TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Soroti Kasus Babarsari, Sosiolog UGM: Jogja Tumbuh Jadi Metropolis   

Di Jogja, fasilitas penyumbang konflik justru tumbuh pesat

Anggota polisi melakukan olah tempat kejadian perkara kericuhan di Babarsari, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (4/7/2022). (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Sleman, IDN Times - Kerusuhan yang terjadi di wilayah Babarsari, Sleman pada Senin (4/7/2022) disebabkan pola pertumbuhan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyerupai kota metropolis.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto menilai perkembangan pembangunan DIY tidak tumbuh istimewa seperti masyarakatnya dan Keraton Yogyakarta.

"Wilayah Yogyakarta itu istimewa tetapi regulasinya tidak istimewa. Regulasinya seperti perkembangan kota Jakarta, Surabaya, dan kota besar lainnya. Provinsi ini tidak tumbuh istimewa seperti masyarakatnya, seperti keratonnya, jadi ini tumbuh seperti kota metropolis," kata Derajad,  Selasa (5/7/2022).

 

 

1. Fasilitas yang mengundang konflik tumbuh pesat

freepik.com/tirachardz

Sebagai kota pelajar, menurut Derajad, Yogyakarta sebenarnya butuh ketenangan. Perkembangan yang perlu diperbanyak adalah fasilitas bagi mahasiswa, seperti penyediaan co-working space, bukan justru fasilitas yang dapat mengundang konflik.

"Akan tetapi, kalau yang tumbuh kemudian adalah karaoke, hotel-hotel, apartemen. Tidak ada bedanya dengan Jakarta, Surabaya," katanya dikutip Antara. 

 

Baca Juga: Ricuh di Babarsari, Pelajar Turut Jadi Korban Salah Sasaran

Baca Juga: Sri Sultan Minta Polisi Tindak Pelaku Kerusuhan di Babarsari 

2. Tidak ada ketentuan yang menjadi pedoman

ilustrasi karaoke (unsplash.com/Curtis Potvin)

Munculnya tempat-tempat hiburan seperti tempat karaoke, semestinya diikuti ketentuan yang ditaati atau dijunjung tinggi sehingga jika terjadi konflik ada yang menjadi penengah.

"Perbedaan dengan Bali, misalnya. Di Bali memiliki pecalang atau polisi adat. Meski tidak perlu seperti itu, setidaknya aparat pemerintah daerah mestinya cara berpikirnya sudah inklusi. Ini yang jadi masalah di Yogyakarta, masyarakatnya sudah multikultur, inklusif tetapi bisnisnya belum inklusif. Ini yang harus diubah," ujarnya.

 

Baca Juga: Polda DIY Ungkap Kronologi Penyebab Kericuhan di Babarsari

Berita Terkini Lainnya