Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Cara Efektif Melakukan Negosiasi dengan Toddler Tanpa Drama

ilustrasi ibu mendampingi toddler yang menangis (pexels.com/Jep Gambardella)
Intinya sih...
  • Validasi emosi anak toddler sangat penting untuk mengajarkan mereka cara mengenali dan mengelola perasaan sendiri.
  • Konsistensi dalam memberlakukan aturan akan membuat anak merasa aman dan memahami batasan yang ada.
  • Memberikan alternatif yang sesuai aturan saat anak tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan, akan melatih mereka untuk mengambil keputusan dan menerima kompromi.

Mengasuh anak usia toddler (1-3 tahun) bisa menjadi pengalaman penuh tantangan. Pada usia ini, mereka sedang belajar memahami dunia dan mulai menunjukkan keinginan untuk mandiri. Namun, kemampuan mereka untuk mengelola emosi dan memahami konsekuensi masih sangat terbatas, sehingga sering kali drama kecil menjadi bagian dari keseharian.

Sebagai orangtua, mungkin pernah menghadapi situasi di mana anak menangis, berteriak, atau bahkan berguling di lantai hanya karena hal sepele menurut kita. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap tindakan mereka adalah bagian dari proses pembelajaran dan eksplorasi.

Jadi, bagaimana cara melakukan negosiasi dengan toddler tanpa menimbulkan drama? berikut langkah-langkah efektif yang bisa dilakukan.

1. Validasi emosi anak

ilustrasi ibu memvalidasi emosi anak (pexels.com/Jep Gambardella)

Salah satu langkah pertama dalam negosiasi dengan toddler adalah memahami bahwa emosi mereka, sekecil atau seaneh apa pun alasannya, tetap valid. Sebagai orangtua mungkin pernah mengalami kejadian anak yang menangis karena kaus favoritnya kotor atau mereka tidak bisa membawa mainan ke tempat tidur.

Meskipun alasan tersebut tampak tidak masuk akal bagi kita, bagi mereka itu adalah hal yang nyata dan penting. Alih-alih langsung menyuruh anak diam atau mengabaikan perasaannya, coba validasi emosinya terlebih dahulu, misalnya dengan berkata, “Ibu tahu kamu sedih karena kaus itu belum bisa dipakai. Memang kaus itu sangat kamu suka, ya? Kamu pasti kecewa karena ibu harus mencucinya.”

Dengan kata-kata seperti ini, anak merasa dipahami. Setelah mereka merasa emosinya diterima, biasanya akan lebih mudah mengajak mereka berdiskusi untuk mencari solusi. Validasi emosi bukan hanya meredakan amarah anak, tetapi juga mengajarkan mereka cara mengenali dan mengelola perasaan sendiri.

2. Konsisten dengan aturan

ilustrasi ibu berbicara dengan toddler (pexels.com/Jep Gambardella)

Ketika sudah membuat aturan, konsistensi adalah kunci untuk menjaga agar anak memahami batasan. Biasanya toddler akan selalu mencoba menguji batas, tetapi mereka juga membutuhkan aturan yang jelas.

Misalnya, jika menetapkan aturan waktu bermain hanya sampai jam tertentu, jangan mengubahnya hanya karena anak menangis. Tetaplah pada aturan, tetapi sampaikan dengan lembut misalnya, “Ibu tahu kamu masih ingin main, tapi sekarang sudah waktunya tidur. Kalau kita tidur sekarang, besok pagi kita bisa main lagi, lho.”

Konsistensi membuat anak merasa aman karena mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Jika aturan sering berubah, anak akan bingung dan terus mencoba mencari cara untuk melanggar. Namun, konsistensi tidak berarti keras kepala, orangtua tetap bisa bersikap fleksibel dalam menyikapi situasi, selama tidak melanggar prinsip utama dari aturan tersebut.

3. Berikan alternatif

ilustrasi ibu mendampingi toddler makan (pexels.com/Jep Gambardella)

Toddler sering merasa kesal karena keterbatasan pilihan. Ketika anak tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, berikan alternatif yang tetap sesuai aturan. Dengan cara ini, mereka merasa punya kontrol tanpa melanggar batas yang sudah ditentukan.

Misalnya, jika anak ingin makan permen sebelum makan malam, tawarkan alternatif seperti buah. Ungkapkan dengan bahasa sederhana seperti, “Kamu boleh makan sesuatu yang manis, tapi setelah makan malam. Kalau sekarang, mau makan buah mangga atau pisang?”

Alternatif yang diberikan harus relevan dan tidak bertentangan dengan aturan yang telah dibuat. Selain itu, memberi pilihan juga melatih anak untuk mengambil keputusan dan belajar menerima kompromi.

4. Dampingi anak untuk menyelesaikan emosinya

ilustrasi ibu mendampingi anak untuk menyelesaikan emosinya (pexels.com/Jep Gambardella)

Kadang-kadang, meskipun kita sudah memvalidasi perasaan mereka, memberi penjelasan, dan menawarkan alternatif, anak tetap menangis atau marah. Ini adalah hal yang normal karena anak usia toddler masih belajar mengelola emosinya.

Dalam situasi ini, yang mereka butuhkan bukanlah nasihat panjang atau perintah untuk "diam," tetapi kehadiran kita. Dampingi anak dengan sabar hingga emosinya mereda. Tunjukkan jika selalu ada untuk anak, misalnya dengan mengatakan, “Kamu masih sedih, ya? Ibu di sini kalau kamu butuh pelukan. Kalau sudah tenang, kita bisa bicara lagi.”

Dengan mendampingi anak, akan memberikan mereka ruang untuk merasa aman. Setelah tenang, mulailah mengajak mereka berbicara atau menjelaskan situasi dengan jelas dan sederhana.

Mengasuh toddler memang penuh dengan dinamika, tetapi setiap tantangan adalah peluang untuk memperkuat hubungan dengan anak. Dengan pendekatan yang penuh kasih, tidak hanya membantu mereka tumbuh, tetapi juga menciptakan kenangan yang penuh cinta.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sani Eunoia
EditorSani Eunoia
Follow Us