ACICIS Rayakan 30 Tahun, Jadi Jembatan Pendidikan Australia–Indonesia

- ACICIS merayakan 30 tahun kiprahnya di Yogyakarta, menjadi jembatan pendidikan antara Australia dan Indonesia sejak berdiri pada 1994.
- Kini ACICIS memiliki berbagai program studi, magang, dan pertukaran singkat yang diminati ratusan mahasiswa Australia setiap tahun.
- Wakil Dubes Australia Gita Kamath menilai ACICIS berperan penting mempererat hubungan kedua negara melalui diplomasi pendidikan dan budaya.
Yogyakarta, IDN Times – Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) merayakan ulang tahunnya yang ke-30 di Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025) malam. Didirikan sejak 1994, ACICIS menyelenggarakan program studi dan magang bagi mahasiswa Australia untuk belajar langsung di Indonesia. Selama tiga dekade, konsorsium ini menjadi jembatan penting dalam memperkuat hubungan pendidikan dan pemahaman lintas budaya antara kedua negara.
1. Berawal dari program kecil di UGM, kini jangkau banyak bidang

Resident Director ACICIS, Adrian Budiman, mengatakan ACICIS awalnya berawal dari program kecil di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk memperkenalkan Indonesia kepada mahasiswa Australia. Namun, dalam tiga dekade, program ini telah berkembang pesat dan mencakup banyak bidang studi.
“ACICIS sudah berusia 30 tahun. Kita dulu berawal dari sebuah program kecil di UGM di Yogyakarta untuk memperkenalkan dan membantu mahasiswa dari Australia datang ke Indonesia agar bisa mempelajari bukan hanya bahasa Indonesia saja, tetapi juga tentang Indonesia,” ujar Adrian.
“Sekarang, 30 tahun kemudian, kita sudah berkembang menjadi banyak sekali program. Tidak hanya dalam hal bahasa atau budaya saja, tetapi sudah masuk ke dalam bisnis, hukum, kesenian, pariwisata, dan sebagainya. Jadi sudah berkembang pesat dan kita memasuki banyak sekali program studi yang lain, dan kita sudah bermitra dengan delapan universitas mitra di Indonesia dan 20 universitas anggota dari Australia,” sambungnya.
2. Program singkat dan magang makin diminati mahasiswa Australia

Consortium Director ACICIS, Liam Prince, menjelaskan bahwa ACICIS kini memiliki berbagai jenis program, mulai dari yang bersifat semesteran hingga program singkat berdurasi dua hingga enam minggu. Selain itu, ada pula program magang yang memungkinkan mahasiswa Australia merasakan langsung kehidupan di Indonesia.
“Kami di ACICIS ada berbagai macam program, ada program semesteran, sampai ada mahasiswa yang full satu tahun bisa dua semester di sini. Tapi mungkin lebih banyak itu pada tahun-tahun terakhir ini ada program singkat dari dua sampai enam minggu,” ujar Liam.
“Sampai ada juga program magang, jadi selain studi di kampus-kampus Australia, ada peluang untuk mahasiswa dari Australia bisa datang ke Indonesia, bisa merasakan baik kehidupan di kampus tetapi juga kehidupan di organisasi atau perusahaan di Indonesia,” lanjutnya.
Meski begitu, Liam mengakui bahwa tantangan terbesar ACICIS adalah menarik minat mahasiswa Australia agar menjadikan Indonesia sebagai tujuan belajar yang menarik.
“Tantangan terbesar adalah menaruh Indonesia di benak mahasiswa-mahasiswa Australia sebagai tujuan yang layak didatangi. Kantor-kantor kami di Australia fungsi utamanya untuk mengemas Indonesia sebagai tujuan yang menarik. Jadi memasarkan Indonesia kepada mahasiswa, sampai sekarang itu mungkin tantangan terbesar,” kata Liam.
Ia menambahkan, sebelum ACICIS didirikan pada 1994, sangat sedikit mahasiswa Australia yang datang ke Indonesia meski secara geografis dekat. Namun situasi tersebut berubah berkat adanya dukungan dari pemerintah Australia.
“Sebelum adanya ACICIS yang didirikan tahun 1994, sangat sedikit mahasiswa Australia yang bisa datang ke Indonesia walaupun dekat. Dengan adanya ACICIS, ada instansi yang dikhususkan untuk menarik mahasiswa dari Australia ke Indonesia,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan prakarsa program The New Colombo Plan (NCP) yang didirikan pada 2014 oleh Pemerintah Australia. "Sebelum ada The New Colombo Plan itu, kegiatan ACICIS di Indonesia signifikan tapi masih kecil. Tapi sejak adanya The New Colombo Plan, dana hibah dalam jumlah yang cukup besar disediakan untuk mahasiswa Australia, jadi jumlahnya meningkat pesat. Sebelum ada NCP, mahasiswa yang ke sini setiap tahun hanya sekitar 120, sekarang mencapai 800 mahasiswa,” tambahnya.
3. Diplomasi pendidikan pererat hubungan Australia–Indonesia

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, mengatakan ACICIS memiliki peran penting dalam memperkuat hubungan antara Australia dan Indonesia melalui pertukaran pendidikan dan budaya.
“ACICIS sangat bermakna dan berdampak dalam mempererat hubungan Australia–Indonesia, hubungan antarmasyarakat, hubungan antaruniversitas, dan hubungan antarlembaga,” ujar Gita.
Ia menilai, pertukaran bahasa dan budaya melalui program ini membantu mahasiswa Australia memperdalam pemahaman mereka tentang Indonesia. “Dengan pertukaran bahasa dan budaya, mahasiswa menjadi lebih terhubung dan memperdalam pemahaman mereka tentang Indonesia,” katanya.
Gita juga membagikan pengalaman pribadinya ketika pernah belajar di Yogyakarta hampir tiga dekade lalu. “Saya sendiri ada kesempatan untuk belajar di Jogja pada tahun 1996 dan bagi saya itu sangat bermakna,” tuturnya.