TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Musim Kemarau di DIY Tambah Lama, Hujan Diprediksi Awal November

Kekeringan terlama terjadi di Hutan Pinus Mangunan

IDN Times/pito Agustin

Bantul, IDN Times – Berdasarkan pantauan Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), musim kemarau 2019 di wilayah DIY yang memasuki puncaknya pada Agustus ini diprediksi lebih panjang ketimbang 2018. Meskipun masih dalam batas normal.

“Akibatnya, awal musim penghujan pun mengalami kemunduran 1-2 dasarian (10 hari-20 hari) pada November 2019,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY, Reni Kraningtyas dalam acara konferensi pers bertajuk Kekeringan Mematikan yang digelar lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Yogyakarta di Goeboeg Resto Bantul, Rabu, (21/8).

Lantas apa saja yang mempengaruhi kemunduran musim hujan pada 2019 ini?

 

Baca Juga: Air Macet Pelanggan Tetap Bayar, Ini Tanggapan PDAM Bantul

1. Monitoring dinamika atmosfir

IDN Times/pito agustin

Berdasarkan pantauan dinamika atmosfir, anomali suhu permukaan laut pada Agustus - Oktober menunjukkan negatif atau biru alias suhu permukaan laut dingin. Akibatnya potensi penguapan air laut untuk membentuk awan-awan hujan sangat kecil.

“November sebagian netral sehingga awan-awan hujan mulai terbentuk. Desember-Januari suhu permukaan laut mulai menghangat. Awan hujan makin meningkat,” kata Reni.

Kemudian pada Agustus-Oktober didominasi angin timur yang bertiup ke tenggara yang bersifat kering sehingga tidak banyak membawa uap air. Pada November, angin bertiup dari timur ke tenggara dan selatan. Sedangkan angin pada Desember mulai bertiup dari selatan ke barat daya dan barat laut. Dan pada Januari 2020 mulai didominasi angin barat yang bersifat basah dan membawa banyak uap air.

2. Mayoritas wilayah DIY mengalami hari tanpa hujan lebih dari 60 hari

IDN Times/Candra Irawan

Monitoring hari tanpa hujan digunakan untuk memprediksi kekeringan. Dan berdasarkan peta kekeringan yang dipaparkan siang lalu, wilayah DIY dipenuhi dengan titik-titik berwarna merah yang berarti kekeringan ekstrem. Lantaran sebagian besar wilayah DIY telah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 60 hari. Artinya, tidak ada hujan selama lebih dari 60 hari berturut-turut sehingga berpotensi kekeringan. Potensi itu terjadi di Gunungkidul, Kulon Progo, Bantul, dan sebagian Sleman. Ada pula yang mengalami hari tanpa hujan antara 31 hari-60 hari yang meliputi sebagian kecil Kulon Progo dan Sleman.

“Potensi kekeringan itu secara meteorologis ya. Jadi berkurangnya curah hujan dari kondisi normal dalam waktu panjang hingga bulanan,” kata Reni.

Bahkan berdasarkan informasi terbaru dari BMKG DIY per 20 Agustus 2019, ada lima daerah yang menempati posisi teratas kekeringan karena mengalami hari tanpa hujan terlama.

Posisi puncak terjadi di Pos Kebun Buah Mangunan di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul yang mengalami hari tanpa hujan hingga 138 hari atau empat bulan lebih 38 hari. Disusul Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Gunungkidul serta Kecamatan Galur dan Panjatan Kabupaten Kulon Progo selama 125 hari. Serta Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul selama 124 hari.

“Itu sudah warning. Peringatan dini potensi kekeringan kami keluarkan lewat media sosial,” kata Reni.

Baca Juga: Sumur Mengalir Alami di Lahan Tandus, Hebohkan Warga Gunungkidul

Berita Terkini Lainnya