Pameran Foto Sing Penting Madhang, Tafsir tentang Kegigihan Hidup

- Pameran fotografi jurnalistik 'Sing Penting Madhang' di Art Gallery GIK UGM resmi dibuka, menampilkan 126 karya foto PFI Yogyakarta.
- Ketua PFI Yogyakarta menyatakan tugas utama pewarta foto adalah merekam peristiwa penting dengan integritas dan bertanggung jawab.
- 'Sing Penting Madhang' mengajak untuk merenungi perjuangan rakyat kecil dan dinamika sosial, serta diapresiasi oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Yogyakarta, IDN Times - Pameran fotografi jurnalistik 'Sing Penting Madhang' di Art Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi dibuka, Kamis (1/5/2025) malam. Pameran yang menampilkan foto karya Pewarta Foto Indonesia (PFI) Yogyakarta berlangsung mulai 1-8 Mei 2025.
Total terdapat 126 karya foto hasil bidikan 25 anggota PFI Yogyakarta. "Tugas utama pewarta foto Indonesia adalah merekam peristiwa penting dan menyampaikan melalui visual foto yang jujur dan bertanggung jawab sesuai dengan kode etik jurnalistik," kata Ketua PFI Yogyakarta, Andreas Fitri Atmoko.
1. Pewarta foto adalah mata publik

Andre mengatakan, pewarta foto adalah mata publik yang menyampaikan fakta melalui karya foto jurnalistik berintegritas, untuk itu pameran hadir setiap tahun yang dapat dinikmati maupun direnungi oleh publik.
'Sing Penting Madhang' yang dalam Bahasa Indonesia berarti yang penting makan, memang terkesan sebagai tema yang sederhana. Namun jika diselami, kalimat ini luas dan kompleks maknanya.
"Guyon Jawa itu justru menyangkut sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan. Kebutuhan manusia untuk bertahan hidup dan terus bergerak di tengah situasi yang kadang tak ideal," terangnya.
Lewat frasa ini, PFI Yogyakarta mengajak untuk merenungi perjuangan rakyat kecil, dinamika sosial, tentang bagaimana manusia bertahan dengan caranya masing-masing. "Foto-foto ini bukan hanya bicara makan dalam arti harafiah tetapi juga menyiratkan perjuangan ekonomi, politik, budaya, hingga realitas pada tantangan zaman," ucapnya.
2. Filosofi hidup orang Jawa tentang hidup yang utuh

Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X turut mengapresiasi pameran 'Sing Penting Madhang', bagi masyarakat Jawa madhang bukan sekadar perkara perut, melainkan filosofi tentang hidup yang utuh.
"Makan bukan sekadar konsumsi tapi kontribusi pada dimensi hidup secara holistik," kata Kepala Dinas Kominfo DIY, Hari Edi Tri Wahyu Nugroho, yang hadir dan membacakan sambutan Sultan.
3. Fotografi menjadi bahasa universal

Fotografi, lanjutnya memiliki kekuatan bukan hanya sekadar visualisasi tapi bahasa universal yang mampu menembus batas budaya dan ideologi. "Dengan konteks hari ini fotografi bisa menjadi sastra visual yang menyuarakan kebenaran dan menurunkan kebisingan kebohongan yang kian ingar bingar di era post truth," jelasnya.