3 Kesalahan dalam Memaknai Self-Reward yang Perlu Dievaluasi

- Penghargaan untuk diri sendiri adalah hal positif setelah merasa telah bekerja keras
- Self-reward sering dikaitkan dengan pengeluaran uang, menyebabkan keharusan dan boros
- Bijaksanalah dalam memandang self-reward, tidak semua keberhasilan perlu dirayakan
Penghargaan untuk diri sendiri atau lebih dikenal dengan istilah self-reward adalah hal yang positif. Biasanya, hadiah itu diperoleh setelah seseorang merasa bahwa dirinya telah bekerja keras, sehingga berhak untuk mendapatkan sesuatu yang memuaskan hatinya. Pemikiran tersebut tidak keliru karena ternyata menghadiahi diri sendiri memang dapat membantu meningkatkan motivasi, sehingga semakin bersemangat untuk mencapai lebih banyak tujuan baik dalam hidup.
Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang merasa bahwa penghargaan semacam itu justru memberatkan karena dianggap sebagai suatu kewajiban. Setelah dicari akar masalahnya, ternyata ada kesalahan dalam memaknai self-reward itu sendiri. Nah, apa sih maksudnya? Coba baca penjelasannya dalam artikel ini agar bisa melakukan evaluasi, yuk!
1.Self-reward dikaitkan dengan mengeluarkan uang dalam jumlah besar

Lelah dan merasa harus menghadiahi diri dengan sesuatu yang sepadan setelah melaksanakan tugas berat tentu sah-sah saja. Sesekali menikmati hasil jerih payah selama ini adalah cara menjalani hidup yang menyenangkan dan mensyukuri segala rezeki yang berhasil diperoleh. Sayangnya, kerap kali self-reward dikaitkan dengan keharusan untuk mengeluarkan uang, terlebih dalam jumlah besar, entah untuk membeli barang atau menikmati suatu pengalaman baru.
Ketika self-reward selalu diasosiasikan dengan uang, maka jelas kamu akan menjadi boros. Bagaimana tidak, setiap kali ingin membahagiakan diri, kamu harus menyiapkan biaya terlebih dahulu. Semakin sering melakukannya, semakin bengkak pula pengeluaran yang perlu ditanggung, kan?
2.Membenarkan pemberian self-reward sesering mungkin

Tidak dapat dimungkiri bahwa self-reward memang mampu berperan dengan cukup manjur sebagai pemantik motivasi. Hal ini pun bukan sesuatu yang keliru karena memanfaatkan dana pribadi untuk kepentingan diri sendiri. Sayangnya, tidak jarang hal ini dijadikan alasan untuk membenarkan pemberian penghargaan tersebut dalam frekuensi yang cukup sering. Kalau sudah begini, biaya yang dikeluarkan untuk sekadar menghibur diri jelas semakin membludak.
Jika tidak ingin boros untuk urusan self-reward semata, maka bijaksanalah dalam memandang hal tersebut. Tahan diri untuk tidak membeli hadiah yang berlebihan selama tidak ada tantangan besar yang telah berhasil diselesaikan. Ingat, tidak semua keberhasilan perlu dirayakan. Simpan saja perayaan itu untuk waktu yang tepat, ya!
3.Tidak memberikan self-reward dianggap sebagai bentuk "penyiksaan" diri

Maraknya tren self-reward ini memang bisa menyadarkan diri untuk tidak hanya fokus bekerja keras, tetapi juga meluangkan waktu untuk menikmati hasil jerih payah. Alasan ini jelas sangat masuk akal dan bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Namun demikian, sebagian orang malah menganggap bahwa self-reward menjadi sebuah kewajiban yang bila tidak dilaksanakan akan dipandang sebagai bentuk rasa tega kepada diri sendiri.
Kamu perlu mencoba memahami bahwa pada kenyataannya tidak semua orang merasa self-reward itu penting dan harus dipenuhi. Ada orang yang bila memang hendak menghadiahi diri, maka mereka memilih untuk bersantai atau beristirahat saja dengan nyaman tanpa gangguan. Mereka menyadari betul kalau penghargaan itu tidak selamanya harus diasosiasikan dengan mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Pemikiran baik seperti ini bisa kamu jadikan contoh supaya tidak salah dalam memaknai self-reward.
Self-reward merupakan perwujudan dari upaya untuk menghargai diri atas jerih payah yang telah berhasil dilakukan. Kendati demikian, jangan sampai salah dalam memaknai hal tersebut yang malah akan menghilangkan manfaatnya. Jadi, boleh-boleh saja menghadiahi diri sendiri, asal tetap mengutamakan kebijaksanaan, ya.