Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Warga Sleman Kehilangan Sawah Diduga Praktik Mafia Tanah

Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Intinya sih...
  • Sumirah kehilangan lahan sawah ratusan meter persegi akibat praktik mafia tanah
  • SP menjadi tersangka setelah mencoba mendapatkan sertifikat atas lahan yang menjadi hak keluarganya
  • Mafia tanah diduga terlibat dalam tukar guling lahan sawah milik almarhum Budiharjo dan Sumirah

Sleman, IDN Times - Keluarga perempuan lanjut usia di Sleman, DIY, bernama Sumirah kehilangan asetnya berupa lahan sawah seluas ratusan meter persegi diduga akibat praktik mafia tanah. Mirisnya, putri Sumirah berinisial SP sekarang juga berstatus tersangka setelah mencoba mendapatkan sertifikat atas lahan yang menjadi hak keluarganya.

1. Dibeli tak mau, dirayu skema tukar guling

Ilustrasi sawah (www.pexels.com/Tom Fisk)

Chrisna Harimurti pendamping hukum dari LBH Dharma Yudha menuturkan, peristiwa ini bermula dari 2014 lalu. Bermula ketika seseorang berinisial YK menawar untuk membeli tanah sawah milik almarhum Budiharjo, suami Sumirah ayahanda SP. Luas objek perkara ini sekitar 800 meter persegi, berlokasi di Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY.

Menurut Chrisna, Budiharjo kala itu terus menolak hingga akhirnya YK menawarkan untuk skema tukar guling dengan lahan di samping milik tetangga yang katanya sudah ia beli. Budiharjo akhirnya mengiyakan.

Namun, karena lahan sawah Budiharjo masih berstatus Letter C, maka YK menawarkan untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

"Orang tersebut (YK) seolah-olah membantu, dibantu urusan sertifikat," kata Chrisna saat dihubungi.

Beberapa waktu berselang, lanjut Chrisna, almarhum Budiharjo dan Sumirah didatangi sejumlah orang. Mereka menyodorkan berkas-berkas yang saat itu diklaim untuk mengurus tukar guling.

"Pak Budiharjo dan Bu Sumirah ini kan tidak bisa baca tulis, tapi waktu itu isi berkas tidak dibacakan dan kemudian diminta cap jempol," imbuh Chrisna.

Selain buta huruf, kata Chrisna, Budiharjo dan Sumirah waktu itu juga tidak didampingi anak-anak mereka. Sampai akhirnya YK mengabarkan jika sertifikat sudah selesai diurus.

2. Sertifikat tak kunjung diterima, anak jadi tersangka

Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Namun demikian, lanjut Chrisna, sertifikat atas nama Budiharjo itu tak kunjung diterimanya, ia mempertanyakan di mana fisik bukti legalitas itu.

SP kemudian bertanya ke kantor pertanahan setempat, mengapa sertifikat terbit hanya untuk atas rumah mereka yang kebetulan saat itu juga diurus. Sementara bukti legalitas lahan sawah atas nama Budiharjo tidak ada.

SP kemudian mencari dokumen sertifikat tersebut di setiap sudut rumah, tapi tetap tidak ada. Dia juga berupaya menemui YK, meski selalu gagal. Akhirnya, kantor pertanahan setempat memberikan solusi kepada SP agar membuat duplikat untuk pengganti sertifikat hilang.

Akan tetapi, setelah mengajukan duplikat, SP sekitar tahun 2016 justru dilaporkan ke Polda DIY oleh sosok berinisial SAE yang ternyata jadi pemilik sertifikat atas lahan sawah Budiharjo. Waktu bergulir hingga ia resmi ditetapkan sebagai tersangka tahun 2022.

"Dilaporkan di Polda DIY atas dugaan pemalsuan dan keterangan palsu, tapi sebenarnya nggak tahu sertifikat itu ada di mana," kata Chrisna.

Setelah dicari tahu, almarhum Budiharjo saat proses pengurusan sertifikat tukar guling 2014 silam, telah menyepakati Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk lahan sawah miliknya tanpa sepengetahuannya

"Di PPJB itu bunyinya ada uang Rp2,3 miliar, lha pertanyaan besar keluarga itu, kapan diberikan ke Pak Budiharjo, di rekening mana, kuitansi mana, buktinya mana gitu lho," kata Chrisna.

Menurut Chrisna, duit sebanyak itu katanya dibayarkan secara tunai. Tapi, Sumirah mengaku tak pernah melihat, apalagi menerimanya.

Sementara, tambah Chrisna, YK saat diperiksa polisi mengaku tanda terima uang Rp2,3 miliar untuk lahan sawah Budiharjo itu sudah hilang.

3. Yakin praktik mafia tanah, tukar guling cuma akal-akalan

Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)

Chrisna pun menduga kuat Budiharjo dan Sumirah sudah jadi korban praktik mafia tanah sedari tawaran tukar guling yang tidak pernah terjadi. "Pola-polanya mafia tanah begitu itu," lanjutnya.

Lebih-lebih, setelah diusut lahan tetangga yang dijanjikan akan ditukargulingkan dengan sawah Budiharjo juga belum dibeli YK. "Lha terus yang mau ditukar guling apa, lha wong nggak ada tanahnya kok ditukar guling!" tegas Chrisna.

Chrisna pun mengaku pihaknya sudah mengirim surat permohonan ke Polda DIY agar dilaksanakan pemeriksaan ulang guna mengecek kembali kebenaran materiil, seperti kuitansi dari Rp2,3 milar tadi.

Dia juga meminta agar perkara yang membuat SP tersangka tak diteruskan karena cuma akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum RI.

Chrisna juga mengungkap soal kliennya yang menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata terhadap SAE dan YK ke Pengadilan Negeri Sleman untuk perkara ini. Tapi, gugatan ditolak dan kini masih berproses kasasi di Mahkamah Agung (MA).

4. Sumirah minta bantuan Prabowo

Inti Pidato Presiden Prabowo: Menunggu Tindakan Nyata Anti-Korupsi

Dalam video yang diunggah LBH Dharma Yudha, Sumirah bahkan sampai memohon bantuan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto untuk kasus yang menerpa ia dan keluarganya ini.

"Saya minta bantuan Pak Prabowo, kalau tanah saya, untuk anak-anak saya, Pak Prabowo. Harus bagaimana pak, saya itu orang tidak punya, tidak paham peraturan justru dibohongin orang. Tidak punya hati orangnya," kata Sumirah dalam video itu.

Awak media telah meminta izin kepada Chrisna untuk mengutip pernyataan dalam video tersebut.

Adapun SP memastikan bahwa ia sekeluarga tak mengenali sosok SAE ini. Dia juga meyakini orangtuanya tidak pernah menjual tanah sawah tersebut ke sosok SAE.

"Sertifikat kami dijual kepada seseorang yang kami tidak kenal sama sekali, dan dibilang orangtua kami sudah menerima uang Rp2,3 miliar," kata SP.

"Kami sebagai anak tidak terima orangtua kami dizalimi menjual tanah seperti itu. Orangtua kami dari dulu tidak akan menjual tanahnya," sambung SP.

Terpisah, Kasubbid Penmas Polda DIY, AKBP Verena SW saat dikonfirmasi mengatakan masih akan melakukan pengecekan soal kasus pidana yang menyeret SP ini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us