga kos. Anita biasa meminta tolong mengantar ke stasiun atau keperluan lain.  

Lama-kelamaan, Sam bersikap kurang ajar kepadanya dengan melakukan pelecehan fisik dan verbal. Seperti memegang tangan Anita saat berboncengan. Sam juga suka mengucapkan kata-kata yang melecehkan. Seperti ketika Anita dijemput saudaranya, Sam nyeletuk: Mau diantar, gak? Mau ke mana? Ke hotel, ya? Dijemput om, ya?  

Ketika Anita kedatangan penghuni kos lain yang menjajakan sprei, Sam masuk ke kos. Dia bilang sambil melirik ke tempat tidur: ini empuk, bisa diremas-remas, kalau keringatan.

Anita merasa tak nyaman. Kata-kata yang diucapkan Sam tak hanya melecehkan, tetapi juga serasa ancaman. Dia takut mengadu kepada pemilik kos, karena khawatir tak dipercaya. Dia pun memilih menceritakannya kepada suami.

“Dan suamiku meminta agar aku menghindar saja," kata Anita, 17 Desember 2021.

 Salah satu caranya, Anita tak lagi meminta bantuan Sam. Dia mengandalkan ojek online untuk bepergian. 

Baca Juga: Predator Seksual di Kos-Kosan (2): Janji Kampus Tak Selalu Manis

Baca Juga: Kekerasan Seksual pada Anak Tak Selalu Tinggalkan Luka, Tapi Trauma

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya