Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

BPS Sebut Pengangguran Turun, Dosen UGM Sentil Data harus Dipahami Utuh

Ilustrasi buruh/pekerja. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi buruh/pekerja. (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Data statistik harus dipahami secara utuh
  • Konsep pekerjaan layak dari ILO masih menjadi tantangan serius bagi Indonesia, dengan mayoritas tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor informal tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial yang memadai.

Sleman, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Februari 2025 menyebut tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen dibanding periode yang sama pada 2024.

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) sekaligus peneliti ketenagakerjaan, Qisha Quarina, Ph.D, mengungkapkan penurunan TPT tidak menandakan kondisi pasar tenaga kerja membaik.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam dua bulan pertama tahun 2025, 18 ribu lebih pekerja mengalam pemutusan hubungan kerja (PHK). “Meskipun data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan,” tuturnya dikutip laman resmi UGM, Senin (28/7/2025).

1. Data statistik harus dipahami secara utuh

ilustrasi statistik (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi statistik (pexels.com/RDNE Stock project)

Qisha menjelaskan hal ini bisa terjadi lantaran jumlah penduduk yang bekerja bertambah lebih cepat dibanding jumlah penganggur. "Dengan kata lain, tingkat pengangguran terbuka memang menurun, tetapi total jumlah orang yang menganggur tetap bertambah," jelasnya.

Menurutnya, kondisi ini menjadi contoh bahwa data statistik dapat menimbulkan kesan yang menyesatkan jika tidak dipahami secara utuh. “Masalah utama kita bukan hanya soal ada kerja atau tidak, tetapi juga soal pekerjaan yang layak,” imbuh Koordinator Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) FEB UGM.

2. Indonesia didominasi pekerja informal

Ilustrasi pekerja buruh pabrik. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)
Ilustrasi pekerja buruh pabrik. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Qisha menambahkan, konsep pekerjaan layak atau decent job dari International Labour Organization (ILO) menjadi sangat relevan. Konsep ini mencakup empat pilar yakni penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan dialog sosial. “Sayang, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam keempat aspek tersebut”, ucapnya.

Qisha menyebut dominasi pekerja informal menjadi salah satu kerentanan terbesar dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. Data Sakernas Februari 2025 menunjukkan 86,58 juta pekerja di sektor informal, jumlah ini menunjukkan dominasi yang jauh melampaui pekerja formal yaitu 59,19 juta orang. Artinya, mayoritas tenaga kerja di Indonesia belum mendapatkan perlindungan hukum maupun jaminan sosial secara memadai.

Ditambah rendahnya kualitas hubungan kerja, dengan banyaknya pekerja yang tidak memiliki perjanjian kerja tertulis. Tercatat hanya sekitar 11,57 juta pekerja yang memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Sementara itu, lebih 26 juta bekerja tanpa kontrak, dan sekitar 16 juta pekerja hanya mengandalkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

“Bahkan sebagian besar dari mereka tetap bekerja lebih 35 jam per minggu, artinya secara produktivitas tidak kalah, tapi secara perlindungan sangat lemah,” ungkapnya.

3. Rendahnya kepesertaan pekerja dalam BPJS

Qisha Quarina, S.E., M.Sc., Ph.D (ugm.ac.id)
Qisha Quarina, S.E., M.Sc., Ph.D (ugm.ac.id)

Qisha berpendapat, rendahnya kepesertaan dalam jaminan sosial ketenagakerjaan turut menjadi tantangan ketenagakerjaan nasional. Banyak pekerja yang tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, bahkan tidak mengetahui status kepesertaannya.

“Kondisi ini tentunya menjadikan mereka dalam posisi yang sangat rentan. Tanpa adanya jaminan sosial, para pekerja tidak memiliki perlindungan finansial jika menghadapi risiko seperti sakit, kecelakaan kerja, atau pemutusan hubungan kerja”, terangnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us