Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dinilai Rampas Hak Konsumen

ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Pakta Konsumen menilai aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK tidak tepat karena merampas hak konsumen atas informasi produk.
  • RPMK mensyaratkan kemasan rokok memiliki peringatan kesehatan bergambar, namun tidak diperkenankan mencantumkan logo, warna merek, atau fitur kemasan lainnya.
  • Kebijakan ini dianggap meningkatkan potensi tindak kriminal dengan membuat marak peredaran rokok ilegal dan menyulitkan para pelaku industri hasil tembakau.

Yogyakarta, IDN Times - Pakta Konsumen menilai rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tidak tepat untuk diimplementasikan. Pakta Konsumen merupakan lembaga yang fokus pada advokasi dan perlindungan hak-hak konsumen rokok serta olahan tembakau lainnya.

Ketua Umum Pakta Konsumen, Ary Fatanen, menyatakan aturan kemasan rokok polos tanpa merek malah akan menghilangkan hak atas pengetahuan konsumen terkait informasi produk.

1. Konsumen berhak tahu detail barang yang dibelinya

default-image.png
Default Image IDN

Menurut Ary, menjelaskan bahwa Dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat C disebutkan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur perihal kondisi suatu barang.

"Maka, rancangan aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang dibuat Kementerian Kesehatan ini jelas-jelas merampas hak konsumen tersebut," ujar Ary dalam keterangannya, Senin (14/10/2024).

RPMK mensyaratkan kemasan rokok untuk memiliki 50 persen peringatan kesehatan bergambar, namun tidak diperkenankan untuk mencantumkan logo, warna khas dari merek produk, ataupun fitur kemasan lainnya. Dalam RPMK itu pula diatur setiap kemasan menggunakan warna yang seragam sesuai ketentuan Kemenkes.

2. Bikin rokok ilegal subur

Barang bukti rokok ilegal. (IDN Times/Inin Nastain)

Ary melanjutkan, selain melanggar hak konsumen, Kemenkes melalui rancangan peraturan ini justru meningkatkan potensi terjadinya tindak kriminal, yaitu dengan membuat marak peredaran rokok ilegal.

Bagi Ary, meniadakan informasi yang jelas tentang identitas dan merek produk tembakau, sama saja dengan menyuburkan kesempatan para oknum memalsukan produk dengan kualitas dan kondisi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

"Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi suatu produk ditindas dengan rencana kemasan rokok polos tanpa merek ini," tegasnya.

"Perlu dipertimbangkan juga bahwa dengan maraknya rokok ilegal akhir-akhir ini, maka aturan kemasan rokok polos tanpa merek ini juga bisa menjadi jebakan bagi konsumen untuk membeli produk yang tidak jelas karena sudah berbaur di pasar," sambung dia.

Pihaknya pun menyayangkan sikap diskriminatif Kemenkes yang menginisiasi aturan ini. Ary berpendapat kementerian terkait turut berpotensi membuka peluang kriminalisasi terhadap konsumen.

"Konsumen dipaksa untuk menerima hasil akhir aturan yang dibuat tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Sejak dalam proses pembuatan aturan, konsumen tidak pernah dilibatkan dan suara kami tidak diakomodir. Kami juga tidak pernah mendapat sosialisasi apapun dari Kemenkes. Padahal, ya kami ini juga yang terdampak dari aturan tersebut," keluhnya.

3. Minta Prabowo-Gibran setop pembahasan aturan

Ilustrasi pekerja pabrik rokok kretek. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Pakta Konsumen maka dari itu melihat Kemenkes telah melakukan intervensi berlebihan terhadap ruang privat dan hak konsumen dalam memutuskan, memilih, serta membeli produk legal.

Ary menekankan, konsumen berhak atas informasi yang akurat akan suatu produk. Mulai dari detail komposisi hingga merek yang akhirnya mempengaruhi keputusannya sendiri sebagai orang dewasa untuk membeli produk tembakau.

"Menghilangkan identitas merek sama saja dengan merampas hak konsumen, yang merupakan orang dewasa, untuk memilih produk sesuai preferensinya. Alih-alih mereka mendapatkan informasi yang benar, konsumen justru dibuat bingung," ujar Ary.

Atas dasar situasi tersebut, lanjut Ary, Pakta Konsumen meminta dan berharap agar pemerintahan baru presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming bersedia menyetop rencana pemberlakuan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK. 

"Sudah jelas aturan ini sangat red-flag dan ujungnya akan merugikan negara dari sisi penerimaan, karena jelas akan semakin menyuburkan rokok ilegal. Konsumen rugi, negara juga rugi. Saat ini rokok sudah diatur dengan jelas dan ketat. Jangan membuat peraturan yang kontraproduktif," pungkasnya.

4. Rokok merek apapun dikemas dengan tampilan sama

ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menimbulkan berbagai pro dan kontra.

RPMK ini menyita perhatian banyak pihak, khususnya mereka yang terlibat langsung dalam industri tembakau di Indonesia, mulai dari pemangku kepentingan mata rantai industri hasil tembakau, pedagang, pekerja hingga konsumen.

Salah satunya adalah aturan tentang standarisasi kemasan pada produk tembakau.

Kebijakan ini mewajibkan semua produk tembakau dikemas dalam kemasan tanpa merek atau desain. Artinya, rokok dengan merek apapun akan dikemas dengan tampilan yang sama sehingga tidak bisa dibedakan.

Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan menyebutkan, pasal yang mengarah pada penerapan kemasan polos tersebut akan menyulitkan para pelaku industri hasil tembakau.

"Jika kemasan polos diterapkan, dalam industri kretek atau rokok putih di Indonesia akan mengalami persaingan tidak sehat dan makin maraknya peredaran rokok-rokok ilegal. Untuk mengubah ke kemasan polos itu juga butuh investasi yang sangat besar dan akan memengaruhi industri yang sedang mengalami masa-masa berat seperti sekarang," tutur Henry dalam keterangan resminya, Selasa (10/9/2024).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tunggul Kumoro Damarjati
EditorTunggul Kumoro Damarjati
Follow Us