Ratusan Warga di Sleman Antusias Amati Super Blood Moon
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Fenomena super blood moon yang hanya terjadi 195 tahun sekali, tak disia-siakan oleh warga Yogyakarta. Ratusan warga antusias melihat gerhana bulan total di Gejayan, Sleman pada Rabu (26/5/2021) malam.
Melalui enam teleskop mereka mengikuti proses fenomena alam langka ini di Markas Jogja Astro Club di Jalan Gejayan.
"Banyak kalangan yang datang dari mahasiswa, pelajar, anak-anak, orang tua. Ada juga kakek nenek yang ikut memantau karena keawaman mereka sehingga penasaran," terang Pendiri Jogja Astro Club (JAC) Mutoha Arkanuddin dilansir Antara.
1. JAC sediakan 6 teleskop
Selain menyediakan sarana pengamatan secara langsung, komunitas pecinta dunia astronomi Yogyakarta juga menyiarkan melalui kanal digital sehingga bisa menjangkau masyarakat lebih luas.
"Malam hari ini ada sekitar seratus pengunjung yang menyaksikan secara langsung lewat enam teleskop yang kami pasang," ujar Toha. Menurutnya, kegiatan tersebut berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan.
Baca Juga: Wow! Ini Potret Super Blood Moon yang Terlihat Sempurna di Manado
2. JAC ingin edukasi masyarakat seputar fenomena astronomi
Kegiatan pengamatan JAC ditujukan untuk mengedukasi masyarakat seputar fenomena astronomi. Terlebih, peristiwa gerhana bulan malam hari ini bertepatan dengan posisi perigea di mana posisi bulan dan bumi berada pada jarak terdekat.
"Bulan terlihat lebih besar karena sedang pada fase perigea. Itu yang membuat gerhana bulan malam hari ini spesial," ujar Toha.
Pengamatan gerhana bulan di Markas JAC atau Griya Antariksa berlangsung mulai pukul 17.30 WIB bertepatan saat bulan mulai mengalami gerhana sebagian.
"Pukul 18.10 bulan tertutup total jadi hanya warna merah saja yang kelihatan hanya sedikit putih di sisi utara. Pukul 18.26 terlihat kembali terangnya di sisi utara dan pukul 19.50 selesai gerhananya."
3. Ingin menepis mitos yang biasa lekat dengan gerhana bulan
Melalui kegiatan pengamatan itu, JAC sekaligus ingin menepis mitos yang biasa lekat dengan gerhana bulan seperti anggapan bulan dimakan betara kala (raksasa) atau berkaitan dengan kematian seseorang.
"Kami tentunya juga ingin memutus informasi bahwa gerhana bulan itu konon bulan dimakan raksasa, terutama bagi kalangan anak-anak. Tapi anak-anak sekarang lebih cerdas," papar Toha.