Guru Besar UGM Lakukan Kekerasan Seksual ke Korban di Rumah

- Edy Meiyanto, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, melakukan tindak kekerasan seksual di kediaman pribadinya.
- Pelaku melakukan kegiatan diskusi bimbingan di luar kampus dan pelecehan seksual verbal di lingkungan kampus.
- UGM memberhentikan Edy sebagai dosen dan menjatuhkan sanksi berdasarkan temuan PPKS UGM.
Sleman, IDN Times - Edy Meiyanto, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) disebut telah melakukan tindak kekerasan seksual terhadap korbannya di kediaman pribadi pelaku.
"Kalau modusnya, kegiatannya itu dilakukan lebih banyak di rumah. Mulai dari diskusi bimbingan dokumen akademik, baik itu skripsi, thesis, dan disertasi. (Kediaman pribadi), Ya," kata Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, ditemui di Balairung, UGM, Sleman, DIY, Selasa (8/4/2025).
1. Modus pelaku dampingi korban bimbingan

Sementara UGM sendiri sudah mengatur bahwa setiap aktivitas perkuliahan wajib dilakukan di lingkungan kampus.
Andi Sandi menambahkan, modus pelaku juga menyangkut diskusi membahas kegiatan seputar aktivitas di Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM. Edy diketahui menjabat sebagai ketua CRCC sebelum kasus ini mencuat.
"Jadi biasanya ada lomba, mereka membuat dokumen atau persiapan proposalnya itu dilakukan di luar kampus," tutur Andi Sandi.
2. Pelecehan seksual verbal di area kampus

Sedangkan di lingkungan kampus, pelaku disebut melakukan tindak pelecehan seksual dalam bentuk verbal.
"Kalau kami melihat dari yang diperiksa, itu memang ada (di lingkungan kampus) tetapi itu yang verbal," kata dosen hukum tata negara itu.
Korban dalam kasus ini sendiri memang tak dirinci latar belakang maupun identitasnya. Intinya, total 13 korban dan saksi diperiksa selama proses investigasi oleh PPKS dalam kasus yang disebut terjadi selama periode 2023-2024 ini.
3. Bentuk tim pemeriksa menyusul sanksi pemecatan sebagai dosen

Lebih jauh, Andi Sandi memastikan bahwa UGM telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap atau memecat Edy sebagai dosen di kampus tersebut. Sanksi didasarkan pada temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa bentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM yang menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi terkait dugaan kasus Edy.
Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.
Terlapor, menurut Andi Sandi, terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
"Kalau (status) dosennya itu ibu rektor sudah memutuskan untuk memberhentikan, ada SK rektor. Tetapi untuk memberhentikan sebagai PNS, dan juga ingat guru besar itu bukan dari universitas, tapi dari pemerintah," paparnya.
Andi Sandi berujar, rektorat UGM kini telah membentuk tim pemeriksa disiplin kepegawaian Edy yang hasil pemeriksaannya rencananya dikirim ke Kemendikti Saintek.
Alasannya, keputusan menteri pada bulan Maret kemarin telah mendelegasikan pemeriksaan pelanggaran disiplin kepegawaian Edy, khususnya menyangkut nasib stasus PNS yang bersangkutan.
Adapun tim pemeriksa ini, terdiri dari jajaran rektorat, bagian SDM dan pengawasan internal.
"Setelah selesai pemeriksaan, hasilnya akan diserahkan ke rektor, rektor akan bersurat kepada menteri untuk menyampaikan rekomendasi itu. Keputusan akhir ada di kementerian," katanya.