Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Review MindsEye, Ambisi Besar Leslie Benzies yang Gagal Tancap Gas

MindsEye (dok. Build A Rocket Boy)
Intinya sih...
  • MindsEye hadir dengan ambisi besar, tapi gagal memenuhi ekspektasi karena cerita dangkal dan karakter yang kurang emosional.
  • Dunia open world Redrock tampak futuristik tapi terasa kosong, misi repetitif, dan gameplay yang monoton serta membosankan.
  • Combat minim tantangan, AI buruk, serta performa teknis bermasalah menjadikan game ini jauh dari standar blockbuster modern.

MindsEye, game buatan Build A Rocket Boy yang rilis pada 11 Juni 2025, datang dengan ambisi setinggi langit. Apalagi di baliknya ada nama besar Leslie Benzies, otak kreatif di balik GTA V. Dengan latar kota futuristik bernama Redrock, kisah konspirasi AI, drone tempur, sampai visual ala film Hollywood, MindsEye digadang-gadang jadi gabungan antara Detroit: Become Human dan Cyberpunk 2077. Tapi sayangnya, semua ekspektasi itu gak dibarengi eksekusi yang solid.

Alih-alih jadi masterpiece baru di genre action-narrative, MindsEye justru terasa ketinggalan zaman, open world-nya kosong, dan gameplay-nya bikin ngantuk. Walau tampilannya memukau dan kendaraan futuristiknya keren, banyak elemen penting yang terasa setengah matang. Dilansir Gamespot dan IGN, berikut ini adalah ulasan lengkap mengenai MindsEye.

1. Cerita yang dangkal dan kurang emosional

Jacob Diaz MindsEye (dok. Build A Rocket Boy)

Di game ini kamu main sebagai Jacob Diaz, mantan tentara yang sekarang kerja jadi satpam di perusahaan teknologi besar, Silva Corp. Dia punya implan neural di leher yang bikin dia nyambung langsung ke teknologi dan bikin dia terjebak di konflik antara manusia, AI, dan eksperimen militer.

Premisnya sih menjanjikan, tapi sayangnya gak digali lebih dalam. Tema besar seperti pengawasan AI, penyalahgunaan teknologi, sampai isu eksistensial manusia cuma disinggung tipis-tipis. Karakternya juga kurang emosional, bahkan musuh utama bisa kamu kalahkan cuma lewat cutscene. Ending-nya? Tiba-tiba banget dan bikin bingung. Setelah tamat pun, kamu cuma disuguhi mode free roam yang terasa sia-sia.

2. Dunia futuristik yang kosong dan terbatas

cuplikan MindsEye (dok. Build A Rocket Boy/MindsEye)

Redrock sebagai kota masa depan sebenarnya berhasil bikin visual yang keren. Kebayang seperti Las Vegas 10 tahun ke depan: drone beterbangan, mobil listrik ramping, dan kantor-kantor perusahaan yang mewah. Tapi sayangnya, itu semua cuma pajangan.

Gak ada polisi, gak ada sistem konsekuensi kalau kamu nabrak-nabrak orang, bahkan kamu gak bisa keluar dari mobil misi atau hijack kendaraan lain. Mau eksplorasi pun malah dihukum. Redrock gak terasa hidup dan gak memberi ruang untuk kreativitas pemain. Rasanya seperti set film yang gak bisa disentuh.

3. Misi yang itu-itu aja

cuplikan MindsEye (dok. Build A Rocket Boy/MindsEye)

Salah satu titik lemah MindsEye ada di desain misinya. Kebanyakan repetitif dan terasa seperti game action generik dari era 2010-an. Kamu bakal sering ngikutin mobil pake drone, menyelinap di antara robot-robot lambat, atau sekadar pencet tombol buat pindah lokasi.

Formula gameplay-nya juga monoton:

  1. Naik kendaraan misi

  2. Berkendara ke lokasi

  3. Cutscene

  4. Tembak-tembakan

  5. Ulang dari awal

Sesekali ada variasi kayak mini-game CPR atau adegan gali kubur sendiri, tapi justru terasa aneh dan ganggu alur cerita. Side quest pun gak banyak membantu, hanya adu tembak singkat yang ngasih medali tanpa manfaat berarti.

4. Combat kaku dan AI bodoh

cuplikan MindsEye (dok. Build A Rocket Boy/MindsEye)

Combat di MindsEye minim tantangan. Musuh sering bengong, lambat bereaksi, dan kadang nembak ke arah yang gak jelas. AI-nya terasa seperti placeholder, bukan lawan yang bikin deg-degan.

Sistem cover gak berfungsi maksimal, kamu bisa berdiri di tengah jalan sambil nembak dan tetap aman. Senjata muncul tiba-tiba di inventory, dan granat baru bisa dipakai di akhir game. Gak ada opsi melee, gak ada blindfire, apalagi dodge roll. Pilihan kamu di pertarungan bener-bener terbatas.

Drone yang bisa nge-hack musuh dan ngelempar granat memang jadi angin segar, tapi sayangnya munculnya telat banget dan malah jadi terlalu overpowered. Tantangan pun jadi hilang.

5. Performa teknis yang bikin frustrasi

cuplikan MindsEye (dok. Build A Rocket Boy/MindsEye)

Di balik visual yang cakep, MindsEye punya masalah teknis serius. Frame rate drop, stuttering, ghosting, sampai cutscene yang lag—itu udah kayak makanan sehari-hari, bahkan di PC spek tinggi kayak RTX 4080.

Pas adegan aksi atau cutscene cepat, performa langsung anjlok. Padahal ada banyak momen yang secara visual sebenarnya keren banget—kayak siluet jet di gurun atau pantulan cahaya dari gedung tinggi, tapi semua itu jadi gak berarti kalau game-nya gak berjalan mulus.

MindsEye adalah contoh game yang punya mimpi besar tapi jatuh di realisasi. Dengan tema berat, visual sinematik, dan ambisi jadi blockbuster, hasil akhirnya justru game yang generik, outdated, dan jauh dari ekspektasi.

Kalau kamu lagi cari game action sinematik yang berkesan, mending balik ke Cyberpunk 2077 atau Detroit: Become Human dulu. Karena buat saat ini, MindsEye masih butuh banyak polesan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us