Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Aksi Demo harus Jadi Momentum Perbaikan bagi Pemerintah

Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025).
Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Intinya sih...
  • Perlu reformasi kepolisian untuk membuatnya lebih netral dan efektif
  • Pengerahan TNI bukan langkah tepat, negara harus mencari siapa yang menunggangi demo
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar, merespons sejumlah aksi demontrasi yang terjadi akhir-akhir ini, yang beberapa di antaranya berujung kerusuhan.

Uceng sapaan akrab Zainal Arifin Mochtar menyebut aksi massa yang terjadi beberapa hari terakhir ini seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk berbenah dan melakukan perbaikan.

“Kalau tekanan ini menurun, maka maksud perubahan yang kita dorong itu kan bisa hilang. Kalau kita mundur, kita enggak bergerak, ya esensi ini tidak akan berlanjut. Padahal esensi ini adalah momentum untuk melanjutkan perbaikan. Ada banyak perbaikan yang harus kita lakukan,” ujar Uceng, di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025).

1. Perlu perbaikan di kepolisian

Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar.
Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Menurut Uceng, salah satu perbaikan yang harus dilakukan yakni di tubuh kepolisian. “Artinya reformasi kepolisian. Aparat harus dibuat lebih netral, lebih baik. Lebih baik reformasi birokrasi, dan lain sebagainya,” ujar Uceng.

Uceng menilai persoalan tersebut sumber dasarnya adalah legitimasi pemerintahan yang lemah. Hal itu disebabkan Pemilu yang buruk dan melahirkan pemerintahan yang abal-abal. Pada titik itu, ia menilai perlu mendorong legitimasi pemerintahan harus diperbaiki.

“Dan itu berarti harus memperbaiki mulai dari presiden, DPR, hasil-hasil Pemilu. Nah, tentu itu sasaran yang lebih jauh dan perdebatannya akan panjang, tetapi paling tidak berarti di saat sekarang kita mengobati simptom-simptomnya (gejalanya),” ungkap Uceng.

3. Pengerahan TNI bukan langkah tepat

Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025).
Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Uceng menyebut hampir semua demo, tidak ada yang tidak ditunggangi. Sayangnya negara tidak pernah mencari siapa yang menunggangi. “Ujuk-ujuk (tiba-tiba) mengatakan bahwa jangan demo karena ada yang tunggangin. Kalau misalnya ada, kewajiban negara untuk cari penunggangnya,” ujar Uceng.

Untuk menjaga kondusivitas, agar tidak ditunggangi, kata Uceng, ada dua pihak yang harus berperan. Pertama massa sendiri harus bisa menjaga diri dan pada saat yang sama negara harus cari siapa yang menungganggi. “Jangan menebar ini ada teror, makar, siapa? Kalau bilang ada teror, ada makar, iya siapa pelaku teror, siapa makarnya? Kejar. Jangan dibangun nuansa kebencian sehingga orang saling curiga antar masyarakat sipil,” kata Uceng.

3. Pengerahan TNI bukan langkah tepat

Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025).
Aksi Jogja Memanggil di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Pengerahan TNI disebut Uceng juga bukan langkah tepat. TNI disebutnya harus kembali ke barak. TNI tidak bersifat untuk menangani demonstrasi. “Harusnya ini kerja-kerja kepolisian. Mungkin dilihatnya kepolisian tidak efektif dalam beberapa hal kan,” ungkap Uceng.

Uceng mengatakan tugas utama tentara adalah berperang. Sehingga perlu diefektifkan penanganan demonstrasi ke polisi. “Polisi harus dididik supaya tidak menggunakan kekerasan,” tegas Uceng.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us