Kepemilikan Kendaraan Meningkat, Transportasi Desa Mulai Hilang

- Lonjakan kendaraan pribadi kurangi transportasi umum
- Penduduk miskin miliki akses terbatas ke transportasi
- Pelajaran dari Jepang dan penelitian di Klaten
Yogyakarta, IDN Times – Transportasi umum mulai berkurang bahkan menghilang di wilayah pedesaan dan pinggiran kota di Indonesia. Padahal transportasi umum itu masih menjadi tumpuan bagi warga di pedesaan untuk mobilitas.
Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Ir. Ikaputra, Ph.D., menyebut fenomena ini dipicu oleh pergeseran sosial yang kuat. Lonjakan kepemilikan sepeda motor dan maraknya layanan ride-hailing menjadi pemicunya. Kebijakan kredit ringan untuk pembelian motor serta pemasaran agresif hingga ke desa turut mempercepat perubahan ini.
1. Lonjakan kendaraan pribadi kurangi transportasi umum

Menurut Ikaputra kepemilikan kendaraan pribadi berimbas ke kondisi transportasi umum. “Tentu saja hal ini menyebabkan lonjakan kepemilikan kendaraan pribadi. Peningkatan ini secara langsung berkontribusi pada berkurangnya jaringan transportasi umum formal yang pernah menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat,” ujar Ikaputra dalam webinar internasional Local Public Transport in Indonesia from a Japanese Perspective, Jumat (15/8/2025).
Ia menambahkan, hilangnya layanan ini berdampak besar pada kelompok non-pengemudi seperti lansia, pelajar, dan warga berpenghasilan rendah.
“Lagi-lagi ini membatasi akses orang tua, orang muda, dan penduduk berpenghasilan rendah pada pendidikan, perawatan kesehatan, dan peluang ekonomi, dan secara sosial mengisolasi mereka,” ungkapnya dilansir laman resmi UGM.
2. Penduduk miskin miliki akses terbatas ke transportasi

Dalam webinar tersebut, Dr. Ir. Dewanti, M.S. dari UGM mengungkapkan sekitar 75 persen penduduk miskin dunia tinggal di pedesaan, dengan akses terbatas terhadap fasilitas umum dan layanan penting.
Dewanti memaparkan kebijakan transportasi pedesaan selama ini dibentuk oleh paradigma modernisasi yang bias perkotaan, dengan fokus utama pada pembangunan jalan sebagai prasyarat mobilitas. Ia menilai kebijakan ini masih terfragmentasi dan sektoral.
“Di beberapa negara berkembang, perempuan secara tidak proporsional menanggung beban transportasi. Telah terjadi pergeseran penting dalam prioritas pembangunan pedesaan, menjauhnya pembangunan dari fokus pertanian ke sektor non-pertanian,” papar Dewanti.
3. Pelajaran dari Jepang dan penelitian di Klaten

Sotaro Yukawa, Ph.D., Associate Professor Osaka University of Commerce, mengungkapkan ketertarikannya pada isu transportasi umum pedesaan di Indonesia setelah melihat fenomena serupa di Jepang dan Malaysia..
Dalam penelitiannya di Cawas, Wedi, dan Manisrenggo, Kabupaten Klaten, Sotaro menekankan pentingnya transportasi umum bagi lansia dan pelajar, serta perlunya modal sosial yang kuat di desa.
“Sesungguhnya apa yang terjadi, juga terjadi di Jepang. Meskipun di Jepang sering dianggap memiliki sistem transportasi umum yang sangat maju, namun kenyamanan ini terbatas pada daerah metropolitan utama seperti Tokyo dan Osaka. Di daerah pedesaan, ada juga masalah-masalah mendesak seperti penurunan penumpang bus, masalah mengemudi yang sudah lansia karena penuaan penduduk, dan terbatasnya dukungan pemerintah untuk transportasi umum,” terangnya.