Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Civitas UGM-Rektor UII Tolak RUU TNI: Rusak Tatanan Agenda Reformasi

Mimbar Bebas Menolak RUU TNI di halaman Balairung UGM, Sleman, DIY, Selasa (18/3/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Intinya sih...
  • Mahasiswa, dosen, dan peneliti UGM menolak RUU TNI karena dianggap menghidupkan kembali dwifungsi prajurit era Orde Baru.
  • Massa aksi menuntut pembatalan RUU TNI yang tidak transparan dan terburu-buru serta meminta TNI/Polri melakukan reformasi internal.
  • Rektor UII membacakan puisi 'Kami Malu Pak Dirman' sebagai bentuk protes terhadap kebijakan RUU TNI yang dinilai merusak tatanan agenda reformasi.

Sleman, IDN Times - Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerukan penolakan terhadap RUU TNI karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi prajurit seperti era Orde Baru (Orba).

Para civitas yang terdiri dari mahasiswa serta dosen bahkan peneliti Pukat UGM, menyuarakan penolakan dengan menggelar aksi di halaman depan Gedung Balairung, Selasa (18/3/2025).

Mereka membawa poster bertuliskan 'Tolak RUU TNI', 'Tolak Dwifungsi TNI' dan 'Kembalikan TNI ke Barak'. Mereka juga menggelar mimbar bebas. Para peserta aksi berorasi satu per satu.

1. Impunitas dan nihil urgensi bahas RUU TNI

Mimbar Bebas Menolak RUU TNI di halaman Balairung UGM, Sleman, DIY, Selasa (18/3/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Setelahnya, pembacaan pernyataan sikap dipimpin oleh Dosen FIB UGM, Achmad Munjid; Dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Herlambang Wiratraman; Dosen Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana; Peneliti Pukat UGM, Hasrul Halili peneliti Pukat; Rektor UII, Fathul Wahid; dan Guru Besar Ilmu Komunikasi UII, Masduki.

Dalam pernyataannya, massa aksi menekankan bahwa selama sistem hukum impunitas terhadap TNI masih ada, maka pembicaraan apapun menyangkut peran TNI menjadi tidak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan.

"Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI. Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat - Gedung DPR," bunyi pernyataan bersama tersebut.

"Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan hukum. Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan danmendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum," sambung pernyataan itu.

2. Merusak tatanan agenda reformasi TNI

Mimbar Bebas Menolak RUU TNI di halaman Balairung UGM, Sleman, DIY, Selasa (18/3/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Massa aksi juga menyoroti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI yang secara substantif menyebutkan perluasaan posisi jabatan bagi anggota TNI aktif, termasuk ranah peradilan. Bagi mereka, ini tidak mencerminkan prinsip dasar supremasi sipil (vide: Pasal 47 RUU TNI).

Massa aksi melihat draft revisi UU TNI tersebut jelas justru bakalan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI.

"Kami merasakan bahwa, usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI. Menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan. Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis, dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru," bunyi pernyataan tersebut.

3. Lima tuntutan massa aksi dan puisi rektor UII

Mimbar Bebas Menolak RUU TNI di halaman Balairung UGM, Sleman, DIY, Selasa (18/3/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Atas dasar itu, massa aksi menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI yang tak transparan dan terkesan terburu-buru serta mengabaikan suara publik.

Massa menuntut pemerintah-DPR menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati agenda reformasi dengan menjaga prinsip supremasi sipil serta kesetaraan di muka hukum, juga menolak dwifungsi TNI/Polri.

Selanjutnya, menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.

"Mendesak seluruh insan akademik di seluruh Indonesia segera menyatakan sikap tegas menolak sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, melanggar konstitusi, dan
kembali menegakkan agenda reformasi," bunyi poin tuntutan keempat.

Terakhir, mendorong dan mendukung upaya masyarakat sipil menjaga agenda reformasi dengan menjalankan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja Pemerintah dan DPR.

Dalam aksi kali ini, Rektor UII, Fathul Wahid berpartisipasi dengan membacakan puisi berjudul 'Kami Malu Pak Dirman'. Puisi mengutarakan perasaan malu ketidakmampuan menjaga perjuangan Jenderal Besar Soedirman dari noda bernama bayang-bayang dwifungsi TNI.

...

"Engkau berjuang agar tentara secara taat norma, agar kuasa kembali ke rakyat

Tapi kini ada yang lupa bahwa demokrasi butuh sipil yang kuat. 

Pak Dirman, pernah kau mengajari gerilya melawan musuh dengan keterbatasan untuk Indonesia yang paripurna. 

Bukan untuk mencuri kesempatan mendapatkan jabatan.

Pak Dirman, kami takut langkahmu sia-sia. 

Kala cita-citamu ditikam dari dalam, bila mereka lupa bahwa negeri ini harus dipimpin oleh suara rakyat sendiri, Pak Dirman, ajari kami lagi tentang perjuangan tanpa pamrih.

Perihal tentara yang mengabdi, bukan yang berkuasa atas negeri..." demikian bunyi penggalan puisi tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us