PSHK UII Minta KPU RI Tak Perlu lakukan Putusan PN Jakarta Pusat 

PSHK UII minta Komisi Yudisial periksa hakim

Sleman, IDN Times - Putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024 dinilai sebuah cacat logika dan keliru dalam praktik penyelenggaraan hukum di Indonesia.

Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) Yuniar Riza Hakiki meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan tahapan Pemilu 2024.

1. Putusan hakim rugikan kepentingan hukum yang lebih luas

PSHK UII Minta KPU RI Tak Perlu lakukan Putusan PN Jakarta Pusat (Ilustrasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) Istimewa

Meski putusan PN Jakarta Pusat pada aspek tertentu dinilai memulihkan kerugian Partai Prima, akan tetapi dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan pemilu, justru merugikan kepentingan hukum yang lebih luas.

Menurut Yuniar, KPU dapat melakukan upaya hukum banding agar putusan terkait penundaan pemilu tersebut dikoreksi pengadilan tinggi.

"KPU tidak perlu melaksanakan putusan PN Jakarta Pusat," kata Yuniar Riza Hakiki dikutip Antara, Sabtu (4/3/2023). 

 

 

2. PN Jakarta Pusat dinilai tidak berwenang adili sengketa Pemilu

PSHK UII Minta KPU RI Tak Perlu lakukan Putusan PN Jakarta Pusat Ilustrasi logo Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima). (Dokumentasi Istimewa)

Substansi perkara gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima, menurut Yuniar, pada dasarnya bukan merupakan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) bidang keperdataan, melainkan perkara gugatan sengketa kepemiluan atas keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh KPU.

"Jadi, secara kompetensi absolut, PN Jakarta Pusat seharusnya tidak berwenang mengadili substansi perkara yang berkaitan dengan sengketa pemilu," katanya.

Baca Juga: Dosen UII yang Menghilang Tanpa Kabar Terancam Sanksi

Baca Juga: 5 Kafe di Sekitar Kampus UII, Cocok Buat Nugas!

3. Meminta Komisi Yudisial memeriksa hakim

PSHK UII Minta KPU RI Tak Perlu lakukan Putusan PN Jakarta Pusat Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Oleh karena itu, PSHK UII juga meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutus perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN. Jkt Pst.

"Badan Pengawasan Mahkamah Agung agar mengawasi dan memperingatkan hakim-hakim di lingkungan Mahkamah Agung agar taat kompetensi absolut dan relatif," katanya.

4. Putusan PN Jakarta Pusat

PSHK UII Minta KPU RI Tak Perlu lakukan Putusan PN Jakarta Pusat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Istimewa)

Dalam salinan putusan, ada tiga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara tersebut, yakni hakim ketua, T Oyong; hakim anggota, Bakri; hakim anggota, Dominggus Silaban.

Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim pada Kamis, 2 Maret 2023. Panitera pengganti dalam sidang perkara tersebut yakni Bobi Iskandardinata.

Berikut isi putusannya:

M E N G A D I L I

Dalam Eksepsi.

- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara.

1.Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2.Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3.Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4.Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5.Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6.Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7.Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah)

Secara terpisah, Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya akan melakukan banding terkait putusan tersebut.

"KPU akan upaya hukum banding," kata Hasyim kepada wartawan.

Baca Juga: PSHK UII Soroti Sistem Pengampuan di Indonesia Bagi Difabel  

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya